Found

2K 274 20
                                    

"Terima kasih." Naruto mengambil sebotol susu hangat yang baru dibayarnya di meja kasir minimarket.

Boruto terduduk di kursi minimarket sambil menarik scraft merah yang dikenakannya. Tubuhnya mulai menggigil setelah berjalan bersama sang Ayah selama berjam-jam di Toyama.

Naruto berjongkok di depan kursi yang putranya duduki, ia memberikan susu hangat itu pada putranya. "Minumlah, Bolt sangat kedinginan hm?" Ia menangkup kedua punggung tangan putranya di atas botol susu  hangat itu.

Boruto meminum susu itu sedikit demi sedikit, ia kemudian mengangguk "Ayah, Ibu ada dimana?"

"Sebentar lagi kita akan sampai." Naruto meraih selembar kertas di dalam saku jaket tebalnya. Tadi ia sudah bertanya pada petugas keamanan yang melintas. Mereka bilang, alamat ini sudah dekat. Hanya saja mereka harus berjalan kaki melewati kebun kopi yang cukup luas.

"Ayah akan menggendong Bolt setelah ini jadi Bolt bisa tidur." Ia mengusap pipi gembil putranya yang memerah karena kedinginan. Tak ia sangka musim dingin di Toyama terasa jauh lebih ekstrim daripada di Sapporo.

"Ayah, apa Ibu sudah menunggu kita?" Tanya Boruto sambil meminum susunya.

"Ibu tidak tahu kalau kita akan datang." Ujar Naruto sambil mengeratkan kembali scraft yang dipakai putranya.

Boruto membulatkan bibirnya dan "oh begitu, jadi ini adalah kejutan ya, Ayah?"

Naruto tersenyum tipis saat melihat ekspresi menggemaskan putranya itu. "Harusnya begitu." Tapi ia tak tahu apa Hinata akan menyukai kejutan ini atau tidak. Ah, ia saja masih berharap-harap cemas soal keberadaan Hinata disini. Apa benar istrinya itu kembali ke Toyama?

'Berdasarkan informasi yang telah dipaparkan, tengah malam nanti, badai salju akan melanda seluruh kota Toyama. Dimohon untuk seluruh warga tetap berada di dalam rumah sampai badai salju mereda.'

Naruto menoleh ke arah TV yang tergantung di sudut minimarker. Ah, ia harus bergegas membawa putranya pergi dari sini. Sejak tadi ia tak melihat penginapan di sekitar sini. Mereka harus tiba di tempat tujuan sebelum mati membeku di tepi jalan.

"Bolt, kita harus bergegas." Naruto memakai kembali tas punggungnya dan membawa Boruto ke dalam gendongannya.

Boruto memeluk Ayahnya sambil menenggelamkan wajah di dada sang Ayah. Bibirnya masih sibuk menyesap sebotol susu hangat dalam dekapannya.

Naruto berjalan keluar dari minimarket, angin kencang langsung menerpa tubuhnya. Tempat ini nampak begitu sepi, tentu saja karena badai salju akan melanda kota ini sebentar lagi.

Pria bertubuh tegap itu mempercepat langkahnya menyusuri kebun kopi gelap yang ada di ujung jalan. Ia memeluk tubuh putranya dengan erat sambil mengusap punggung mungilnya.

"Bolt, jangan keluarkan kepalamu dari dalam jaket, Ayah akan bergegas." Ujar Naruto pada putranya.

Ia meraskan anggukan kepala pelan dari putranya yang bersembunyi di balik jaket tebalnya.

Perlahan-lahan, butiran salju mulai berjatuhan dari langit, tertiup angin kencang yang membuat tubuhnya menggigil. Bahkan kakinya mulai mati rasa sekarang, namun yang ada di pikirannya hanyalah Hinata dan Hinata, ia harap kedatangannya dan Boruto kemari tak berakhir sia-sia. Ia tak ingin membayangkan jika di penghujung kebun kopi luas ini, tak ada rumah yang ia cari-cari.

Mungkin dirinya dan Boruto akan mati kedinginan disini. Ditambah badai salju, ah ini salahnya karena tak memperhitungkan cuaca saat memutuskan berangkat. Jika sudah seperti ini, Boruto jadi harus ikut tersiksa karenanya. Ia bisa merasakan tubuh putranya mulai menggigil.

LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang