Hinata duduk termenung di rouka belakang sambil merajut syal merah untuk putranya. Sejak perdebatannya dengan Naruto malam itu, ia menjadi benar-benar kacau. Sulit sekali untuk bisa terus terlihat baik-baik saja dalam keadaan seperti ini.
Anak laki-laki bernetra saphire melangkah masuk ke rumah dengan raut sedih dan menghampiri Ibunya di rouka belakang. "Ibu.." Boruto menahan tangisnya, suaranya terdengar begitu parau.
Hinata tersentak kaget dan menoleh saat melihat putranya melangkah ke arahnya dengan keadaan nyaris menangis. "Ada apa Bolt?" Ia meletakan benang wol di samping kanan tubuhnya dan memeluk putranya di atas pangkuan.
Boruto memeluk Ibunya sambil menangis terisak "Ibu, teman-teman tidak mau bermain denganku."
"Kenapa begitu?" Hinata hanya menatap lurus ke depan sambil terus mengusap punggung mungil putranya.
"K-karena hanya aku yang tidak punya Ayah.." Boruto kembali menangis sesenggukan.
Hinata mengeratkan pelukannya pada Boruto "Bolt tidak usah sedih, apa yang mereka katakan kan tidak benar." Ia berujar lembut untuk menenangkan putranya.
"Aku punya Ayah, tapi Ayah sedang bekerja kan Bu?" Boruto menghentikan tangisannya perlahan-lahan dan mendongak menatap Ibunya.
Hinata mengusap air mata yang tersisa di pipi gembil putranya "Iya, Ayah sedang bekerja sekarang."
Boruto menundukan pandangannya, bibirnya mengerucut sedih. "Tapi kapan Ayah pulang, Bu?"
"Sebentar lagi Ayah akan pulang, Bolt harus bersabar oke?" Hinata masih mengusap punggung mungil putranya yang sudah berhenti menangis.
"Um, tapi kenapa lama sekali?" Boruto masih menekuk wajahnya. "Apa mungkin Ayah tersesat di jalan pulang Bu?" Saat malam, jalan menuju desa begitu gelap, siapa tahu saja Ayah tersesat.
"Ayah sangat pintar membaca peta, dia tidak mungkin tersesat." Hinata berujar sendu, memang benar pria itu akan segera kembali.
"Benarkah?" Permata saphirenya berbinar.
"Iya, apa Bolt tahu pekerjaan Ayah?" Tanya Hinata pada putranya.
"Um, tidak." Boruto menggaruk pipinya yang tak gatal, mungkinkah Ayah seorang petani? Seperti semua Ayah teman-temannya? Ayah kan suka menanam kentang.
"Pekerjaan Ayah adalah mengemudikan kapal laut." Bisik Hinata di telinga Boruto.
"Apa?!" Bocah laki-laki itu membolakan matanya, itu keren sekali! "Benar, Bu?"
Hinata mengangguk "Ayah sangat luar biasa kan?"
"Iya Bu, jadi Ayah pergi berlayar ya Bu?" Boruto sepenuhnya melupakan kesedihannya.
"Benar, karena Ayah pergi berlayar jadi dia tak ada disini, nanti jika pelayarannya sudah selesai dia akan kembali menemui Bolt disini." Ibu muda itu hanya bisa menahan rasa tercekat di tenggorokannya. "Jadi Bolt harus bersabar, jangan bersedih lagi. Jika Ayah pulang nanti dia pasti akan menemani Bolt bermain lagi seperti dulu."
Anak pintar itu mengangguk patuh pada ucapan sang Ibu. Ia akan menunggu dengan sabar mulai sekarang.
...
Air mata wanita itu jatuh membasahi bantal, ia memeluk erat tubuh mungil putranya yang sudah terlelap. "Bolt maafkan Ibu.." ia sudah memutuskan untuk memberikan apa yang Naruto inginkan. Ucapan pria itu mungkin ada benarnya, Naruto pasti bisa memenuhi kebutuhan Bolt dengan baik. Daripada harus hidup terlunta dengan berbagai penolakan nanti jika ikut dengannya. Ia takut, putranya terluka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lie
RomantizmSatu kebohongan untuk menutupi kebohongan lainnya, hingga tanpa sadar mereka berada di titik buntu. Di penghujung segala kebohongan itu mereka harus menghadapi sebuah pertanggung jawaban atas apa yang telah mereka lakukan. Meski harus berpisah, mesk...