Happy reading💚
---
Alunan musik tahun 90-an mengalun dengan volume rendah di dalam rumah minimalis milik bunda Rey. Bundanya memang suka sekali musik klasik, sembari membereskan rumah ia menikmati alunan-alunan melodi tersebut.
"Selesai, tinggal masak," ujarnya sambil memamerkan senyum manis.
Bunda meletakan sapunya dan berjalan ke arah dapur, namun saat melewati kamar anaknya, ia menjadi ingat sesuatu.
"Ya ampun laptop Diyo kan masih bunda sita, gimana tugas Rey!" Bunda menepuk pelan jidatnya.
Wanita itu kini beralih mengambil laptop tersebut dan bergegas menghantarkannya ke kampus.
---
"Yoraaaa!!!"
Gadis pemilik nama itu menoleh ke asal suara ketika mendengar suara cempreng yang memanggilnya. Ternyata adalah Caca teman sekelasnya.
"Hei, kenapa teriak-teriak sih?" tanya Yora sambil terkekeh, padahal jarak mereka dekat tapi gadis itu memanggilnya seakan-akan mereka sedang bersebrangan jalan.
"Ih, dari tadi tuh aku manggil kamu, baru sekarang nolehnya," ujarnya kesal.
"Iyakah? Maaf deh hahaha."
"Iya, mana panas banget lagi, kenapa harus ada kelas jam segini, ck." Caca mengibaskan buku yang ia gandeng sedari tadi.
"Baru jam sepuluh juga, masih pagi."
"Iya tapi terik banget, tumben."
"Kita masuk sekarang?" Tanya Yora.
"Eum masih lama, kita ke sana dulu aja ngademin badan." Caca menunjuk tempat makan di depan kampus mereka.
"Mau ngapain ke sana? Di kelas kan juga adem."
"Aku belum sarapan dari tadi pagi, ga mau temanin?" Caca memasang wajah cemberut.
Yora terkekeh pelan. "Yaudah iya, ayo."
"Nah gitu dong," ujar Caca girang.
Untuk mencapai tempat tersebut mereka harus menyebrangi jalan kecil yang memisahkan tempat itu dan kampus. Memang jalannya kecil tetapi kendaraan yang lewat cukup padat sehingga mereka harus berhati-hati jika tidak ingin sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.
Ketika telah sampai sebrang jalan, Yora melihat seorang wanita yang sedang celingukan kanan kiri. Sepertinya ia ingin menyebrang namun kendaraan yang berlalu lalang tak kunjung sepi.
"Kamu duluan aja Ca," ucap Yora meminta Caca masuk duluan.
"Kenapa? Mau ke mana?"
"Aku mau nolongin ibu itu." Yora menunjuk orang yang ia maksud.
"Oohh, hati-hati ya. Nanti dia pasti bilang gini, ya ampun nak kamu anak yang baik, makasih ya. Terus dia ngelus kepala kamu gini..." Caca menepuk-nepuk kepala Yora sembari mempraktikkan.
"Apaan sih Ca." Yora menjauhkan tangan gadis itu.
Caca terkekeh pelan. "Jangan lama-lama, bahaya kalau aku sendirian ntar kalau ada yang nyulik gimana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Walk in Destiny ✓
Random[squel Smart or Genius] Takdir memiliki garisnya masing-masing, yang dapat melengkung kapan saja. Ia milik Tuhan, manusia hanya perlu untuk menerima dan menjalaninya