[THIRTY EIGHT]

95 23 1
                                    

Happy Reading ❤️

***

"Kita terlambat."


Dua kata yang keluar dari sang dokter membuat semua orang kebingungan.

"Penyakitnya bukan penyakit yang sepele dan harus segera ditangani, tapi keterlambatan pengobatan membuat sel sel darahnya semakin kehilangan fungsi awal. Setelah dicek pasien mengalami infeksi bakteri dan terjadi pendarahan di dalam. Fungsi darah dan sum-sum tulang belakang juga kian memburuk sebelum terjadinya infeksi, hal itu yang menyebabkan pasien tidak tertolong."

Deg!!

Jantung bunda serasa akan copot ketika dokter mengatakan "tidak tertolong". Apa artinya Rey tidak bisa diselamatkan? Apa maksudnya? Bagaimana kondisi anaknya saat ini?

"Dok, tolong diperjelas, anak saya bagaimana?" ujar bunda lirih.

Sang dokter melirik arloji pada pergelangan tangannya. "Anak ibu sudah meninggal pada pukul 12.05 barusan."

Kaki bunda seketika lemas. Ia tidak menyangka akan kehilangan anaknya hari ini. Perasaannya menjadi campur aduk, ada sesuatu yang membuat sesak di dadanya. Pikirannya menjadi kalut seketika, tangisnya pecah begitu saja. Rey adalah satu-satunya harapan yang bunda punya, tapi harus pergi dari genggamannya malam ini. Rasa sesak di dada bunda Rey semakin meningkat ketika ia mulai tidak menerima kenyataan bahwa anaknya telah pergi. Pijakan bunda terasa lemas sebelum kakinya benar-benar terjatuh di atas lantai dan kesadarannya hilang.

"Bunda!" Doni dan Dira yang berada di sebelah bunda segera menangkap tubuh bunda yang tiba-tiba pingsan.

"Suster tolong bantu ibu pasien!" perintah dokter kepada para suster yang sedang mengurus jasad Rey di dalam. Beberapa dari mereka keluar dan membantu membawa bunda ke ruang pemeriksaan.

"Dir, ikutin bunda," ujar Doni.

"Tapi Rey--," Dira melirik ruangan Rey yang sedikit terbuka. Ia masih syok mendengar kabar duka secara langsung malam ini. Dira tidak bisa membendung air matanya, tapi ia harus menjaga bunda Rey untuk Rey.

Meski keberatan meninggalkan jasad Rey di dalam, Dira tetap menyusul para suster dan dokter yang membawa bunda ke ruang pemeriksaan.

Doni hendak masuk untuk mengecek jasad Rey di dalam, tapi langkahnya berhenti ketika tidak sengaja melihat Diyo berjalan pelan mendekati ruangan Rey. Apa Diyo mendengar penuturan dokter barusan?

"Kalian kapan sampai?" tanya Doni.

Diyo menghiraukan pertanyaan itu dan segera masuk ke dalam ruangan. Doni beralih kepada Yora yang menunjukkan ekspresi kosong di wajahnya. Sepertinya mereka sudah mendengar penjelasan dokter.

"Ra? Diyo dengar semuanya?"

Yora menoleh dan mengangguk pelan. Doni menghela napas dan mengusap wajahnya. Diyo pasti sangat terpukul mendengarnya secara langsung seperti itu. Tidak jauh berbeda dengan reaksi bunda.

"Bantu tenangin Diyo, Ra."

Yora mengangguk dan menyusul Diyo ke dalam. Diyo hanya diam di depan ranjang Rey dan membiarkan para suster melepaskan beberapa alat yang masih terpasang di tubuh Rey. Setelah semuanya terlepas para suster itu hendak menarik ranjang Rey keluar untuk dipindahkan ke ruangan jenazah.

Walk in Destiny ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang