Pagi itu kedua tungkainya melangkah pelan memasuki halaman rumah yang sudah lama ia tinggalkan, menyentuh sedikit rerumputan yang sudah begitu panjang, setelahnya ia berhenti, tepat di depan pintu kayu yang terlihat sudah begitu tua.
Digapainya gagang pintu tersebut, menurunkannya ke bawah dan terkejut dalam diam saat pintu terbuka. Bertanya-tanya apakah ada orang lain yang masuk ke dalam rumahnya itu.
Kedua kakinya terus ia langkahkan, dan kedua tangannya bergerak mengibas asal hanya untuk menghindari debu yang beterbangan. Hingga sampai ia di ruang keluarga, ia menemukan dua orang sedang duduk di sofa tua yang tertutupi kain putih.
Seruan kagetnya membuat dua orang itu menoleh, lalu tersenyum ringan padanya.
"Letjen Byun? Laksamana Kim? Sedang apa kalian di sini?"
"Oh? Aku tidak menyangka kau tahu perihal kenaikan pangkat kami, Na."
"Saya mengetahuinya."
Byun Baekhyun mendengus geli, bangkit dari duduknya sambil membawa dua buah berkas di tangan kanannya, di belakang sana Kim Minseok asik duduk sambil meneguk cola kalengnya.
"Kemarin seorang detektif swasta ditemukan tewas," ujar Baekhyun, menyodorkan dua berkas itu pada Yuta.
"Saya tidak menangani kasus tersebut, jadi saya tidak tau," balasnya.
"Yakin tidak ingin menanganinya? Tanggal lahir dan tanggal tewasnya persis seperti temanmu yang seorang detektif, lho, siapa namanya? Gongmyung?"
Yuta terdiam, menatap Baekhyun dengan tatapan lurus sementara pria yang ia tatap tersenyum miring padanya. Setelahnya dengan tergesa-gesa diambilnya berkas-bekas itu, dibukanya dan dibacanya dengan terburu-buru.
"Kejadian di bandara, tidakkah itu juga mengingatkanmu pada gadis jurnalis itu? Yang tewas akibat ledakan bom." Minseok mendadak ikut bersuara, memanasi keadaan.
"Jadi maksud kalian dua kasus itu sengaja dibuat semirip mungkin dengan tewasnya teman-temanku?"
Baekhyun mengangkat bahu, berjalan menjauh.
"Entah? Siapa tahu? Tapi, tidakkah kau berpikir berarti ada sesuatu yang belum selesai di sini?"
"Maksud Anda?"
"Kasus militer, Na. Kasus yang sudah menewaskan ayahmu dan dua temanmu."
"Saya tidak mengerti maksud Anda."
Kali ini Bekhyun tertawa renyah, disambut dengusan geli dari Minseok.
"Kau yakin? Atau kau hanya menolak untuk mengerti? Satu-satunya hal yang kau tahu dari temanmu adalah bahwa ayahmu tewas dibunuh, kau dimanfaatkan dan akhirnya dua temanmu juga turut tewas saat menyelidiki kasus ayahmu."
Yuta masih berdiri di tempat yang sama, mengiringi Baekhyun dengan tatapannya.
"Tapi jika ayahmu tewas dibunuh, bukankah itu artinya bukan beliau yang menyebabkan terjadinya kasus militer? Kalau begitu apa? Dan kenapa justru ayahmu yang dijadikan kambing hitam?"
"Apakah kau hanya akan diam, Na?"
Kedua manik Yuta berkilat tajam, hal yang sebenarnya ia hindari untuk ia pikirkan justru diungkit, membuat sebuah dendam muncul tanpa sebab di hatinya.
"Memangnya apa yang bisa saya lakukan setelah semua itu? Saya bahkan dengan pengecutnya bersembunyi di kepolisian."
Minseok tersenyum tipis, menatap Yuta dengan tatapan bersahabat.
"Jum Manshik yang kau takuti tidak lagi berkuasa, Jung Yunho, seniormu yang jiwa keadilannya tinggi itu yang menggantikan, kau tidak perlu begitu takut lagi padanya, pria itu kini hanya jadi seorang pria tua yang sedang menikmati masa pensiun," ujar Minseok menjelaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rentetan Cerita [Lee Haechan ft. Kim Doyoung]
FanfictionHaechan tidak mengerti kenapa wali kelasnya, pak Doyoung begitu tidak menyukai fakta bahwa ia adalah seorang detektif, maka dari itu ia memutuskan untuk menyelidiki riwayat hidup Doyoung, dan menemukan bahwa ternyata alasannya tidak sesederhana itu.