Happy Reading
---
Rey melipat kembali kertas itu dan menaruhnya ke tempat semula. Dia membuka ponselnya dan mencari kontak sang bunda. Rey menghela napas panjang sebelum memberikan kabar tentang kondisinya.
"Halo Rey?"
"Bun.."
"Iya nak? Mau pulang ya? Cuma semalam nginepnya?"
Rey menutup matanya pelan, ia masih meyakinkan diri untuk memberitahu bundanya.
"Bun, Rey dirawat."
Tidak terdengar suara apa pun di seberang sana, bunda hanya diam selama beberapa saat.
"Bun?"
"Astaghfirullah Rey! Kenapa sampe bisa dirawat? Kumaha atuh?!"
"Rey gapapa kok, bentar lagi juga udah dibolehin pulang. Bunda ga usah khawatir ya."
"Ga khawatir gimana?? Kamu kenapa? Ijinnya nginep, terus tiba-tiba kabarnya dirawat?"
"Nanti kalau udah pulang Rey ceritain ya."
"Kapan kamu pulang?"
"Besok Rey pulang."
"Astaghfirullah bisa-bisa nya bunda baru tau, bunda ke situ ya, kamu butuh apa?"
"Engga bun, ga usah. Ini tinggal ngurus surat pulangnya aja. Bunda tunggu di rumah ya."
"Ntar kalo belum boleh pulang gimana? Kamu sakit apa atuh?"
"Udah boleh kok, cuma tiba-tiba pingsan aja."
"Astaghfirullah Rey.. badan kamu masih lemes abis sakit kenapa dipaksain keluar."
"Iya bun, maaf."
"Kalau besok kamu belum pulang, bunda yang ke situ."
"Iya bun, besok pulang kok janji."
"Bener ya?"
"Iya benar," jawab Rey sembari mengetuk-ngetuk ponsel yang sedang di dekapkan di telinganya menggunakan telunjuk.
"Ya udah, keadaan kamu gimana? Pusing?"
"Udah sembuh kok. Ga ngerasain apa-apa lagi."
"Bener?"
"Bener bundaaaa," balas Rey meyakinkan bundanya.
"Jangan bohong Rey."
"Engga, udah ya bun, ntar Rey kabarin lagi."
"Ya udah."
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Reaksi bunda persis seperti dugaan Rey. Meski sudah memberitahu bahwa dirinya sedang dirawat, Rey masih belum siap memberitahu sang bunda bahwa dirinya mengidap kanker darah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Walk in Destiny ✓
Random[squel Smart or Genius] Takdir memiliki garisnya masing-masing, yang dapat melengkung kapan saja. Ia milik Tuhan, manusia hanya perlu untuk menerima dan menjalaninya