Drei und Dreißig - Nightmare

2.3K 206 13
                                    

Part ini menguras emosi jadi sabar oke?

Jangan pelit2 tinggalin jejak, apalagi wahai para SILENT READERS😌

Happy reading❤️

🌼🌼🌼


Taksi yang di naiki Liora dan Papanya berhenti di suatu tempat. 

Hans keluar terlebih dulu lalu di susul Liora.

Saat Liora mengamati tempat asing itu, Liora menatap Papanya.

"Kita di mana, Pa?"

"Papa ada janji sama temen,"

"Siapa?"

"Sssttt. Kamu diam dulu, Papa mau nelpon!"

Liora memilih menuruti Papanya.

Matanya menatap sekeliling.

Tempat aneh itu sangat ramai dan banyak orang yang keluar masuk dengan memakai pakain yang minim. Ada juga yang keluar dengan sempoyongan.

Ia jadi takut, tempat macam apa ini?

Kenapa Papanya membawanya ke tempat seperti ini? Batin Liora.

"Halo, saya sudah di depan," ujar Hans pada lawan bicaranya. "Tenang saja dia ikut. Oke saya akan segera ke sana." Sambungnya dan memutuskan telepon sepihak.

Dengan kasar Hans menarik pergelengan tangan putrinya memasuki tempat asing itu. Tak sengaja mata Liora menangkap papan nama tempat aneh di depan pintu masuk.

Ravelino Club.

Mata Liora melebar saat membaca tulisan itu.

Club?

Otak Liora langsung tertuju pada suatu tempat hiburan yang biasanya di kunjungi anak-anak muda dan orang dewasa mencari kesenangan.

"Pa, aku nggak mau masuk! Biarin aku pergi!" Liora berontak, ia mencoba melepaskan tarikan Hans yang sangat kuat.

Papanya tidak peduli, ia terus menyeret paksa putrinya masuk lebih dalam.

Hal yang pertama kali Liora tangkap saat masuk ke tempat hiburan itu adalah, bising. Tempat ini sangat bising. Belum lagi bau alkohol menyengat indra penciumannya saat tak sengaja seorang pria menabrak bahunya. Pria itu mabuk. Bisa di lihat dengan caranya berjalan sempoyongan dan bau alkohol saat mengucapkan maaf pada Liora dan Papanya.

"Papa kita pergi aja dari sini! Aku nggak mau ke tempat kayak gini!" Lagi Liora berontak tapi kekuatan Hans lebih besar dibanding dirinya.

"Kamu diam! Ikutin apa kata Papa!" Teriak Hans agar  putrinya itu mendengarnya, karena suara musik yang berdentum sangat keras membuat orang-orang yang berbicara harus berteriak.

Kepala gadis itu pusing mendengar musik yang terlalu bising itu.

"Pokoknya nanti diam aja, nggak usah banyak ngomong."

"Kenapa?"

"Ck! Turutin apa yang Papa bilang! Apa susahnya sih?!"

Liora hanya bisa mengangguk.

Tapi perasaannya sejak di perjalanan tadi tidak enak. Seperti akan terjadi sesuatu padanya.

Tuhan, lindungi aku dan Papa. Batinnya sembari memutup mata sebentar dan kembali mengikuti langkah Hans yang tetap memengang pergelangan putrinya agar tak lepas darinya. Mereka mencoba menerobos orang-orang yang sibuk dengan kegiatan masing-masing.

ElvanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang