Happy Reading
---
Suasana canggung yang terjadi dalam beberapa saat akhirnya pecah ketika pandangan Yora dan Rey beradu satu sama lain. Rey menjadi sedikit kikuk, ia menggaruk kepalanya pelan meski tidak gatal.
"Mau masuk?" tanya Rey.
Yora hanya mengangguk sembari menyunggingkan senyum tipis.
Akhirnya mereka berdua memutuskan untuk bermain di dalam setelah membeli dua tiket masuk. Pada awalnya Rey dan Yora masih saling diam, entah apa penyebab atmosfer canggung yang tercipta di antara keduanya. Padahal sebelumnya saat mereka bertemu bahkan berbicara bersama tidak terasa secanggung ini. Apa karena Diyo yang tiba-tiba pergi meninggalkan mereka berdua? Entahlah.
"Kamu suka pasar malam?" tanya Rey berbasa-basi.
Yora mengangguk. "Suka banget."
"Beneran? Sesuka itu?" Rey kembali bertanya ketika melihat ekspresi antusias pada wajah Yora.
Ekspresi antusias bagai anak kecil yang dipancarkan oleh Yora tidak berkurang sama sekali. Ia menatap Rey dengan mata yang terlihat berbinar.
"Dulu aku sering ke sini bareng mama dan kakak. Biasanya kalau kita dapat nilai bagus mama bakalan bawa ke sini sebagai hadiah, dan kalau nilainya sempurna kita bakalan dibebasin main selama mungkin." Wajah gadis itu terlihat berseri ketika menceritakan keluarganya.
Rey terkekeh mendengar cara Yora bercerita, seperti anak usia 5 tahun yang sangat bersemangat.
"Paling suka main apa?"
Yora diam sejenak untuk menanggapi pertanyaan Rey. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru pasar malam untuk mencari permainan yang paling sering ia mainkan dulu bersama kakak perempuannya.
"Yang itu tuh," ujar Yora sembari menunjuk permainan yang sedang ramai dinaikan oleh para anak-anak.
"Bianglala?"
Yora mengangguk. "Sebenarnya aku mau cobain yang lain, tapi kak Ara takut sama ketinggian. Dia cuma berani naik bianglala karena lajunya pelan. Jadi kita ga pernah naik yang lain."
"Kenapa ga naik sendiri?"
"Ga dibolehin mama, mama bilang kita harus berdua kemana-mana biar ga terpisah."
Rey mengangguk paham.
"Kak Rey pernah naik bianglala?" Gantian Yora yang bertanya.
Rey mengangguk.
"Sering?"
Kali ini Rey menggeleng. "Cuma sekali."
"Loh? Kenapa cuma sekali? Ga seru ya?"
Lagi-lagi Rey menggelengkan kepalanya. "Bukan ga seru, seru banget malah walaupun cuma bisa naik sekali."
"Terus kenapa ga naik lagi?"
Manik Rey menatap lurus bianglala yang ada di depannya. "Karena rasanya ga sama lagi. Apalagi kalau naik sendiri."
"Mungkin saya bisa mengulang naik bianglala kapan aja, tapi kenangan naik bianglala pertama kali itu ga bakalan bisa terulang." Rey menatap Yora yang ada di sebelahnya.
"Karena orang yang menemani saya naik bianglala udah pergi dengan kenangannya," lanjutnya.
Yora mulai mengerti maksud Rey. Perasaan yang Rey rasakan sama dengan dirinya. Ketika kita melakukan sesuatu bersama seseorang yang meninggalkan jejak kenangan bersama kepergiannya, akan susah untuk mengulang kenangan itu sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Walk in Destiny ✓
Random[squel Smart or Genius] Takdir memiliki garisnya masing-masing, yang dapat melengkung kapan saja. Ia milik Tuhan, manusia hanya perlu untuk menerima dan menjalaninya