Hinata berjalan gontai untuk kembali ke rumah setelah melihat pria itu pergi menaiki sebuah kapal nelayan. Dirinya hanya bisa terpaku di jalan setapak itu sambil meratapi kepergiannya, entahlah ia masih tak bisa menerima keputusan pria itu. Bukankah semua masih baik-baik saja kemarin?
Pria itu masih memeluknya dengan hangat, menghabiskan seharian penuh bersama-sama, tak terlintas sekalipun dalam benaknya bahwa pria itu memutuskan untuk pergi hari ini.
Isi kepalanya berkecamuk sedangkan isi hatinya sedang begitu kacau. Lagi-lagi pria itu menghancurkan kepercayaannya, hingga tak lagi tersisa. Semua ucapan manis serta janji yang dulu pernah pria itu lontarkan padanya seakan kembali terngiang di telinga.
Langkah gontai itu terhenti tepat di depan kediamannya, wanita itu terduduk lemas di atas rouka. Pandangannya menatap kosong ke depan, ia tengah mencoba menelaah kembali apa yang tengah terjadi.
Detik berganti menit, menit berganti jam, perlahan matahari menyingsing dari ufuk Timur. Hinata kembali menghapus lelehan air matanya. Kenapa pria itu tak pernah mengerti, bahwa hidup yang ia jalani saat ini begitu rapuh. Ia hanya butuh pria itu untuk terus menekan rasa sakit yang telah ia kubur jauh di dalam sudut hatinya yang dalam, tempat dimana ia simpan semua kenangan buruk di masa lalu, rasa takut, dan rasa bersalah. Tapi pria itu justru membuka kembali semua luka lama itu dan meninggalkannya begitu saja.
SRAK
Pintu geser di belakang tubuh wanita itu terbuka dengan cepat, suara langkah kaki mungil terdengar di belakang tubuhnya.
"Ibu, sudah pagi ya?" Boruto melangkah keluar dan berdiri di belakang Ibunya yang tengah duduk di rouka.
Kedatangan balita mungil itu , tak membuat Hinata membaik sama sekali, justru sebaliknya. "Bolt sudah bangun?" Ia menahan isakan di bibirnya.
Boruto mengangguk semangat, ia tak sabar untuk menghabiskan hari ini bersama Ayah dan Ibunya. "Ibu, Ayah ada dimana, kita akan berangkat sebentar lagi kan?"
Hinata menghadap ke arah putranya dan menyamai tinggi bocah pirang itu. "Bolt." Ia meraih kedua tangan mungil milik putranya. "Maafkan ayah ya, tadi pagi ayah pergi." Ia menjeda ucapannya, sambil menatap netra saphire milik putranya.
"Pergi?" Boruto mengerutkan keningnya dengan lucu, ia memiringkan kepalanya sedikit. "kemana?"
Hinata merengkuh tubuh mungil putranya yang nampak bingung itu. "Ayah pergi jauh, untuk mencari uang."
Boruto tiba-tiba saja merasa begitu sedih, sudut bibirnya tertarik ke bawah. "Jadi hari ini tidak pergi memancing?" Air matanya sudah menggumpal siap dijatuhkan.
Hinata lebur dalam tangisannya, ia mengusap punggung mungil itu sambil ikut menumpahkan rasa kecewanya. "Tidak, kita tak akan pergi hari ini."
Boruto menangis keras setelah itu, air matanya jatuh membasahi pipi. Ayah bilang akan menemaninya? Apa Ayah berbohong semalam?
Hinata memeluk erat putranya yang tengah menangis. "Maaf Bolt, maafkan Ayah ya?"
Boruto tak mengatakan apapun, ia hanya menangis sesenggukan memeluk ibunya. Padahal ia sudah menunggu hari ini tiba, hari ulang tahunnya. Tapi kenapa Ayah malah pergi dan tak menemaninya?
"B-bu, kapan Ayah kembali?"
"Maaf Bolt, tapi Ibu tidak tahu."
...
Angin kencang menerpa wajah tegas pria itu, ia duduk di atas kapal nelayan yang begitu sempit. Matanya menatap ke arah mata hari terbit yang menyiramkan cahaya orens yang begitu indah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lie
RomanceSatu kebohongan untuk menutupi kebohongan lainnya, hingga tanpa sadar mereka berada di titik buntu. Di penghujung segala kebohongan itu mereka harus menghadapi sebuah pertanggung jawaban atas apa yang telah mereka lakukan. Meski harus berpisah, mesk...