Happy reading 💚
---
Ceklek....
Pintu terbuka.
Dua orang cewek masuk bersamaan. Audira menuntun Yora untuk menemui seseorang yang bernama Rey.
Dia di sana, duduk sembari mengotak-atik laptop dengan tenang tanpa terusik suara pintu ketika mereka membukanya tadi.l
"Lihat, dia yang namanya Rey. " Dira menunjuk seorang cowok tersebut.
Merasa terpanggil, Rey hanya menaikkan sebelah alisnya tanpa melirik orang yang menyebut namanya. Ia tau orang itu adalah Audira.
"Sudah ketemu?" tanyanya, masih fokus dengan laptopnya.
"Be-belum. Tapi aku bawa orang yang aku titipin mapnya."
Rey menoleh.
Bukan, bukan orang itu yang Yora temui dengan almamaternya saat itu.
Dira menatap Yora lekat, ia berharap tidak ada kesalahan yang dikerjakan Yora. "Kamu ngasih ke dia kan? "
Yora menggeleng pelan. Perasaan takut dan bersalah mulai muncul, meski sebenarnya ini bukan pure kesalahan dia, tapi tetap saja tatapan yang cowok itu berikan membuatnya takut. Bukankah cowok itu adalah orang yang melarang Audira menghukum Yora pada saat hari pertama ospek? Jadi, ternyata orang ini adalah ketua panitia ospek.
Audira mengusap wajahnya, ia berdecak sembari terlihat frustasi. Bagaimana tidak? Dokumennya hilang, filenya juga sudah dihapus baru saja.
"Kalau bukan ke dia, kamu kasih ke siapa dong? " Tanya Audira makin stress.
"Aku kasih ke orang yang make almamater dengan nama yang kakak kasih tau," jawab Yora.
Rey mengalihkan pandangannya kembali ke laptop, sejak tadi ia hanya diam dan memperhatikan kedua orang di depannya. Memang dirinya sedang berada dalam ruang rapat panitia ini, tapi pikirannya berkelana kemana-mana. Bercampur aduk, semuanya kacau di dalam pikirannya.
Ia tidak tahu siapa gadis itu dan apa yang sudah ia lakukan, dan apa maksudnya memberikan map penting itu ke orang yang menggunakan almamaternya. Bahkan sampai saat ini, Rey tidak tahu dimana almamater itu dan masih belum berada di tangannya. Ia juga lupa menitipkan almamater itu kepada siapa saat ospek.
"Rey, kamu ngasih almamater kamu ke siapa waktu ospek hari terakhir? " tanya Audira.
Rey hanya diam. Memikirkan nasib proposal yang ia kerjakan selama seminggu lebih dengan menguras banyak otak dan juga waktunya. Acara semakin dekat, tapi proposalnya malah hilang.
"Rey? " panggil Dira lagi.
"Ga tau! Udahlah, proposalnya udah hilang juga. "
Audira terdiam. Dia melirik Yora yang juga memilih diam. "Kenapa kamu ga nyoba cari tau orang yang kamu sangka Rey itu? "
Yora menautkan alisnya, bagaimana bisa nenek lampir itu seenaknya menyuruh dirinya seperti itu? Dikira mencari orang di kampus ini mudah apa? Yora juga tidak terlalu ingat wajahnya.
"Tapi kan-"
"Udah lah, kamu ga usah nyusahin orang lagi. Dia anak baru bukan? Kamu mau nyuruh dia keliling nyari orang yang gak dikenal di kampus ini lagi? " potong Rey.
KAMU SEDANG MEMBACA
Walk in Destiny ✓
Random[squel Smart or Genius] Takdir memiliki garisnya masing-masing, yang dapat melengkung kapan saja. Ia milik Tuhan, manusia hanya perlu untuk menerima dan menjalaninya