08

466 113 56
                                    

Nyatanya Haechan benar-benar merajuk berat dengan sang ayah. Pagi ini saat Taeyong berniat membangunkan sang putra, Haechan dengan abai melewati ayahnya yang berdiri di depan pintu kamarnya. Di ruang makan pun begitu, saat Taeyong baru saja hendak bertanya anaknya mau sarapan apa, Haechan dengan cepat berucap, aku makan roti saja. Saat Taeyong ingin bertanya apa Haechan ingin diantar atau tidak, jawaban aku dijemput Jeno, sudah mengudara terlebih dahulu.

Taeyong bingung, meskipun ia mengerti bahwa ini memang salahnya.

Kemarin sore, kurang lebih satu jam setelah ia menghubungi anaknya untuk makan bersama, ia mendapat panggilan untuk segera pergi ke Blue House, yang sontak saja membuatnya bingung, maka dari itu ia bergegas pergi kesana, lupa memberi kabar terbaru pada Haechan.

Pulangnya pun cukup larut, ia merutuki kecerobohannya yang lupa mengisi  daya ponsel. Yakin betul kalau Haechan pasti akan merajuk padanya. Sampai di rumah, ia mendapati anaknya sudah tertidur pulas, hilang sudah kesempatan untuk meminta maaf.

Suara klakson mobil terdengar dari luar, Haechan segera merapikan tasnya dan memasang sepatu, meninggalkan Taeyong yang  tersenyum miris karena diabaikan oleh putra tersayang.

"Aku sogok pakai apa, ya?" Gumamnya.

Haechan membuka gerbang dan kembali menutupnya, membuka pintu mobil dan duduk di kursi penumpang.

"Tumben gak diantar om Tae?"

"Lagi ngambek."

"Siapa?"

"Ya akulah, kemarin bilangnya mau makan malam bareng, eh orangnya malah ilang sampe tengah malam."

Jeno terkekeh, memutar mobil dan berangkat menuju sekolah.

"Namanya juga orang sibuk."

"Nyenyenye."

Selama perjalanan keduanya memilih diam, menikmati radio pagi. Haechan berpikir sambil menatap keluar jendela, reflek menggigit kuku-kukunya.

"Sedang memikirkan berita dari Yangyang kemarin?"

Haechan menoleh, memberi tatapan bertanya.

"Kebiasaanmu menggigit jari saat berpikir, jadi?"

Haechan mengangguk, "Aku punya firasat yang sama dengan Yangyang, kemungkinan itu teror, dan pasti akan akan ada target lain setelah pak Heechul."

Jeno mengangguk, mengerti dengan maksud Haechan, keduanya kembali diam sebelum akhirnya suara ponsel Haechan terdengar, panggilan dari Yangyang.

"Halo?"

"Chan!"

"Kenapa, Yang?"

"Pak Heechul masuk rumah sakit!"

Jeno mendadak mengerem mobil, membuat kepala Haechan hampir saja terantuk dashboard, ia menatap Jeno dengan tajam.

"Aku denger dari pak Taeil kalau pak Heechul masuk rumah sakit, katanya baru aja tadi pagi waktu mau berangkat ada yang nyenggol motornya sampe pak Heechul jatoh. Kayaknya luka ringan aja, sih"

"Kirimin aku alamat rumah sakitnya sekarang, aku sama Jeno kesana."

"Bolos dong kita, Chan?"

Haechan mendelik, "Kamu milih ikut bolos, apa aku aja kesana naik bus?"

Jeno menghela napas, menyalakan kembali mesin mobil dan balik berputar. Tidak sampai hati membiarkan sahabatnya ini pergi sendirian, khawatir juga sih.

"Penyerangan, kasus terornya naik tingkat jadi penyerangan. Ku duga, targetnya guru-guru sekolah kita."

Jeno mengernyitkan alisnya, "Kenapa?"

Rentetan Cerita [Lee Haechan ft. Kim Doyoung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang