"Kira-kira, kapan kau akan berangkat?" Hinata menatap pria yang duduk disampingnya di dalam bus.
"Aku tidak tahu, tergantung tawaran yang ada nanti. Mungkin secepatnya." Sahut Naruto, ia akan pergi ke kantor pusat pagi ini untuk mengurus beberapa hal soal tawaran pekerjaan yang akan ia ambil, serta surat-surat tanda kelulusannya beberapa waktu lalu.
"Secepatnya ya." Gumam Hinata, ia menoleh keluar kaca bus. Suasana pagi di pantai nampak begitu indah, deburan ombak kencang terlihat dari bibir tebing yang bus mereka lintasi, cahaya matahari samar-samar menyinari melalui celah jendela bus yang terbuka.
Naruto yang menyadari gumaman sedih Hinata segera meraih tangan kekasihnya itu dan menautkan jemarinya. "Jika saja aku punya cukup uang, aku pasti akan menetap lebih lama di Hokkaido." Itulah alasannya ingin segera kembali berlayar, karena ia butuh uang.
"Aku mengerti." Hinata membalas genggaman tangan pria itu. Mana mungkin ia menahan Naruto untuk pergi? Hidup harus terus berjalan, pria itu memiliki mimpinya sendiri, begitu pula dengan dirinya.
Naruto tersenyum simpul, ia ikut menatap keluar kaca bus. Ucapan Hinata barusan, membuatnya terenyuh. Wanita itu tak pernah menahannya untuk pergi, lalu kenapa ia selalu merasa terbebani jika tidak kembali kemari? Atau itu hanyalah sugesti yang terbentuk dalam kepalanya. Sesungguhnya dirinya sendiri-lah yang ingin terus kembali pada Hinata.
"Naruto-kun, kau harus turun di pemberhentian berikutnya." Ujar Hinata seraya melepaskan genggaman tangannya.
"Aku akan mengantarmu dulu sampai ke kampus." Naruto bersandar di kursinya, ia ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan kekasihnya itu. Siapa tahu saja, ia akan segera berangkat berlayar dan tak dapat menemui Hinata hingga beberapa bulan ke depan?
Hinata menatap jam tangan yang melingkar di lengannya. "Kau akan terlambat."
"Tidak akan." Naruto berujar lembut, ia menarik bahu Hinata untuk kembali bersandar di kursi bus.
Bus yang masih lengang itu melaju cepat menuju pusat kota Hokkaido, meninggalkan daerah pesisir tempat mereka tinggal.
...
"Sampai bertemu nanti malam." Hinata mendongak menatap kekasihnya. Mereka berdiri di depan halte bus tepat di seberang kampusnya.
"Sampai bertemu, aku akan menjemputmu di kedai nanti malam." Naruto menepuk puncak kepala Hinata.
Hinata mengangguk kemudian melangkah menjauh seraya melambaikan tangan, menuju gerbang kampusnya.
"Hinata!" Ino mengangkat tangannya saat melihat Hinata setengah berlari menyebrang jalan.
"Oh, Ino." Hinata menghampiri Ino yang tengah berdiri di dekat gerbang. "Kau datang pagi sekali."
Ino terus menatap ke arah halte di seberang jalan, tepatnya ke arah seorang pria dengan seragam yang mengantar Hinata. "Hinata, kekasihmu itu sudah kembali?"
"Hm, dia sudah kembali." Sahut Hinata seraya menatap jam tangannya, sudah jam tujuh tepat. Naruto pasti akan terlambat untuk kembali ke kantor pusatnya. Kenapa harus repot-repot ikut dengannya hingga ke kota?
"Ah begitu, dia semakin tampan saja ya, Hinata." Goda Ino seraya mengerling ke arah Hinata.
Hinata hanya terkekeh sambil menutup mulutnya untuk menanggapi ucapan sobatnya itu.
...
"Terlambat di hari sepenting ini." Ujar Kakashi seraya mengangkat alisnya.
Naruto membungkuk sopan "maaf, ada urusan." Ia melangkah mendekat dan duduk di kursi tepat di seberang meja kerja besar itu.
Kakashi hanya membuang napas berat, ia meraih sebuah amplop cokelat besar di laci dan meletakanya di atas meja. "Ini tawaran kerjanya, ada dua yang bisa kau pilih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lie
RomantizmSatu kebohongan untuk menutupi kebohongan lainnya, hingga tanpa sadar mereka berada di titik buntu. Di penghujung segala kebohongan itu mereka harus menghadapi sebuah pertanggung jawaban atas apa yang telah mereka lakukan. Meski harus berpisah, mesk...