[TWENTY SEVEN]

105 30 7
                                    

Happy Reading


"Kenapa sih di kelas kita ada orang-orang kaya mereka?"

"Bener, annoying banget tau."

Yora menghela napas. Bagaimana dia bisa menjelaskan bahwa itu semua hanyalah salah paham?? Yora menutup matanya pelan sembari berharap bahwa masalah ini cepat selesai dan ia bisa lepas dari fitnah-fitnah itu. Anggap saja Yora meminta keberuntungan, jika bisa ia ingin meminta agar seseorang bisa menyelamatkan dirinya dari masalah ini.

"Kelas kalian ga ada dosen?"

Suasana kelas seketika menjadi hening saat mendengar pertanyaan dari seseorang yang berdiri di depan pintu kelas mereka yang terbuka. Suara ricuh yang tadinya masih membahas Yora dan Caca menjadi senyap digantikan keheranan mereka yang bertanya-tanya siapa orang yang menggunakan almamater khusus himpunan itu.

Yora terlihat kaget ketika menyadari siapa yang berdiri di depan pintu kelasnya. Orang itu masuk diikuti temannya dan berdiri di depan kelas. Semuanya memilih duduk di tempat mereka masing-masing dan yang tersisa di depan hanyalah kelompok yang tadinya akan presentasi bersama dua orang yang baru saja masuk ke kelas mereka.

"Wah ricuh banget ni kelas, ga tau apa kelas sebelah sedang ulangan?" ujar Doni mencoba terlihat sangar kepada para juniornya.

Beberapa dari mereka menunduk merasa bersalah telah membuat keributan karena membahas masalah Yora.

Yora masih terlihat kebingungan kenapa Diyo dan Doni sekarang berada di kelasnya. Kenapa sangat kebetulan?

"Kita tadi nyimak pembahasan yang buat kalian ribut banget." Diyo melirik Doni yang mengangguk menyetujuinya.

"Pembahasannya menarik banget ternyata. Kebetulan kalian lagi bahas temen saya yang juga jadi ketua hima dan ini wakilnya." Diyo menunjuk Doni.

Doni menautkan kedua alisnya. "Lo wakilnya," bisik lelaki itu.

Diyo tidak membalas bisikan Doni, dia merangkul bahu lelaki itu. "Don, gimana perasaan lo kalo junior kita jelekin seniornya sendiri yang juga jadi ketua lo?"

"Kok--"

"Padahal, dalam setahun terakhir dia banyak banget berjasa sama jurusan kita." Diyo berdecak. Dia meremas bahu Doni melampiaskan kekesalannya. "Dia sampai sakit loh sekarang karena kecapekan ngurusin rapat hima."

Doni mengangguk kuat ketika mengingat Rey yang tiba-tiba pingsan di ruang rapat mereka. "Saya sangat jengkel melihat orang-orang yang menjelekkan ketua hima kita hanya karena gosip yang tidak jelas. Kalian tuh ga tau apa-apa tentang masalah ini," ujar Doni terlihat sangat tegas.

Diyo tersenyum puas. Dia melirik Yora yang berdiri di sebelahnya. Yora juga sedang memandangnya dengan tatapan kebingungan.

"Kalian tau? Persiapan kalian sebelum kuliah itu Rey yang siapin. Dia nyiapin semuanya mulai dari ospek, penyambutan mahasiswa baru, pkkmb, semuanya. Sampai dia begadang tiap malam untuk mengecek kelancaran acara. Belum lagi tugas kita makin banyak sebagai mahasiswa. Sekarang kalian lebih percaya sama hoax yang disebarkan orang yang berusaha menebar kebencian untuk Rey daripada percaya sama ketua hima kalian sendiri? Kalian seharusnya mikir, udah jadi mahasiswa kan?" Diyo menjeda ucapannya.

"Masalah sore itu, kalian ga tau apa-apa kaya kata wakil hima."

Doni menahan senyumnya ketika ia dituduh menjadi wakil himpunan mahasiswa padahal Diyo sendiri yang menduduki posisi itu.

"Kalian sadar waktu itu sedang hujan dan petir? Kalian tau ga Rey punya trauma sama suara petir? Ga kan. Dia cuma panik waktu itu dan mencoba menenangkan Rey yang ketakutan." Diyo menunjuk Yora.

Walk in Destiny ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang