Happy reading
---
Hari ini Rey sudah kembali efektif di organisasi setelah izin beberapa hari ke anggotanya untuk istirahat hingga ia pulih. Kini dia sedang menghadiri rapat bulanan bersama teman-teman himpunannya yang lain. Rapat sudah berlalu selama setengah jam yang lalu dan kini sudah hampir selesai tinggal penutupan.
"Yo, gue mau ke kamar mandi bentar," bisik Rey saat para anggota rapat diberikan istirahat sejenak sebelum penutupan.
Diyo yang berdiri di sebelah Rey menjadi wakil ketua himpunan pun mengangguk. Ia akan mengondisikan ruang rapat selama Rey pergi ke kamar mandi. Setelah itu Rey beranjak untuk keluar ruang rapat.
Sepuluh menit kemudian Rey belum juga kembali ke ruang rapat. Mereka sedang menunggu ketua himpunan untuk memberikan penutupan rapat hari ini. Diyo mengecek jam pada pergelangan tangannya, mereka sudah molor waktu. Seharusnya rapat ini sudah selesai.
"Baik, kayanya kahim kita ada urusan. Saya ambil alih saja. Sekian untuk rapat hari ini, para ketua divisi mohon ditingkatkan lagi kinerjanya dan tolong ayomi para anggotanya untuk aktif di organisasi karena ini juga buat himpunan jurusan kita. Kalian boleh bubar, terima kasih atas partisipasinya."
Sesuai arahan, mereka semua bubar meninggalkan ruang rapat secara bergantian. Diyo juga keluar dari ruangan itu dan menyusul Rey ke kamar mandi, ia heran kenapa temannya itu sangat lama dan belum kembali hingga saat ini.
"Rey!" panggil Diyo ketika memasuki kamar mandi laki-laki itu.
Diyo menemukan Rey yang sedang berdiri di depan wastafel dan sedang membelakangi dirinya.
"Rey lo ngapain?" Diyo mendekat dan berdiri di depan Rey.
Lelaki itu langsung berbalik untuk menghindari Diyo, ia memegangi hidungnya yang terasa perih. Diyo merasa heran dengan sikap Rey. Kenapa temannya menghindari dirinya?
"Kenapa sih?" Diyo menarik lengan Rey agar lelaki itu menghadapi dirinya.
Wajah Diyo tampak terkejut ketika menemukan telapak tangan Rey yang sudah berlumur darah yang turun dari hidungnya. Lelaki itu tampak pucat dan lemas. Sontak Diyo merasa khawatir terhadap Rey, ternyata sahabatnya itu belum sepenuhnya pulih.
"Lo mimisan lagi? Ikut gue!" Diyo menarik tangan Rey.
Tangan itu disentak oleh Rey. Ia tidak mengikuti ucapan Diyo, Rey memeriksa hidungnya di cermin yang ada di depan wastafel. Sepertinya keadaannya benar-benar parah karena darahnya tidak ada tanda-tanda untuk berhenti mengalir. Apa mimisan bisa sampai separah ini? pikir Rey.
"Apa hasil tes lo?"
Rey mengangkat kepalanya mencoba mendongakkan hidungnya agar berhenti mengeluarkan darah yang kental itu.
"Rey jawab gue!"
Diyo semakin frustasi ketika Rey hanya diam saat ditanya tentang hasil tes yang belum diberitahukan kepadanya itu. Dari ekspresi wajah Rey, sepertinya hasilnya buruk.
"Rey?"
Rey masih diam menatap dirinya di depan cermin.
"Gue mengidap kanker darah."
Jawaban Rey setelah diam cukup lama membuat Diyo tercenung. Ternyata penyakit Rey bukanlah sekedar penyakit biasa, pantas saja ia sering kelelahan dan mimisan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Walk in Destiny ✓
Random[squel Smart or Genius] Takdir memiliki garisnya masing-masing, yang dapat melengkung kapan saja. Ia milik Tuhan, manusia hanya perlu untuk menerima dan menjalaninya