Happy reading💚
---
"Bismillahirrahmanirrahim, semoga hari ini ga ada masalah lagi, aamiin." Yora mengusapkan kedua telapak tangannya ke wajah setelah itu lanjut mengunci pintu kos dan siap untuk berangkat ke kampus. Ia berharap doanya di pagi ini manjur setidaknya untuk 24 jam ke depan.
Gadis itu mengembuskan napas pelan sembari menikmati tiap langkah yang ia ambil, kali ini tentu ia lebih berhati-hati setelah kejadian hampir ditabrak kemarin. Bukannya sombong, tetapi sebenarnya terserempet motor bukanlah hal besar bagi Yora. Bahkan cewek itu pernah jatuh dari angkot dan membuat beberapa luka tertinggal di lutut serta kakinya. Hal yang ia hindari bukanlah karena sakit tertabrak motor, tetapi orang-orang yang harus ia hadapi kemarin. Kenapa dari sekian banyak mahasiswa di kampus itu harus Alez yang hampir menabraknya? dan kenapa dari sekian banyak orang baik di kampus tersebut harus Rey yang menolongnya?
Membayangkan kejadian kemarin saja Yora bergedik ngeri, ia benar-benar tidak ingin terlibat lagi di antara circle tersebut. Maka dari itu, hari ini gadis itu benar-benar sangat berhati-hati. Tiap langkah yang ia ambil, ia selalu memperhatikan sekitarnya.
"Sendirian?"
Yora menoleh dengan kaget ketika mendapati seseorang di sampingnya. Diyo berjalan dengan santai di sana.
"Sejak kapan kamu di situ?"
"Sejak... tadi?"
"Kok malah nanya balik?"
Diyo mengedikkan bahu, sebenarnya ia sudah berjalan di belakang Yora sejak gadis itu keluar kos.
"Sendirian?" ulangnya bertanya.
"Menurut kamu?" tanya Yora balik.
"Berdua," jawab Diyo sembari tersenyum.
Yora terkekeh, "Tumben jalan?"
Lagi-lagi Diyo mengedikkan bahunya.
"Dasar aneh," sahut Yora.
Diyo hanya tersenyum melihat reaksi Yora.
"Kenapa sih? Bahagia banget kayanya? Dari tadi senyum mulu."
"Ga boleh?"
"Ya- bukan gitu,, tapi senyumnya--"
"Manis?"
Yora spontan menggeleng. Bisa-bisanya ada manusia dengan tingkat kepedean seperti Diyo.
"Mau bohong juga gapapa," ucap Diyo ketika Yora menggeleng menolak pernyataan bahwa senyumannya manis. "Kalo mau jujur bilang aja," tambahnya.
"Ih, pede banget sih?"
"Ga dosa kan kalo pede?"
"Ya engga, tapi ga gitu juga."
"Pede itu bagian dari bersyukur." Diyo lagi-lagi menerbitkan senyumnya bangga dengan perkataan yang baru saja ia lontarkan.
Yora hanya bisa terkekeh, sepertinya Diyo sedang dalam suasana hati yang baik hari ini. Itu bagus untuk dirinya, tapi sedikit meresahkan.
"Bukannya biasanya kamu naik motor?" tanya Yora yang masih heran mengapa lelaki ini tiba-tiba berjalan kaki ke kampus.
"Iya, motornya lagi istirahat."
"Oohh..." Yora mangut-mangut.
"Ternyata enakan jalan kaki daripada pake motor."
"Masa sih?"
Diyo mengangguk. "Mengurangi polusi udara."
Yora tertawa. "Sejak kapan kamu peduli polusi?"
"Sejak hari ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Walk in Destiny ✓
Random[squel Smart or Genius] Takdir memiliki garisnya masing-masing, yang dapat melengkung kapan saja. Ia milik Tuhan, manusia hanya perlu untuk menerima dan menjalaninya