Doyoung menguap bosan, menatap sebentar jam tangan yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Dirinya bosan, dua hari terakhir di Jepang memang dikosongkan, sengaja agar anak-anak murid bisa bebas melakukan apa yang mereka inginkan selama sedang liburan.
Sebenarnya para guru juga diberi kebebasan, hanya saja Doyoung bingung hendak ke mana, ia sudah pernah beberapa kali bertamasya ke Jepang, dan kota besar yang jadi destinasi trip sekolah ini sudah khatam ia kelilingi. Karena itulah Doyoung berakhir bermalas-malasan di kamarnya sambil menggonta-ganti channel tv yang isi tayangannya tidak ia mengerti.
Setelahnya pintu geser kamarnya dibuka perlahan, menampilkan seonggok kepala yang masuk mengintip ke dalam ruangan, membuat dua pasang manik berbeda warna itu kini saling tatap satu sama lain.
"Ada apa, Haechan?"
Yang ditanya tak membalas, hanya mengedipkan matanya beberapa kali sebelum akhirnya menatap Doyoung dengan kedua mata yang disipitkan, mengundang kernyitan heran dari Doyoung.
"Haechan, saya bertanya, loh."
"Mau izin keluar." Haechan akhirnya bersuara, namun nada malasnya membuat Doyoung menghela napas mencoba sabar.
"Mau ke mana?"
Haechan menaikkan bahu, sejujurnya ia sendiri tidak tahu juga hendak ke mana, bosan di penginapan karena teman-temannya sudah izin pergi lebih dahulu meninggalkannya yang tadi asik berlabuh di dunia mimpi.
"Mungkin jalan-jalan aja," ujarnya kemudian, lelah dengan tampang Doyoung yang membuatnya sedikit kesal.
"Kalau begitu saya ikut."
"Hah?"
Doyoung bangkit dari posisinya, mematikan tv dan merapikan pakaian serta mengambil jaket yang tergeletak di dekat futon miliknya.
"Dih, ngapain ikut-ikut." Haechan berujar tidak terima, niat hati ingin jalan-jalan sendiri menikmati kota.
"Nanti kalau kamu tersesat, saya yang repot," balas Doyoung, sudah siap dengan jaketnya.
Dalam hati Haechan menggerutu, tapi malas juga ingin beradu mulut lebih lama, alhasil ia pasrah-pasrah saja berjalan lebih dahulu dengan Doyoung yang mengiringi di belakang.
Keduanya hanya diam, masih di posisi di mana Haechan berjalan lebih dulu, Doyoung menatap punggung muridnya itu, bertanya-tanya apakah Haechan benar-benar menyelidiki kasus itu atau tidak.
Doyoung termenung, berpikir bagaimana caranya Haechan menyelidiki kasus yang sudah lalu tanpa adanya satupun orang yang bisa ia tanyai. Tak sepertinya yang bisa bertanya beberapa hal pada Yuta, muridnya itu benar-benar harus menyelidiki semuanya sendiri dari awal.
Jika memang Haechan bisa menyelidiki semuanya seorang diri, Doyoung sepertinya benar-benar harus memberi pujian dalam diam pada muridnya itu.
Sejujurnya, dalam hati Doyoung ingin meminta bantuan pada Haechan, kemampuan berpikir, analisa dan menarik kesimpulan yang dimiliki pemuda itu benar-benar luar biasa, dilihat dari seberapa banyak kasus yang bisa ia selesaikan.
Iya.
Doyoung sebenarnya diam-diam mengikuti perkembangan kasus yang Haechan bilang ia tangani.
Tapi masalahnya adalah apakah Doyoung sampai hati sepenuhnya melibatkan muridnya itu ke dalam kasus yang menewaskan kakaknya?
Jawabannya, tidak. Doyoung tidak sampai hati melakukan itu. Tepatnya, amat sangat tidak bisa melakukan itu.
Haechan memang anak yang nakal di sekolah, berbuat usil dan melakukan hal-hal tidak jelas bersama dan pada teman-temannya. Namun tak bisa dipungkiri, anak itu adalah salah satu yang membawa keceriaan di sekolah, kebisingan dan hal-hal aneh yang ia lakukan selalu sukses membuat siapapun yang melihatnya tertawa terbahak-bahak. Tak heran temannya banyak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rentetan Cerita [Lee Haechan ft. Kim Doyoung]
FanfictionHaechan tidak mengerti kenapa wali kelasnya, pak Doyoung begitu tidak menyukai fakta bahwa ia adalah seorang detektif, maka dari itu ia memutuskan untuk menyelidiki riwayat hidup Doyoung, dan menemukan bahwa ternyata alasannya tidak sesederhana itu.