[THIRTY SEVEN]

93 22 6
                                    

Happy Reading ❤️

***

Suasana sore ini sangat dingin, langit juga tidak melihatkan kecerahannya. Seperti alam ikut berduka dengan apa yang terjadi kepada Ziko. Semilir angin menemani para pelayat yang sedang membacakan doa di depan makam Ziko. Tepat di sebelah kenan batu nisan, ada sang ibu yang terlihat sangat sedih dengan kepergian anak semata wayangnya, keluarga satu-satunya yang ia miliki. Di sampingnya ada Diyo yang masih berusaha menguatkan ibu Ziko meski dirinya sendiri juga masih belum bisa mengikhlaskan kepergian temannya yang baru saja ia temui setelah beberapa tahun.

Setelah pembacaan doa selesai, makam yang masih basah itu mulai ditinggalkan para pelayat satu persatu. Ibu Ziko berdiri dari duduknya dan menatap Diyo yang ikut berdiri bersamanya.

"Makasih ya nak udah jadi teman yang baik buat Ziko, makasih udah nemenin dia di saat-saat terakhirnya. InsyaAllah ibu sudah ikhlas dengan kepergian Ziko karena emang takdirnya begini." Wanita itu tersenyum ke arah Diyo. Diyo mengangguk dan membalas senyuman itu.

"Ibu duluan ya," ujarnya pamit kepada Diyo dan Yora yang masih tersisa di sana.

"Hati-hati bu, mau Diyo antar?"

Ibunya Ziko tersenyum. "Jangan, ga usah, ibu bisa sendiri nak."

Setelah itu wanita paruh baya tersebut meninggalkan pekarangan tempat pemakaman umum karena hari mulai gelap.

Diyo masih belum menyangka kehilangan sosok teman sejak kecilnya secepat ini. Entah bagaimana ia harus mengikhlaskan kepergian Ziko, Diyo masih belum menerimanya.

"Diyo, udah mau malam." Yora menepuk pundak Diyo.

"Bentar lagi Ra," balas lelaki itu.

Yora paham perasaan Diyo. Ia menatap lurus makam Ziko yang ada di depannya. Yora yakin orang baik seperti Ziko akan mendapatkan tempat istimewa di atas sana.

"Apa orang yang mau meninggal tau kalau mereka bakalan pergi?" tanya Diyo tiba-tiba.

Yora menoleh bingung. "Maksud kamu?"

"Gue udah curiga waktu Ziko bilang makasih ke kita, seolah dia mau pergi. Ternyata dia beneran pergi ninggalin kita."

"Aku ga tau," balas Yora.

Diyo mengusap nisan Ziko. "Tenang di sana ya, lo orang baik."

"Kamu harus ikhlas Diyo."

Diyo menunduk sejenak sebelum menatap makam itu lagi. "Bakal gue usahain," jawabnya.

"Aku tau kamu bakalan bisa nerima keadaan, walaupun awalnya terasa sulit banget."

Diyo melirik Yora di sebelahnya. "Menurut lo gitu?"

Yora mengangguk sembari tersenyum. "Kamu harus usaha, Ziko ga bakal suka kalau kamu sedih terus karena kepergian dia."

Perkataan Yora benar. Diyo tidak boleh terpuruk terlalu lama karena kepergian Ziko. Meski kini Ziko tidak ada lagi, Diyo bersyukur pernah dipertemukan dengannya.

"Ayo pulang," ajak Diyo.

Yora mengangguk.

Mereka berdua bergegas untuk kembali karena hari semakin gelap dan juga mendung, perjalanan dari pemakaman juga cukup jauh dan memakan waktu beberapa jam jika menaiki kendaraan umum.

Walk in Destiny ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang