Satu-satunya yang bisa Haechan lakukan hari itu adalah sekolah. Terima kasih pada Doyoung yang ternyata masih menjalankan tanggung jawabnya sebagai seorang guru yang disiplin. Pagi-pagi sekali, pria itu sudah menjemputnya di kediamannya, menekan bel berkali-kali dan berakhir berdebat dengan ayahnya di depan gerbang rumah.
Ia mengerang kesal, sarapannya terganggu karena keributan di depan gerbang rumahnya, ia sudah menduga sebenarnya, jadi segera setelah selesai sarapan, ia langsung mengenakan seragamnya dan pergi menghampiri Doyoung yang sebentar lagi akan main fisik dengan ayahnya.
"Aku berangkat, pa," pamitnya.
"Haechan yakin mau sekolah? Sedang ada kasus penting, kan?" Haechan mengangguk, entah mengiyakan yang mana.
Ia melambaikan tangannya pada Taeyong, membuka pintu mobil Doyoung dan masuk ke dalamnya. Dilihatnya wali kelasnya itu menjulurkan lidahnya pada ayahnya, ia terkekeh menyaksikan hal itu. Entah kenapa kedua pria itu seakan bermusuhan, Haechan tidak mengerti.
"Ada perkembangan dari kak John?" Doyoung bertanya saat keduanya sudah sepertiga perjalanan, Haechan menggeleng, Johnny belum menghubunginya sama sekali pagi itu.
"Ini membuatku gugup, apa kau selalu merasa seperti ini setiap kali menangani kasus?" Haechan menoleh, menatap bingung Doyoung, "aku tidak mengerti maksudnya apa, ketimbang gugup mungkin lebih tepatnya cemas, kadang aku merasa cemas."
Doyoung mengangguk, ia juga sedikit merasa cemas, takut kalau mereka gagal melindungi orang yang akan menjadi korban ketiga.
"Kita lihat besok, kalau tidak ditemukan apa-apa, itu artinya kita berhasil. Tinggal menangkap pelakunya." Haechan tak menanggapi ucapan Doyoung, perasaannya tak nyaman, entah apa yang akan terjadi ke depannya pada kasus itu.
Sesampainya di sekolah, Haechan langsung pergi menuju kelasnya tanpa pamit kepada Doyoung terlebih dulu, membuat pria itu mendengus kesal. Doyoung mengambil tas jinjingnya yang berisi laptop, menutup pintu mobil dan melangkah santai menuju ruang guru. Beberapa murid yang melewatinya menyapa, ia balas menyapa singkat. Membungkuk singkat pada guru senior yang ia lewati.
"Selamat pagi, Doyoung, selesai cutinya?" Taeil menyapa, ia tertawa nyengir, menaruh tasnya di atas meja.
"Kau membantu Haechan menyelidiki kasus pembunuhan itu, ya?"
"Iya, kak," Doyoung mengangguk, menggeser kursinya mendekati Taeil.
"Kudengar ia masuk rumah sakit beberapa saat lalu, apa ada sesuatu yang terjadi?"
"Kak Taeil ingat kasus penembakan di pesta pernikahan putri menteri pertahanan?"
Taeil mengangguk.
"Haechan juga ada di sana, ia menyelamatkan target pelaku dan berakhir tertembak."
"Dan langsung ikut menyelidiki kasus yang sedang ramai itu?" Doyoung mengangguk. "Ia baik-baik saja, kan? Tak baik memaksakan diri begitu, aku tahu ia seorang detektif, tapi bukan berarti ia harus selalu turun tangan di setiap kasus, kan?" Diam-diam Doyoung setuju, meski ia tak menanggapi ucapan Taeil.
"Aku ingin bertanya mengenai perkembangan kasus, tapi sepertinya itu rahasia dapur." Doyoung terkekeh, menggeser kursinya kembali ke tempatnya sendiri.
Bel masuk berbunyi, Doyoung segera bersiap, mengambil buku mengajarnya dan pergi meninggalkan kantor.
Baru saja ia ingin membuka pintu kelas, handphonenya berbunyi, ia berhenti melangkah, tak jadi membuka pintu. Ada beberapa pesan masuk, dari nomor Yuta. Doyoung mengerutkan keningnya, Yuta mengirim sebuah foto, foto sebuah selongsong peluru, dan sebuah nama yang sepertinya merupakan nama sebuah sniper.
Ia mengetikkan balasan, bertanya apa maksud Yuta mengirim pesan itu. Tapi bahkan hingga kelas pagi hari itu selesai, Yuta sama sekali tak membalas pesannya. Doyoung resah, memutuskan untuk menelpon pria itu.
Dering pertama, dering kedua, dering terakhir, panggilannya tak diangkat. Doyoung terheran-heran, teringat kalau ia sama sekali belum melihat Yuta, terakhir mereka bertemu di rumah sakit, saat Haechan dioperasi. Yuta diminta mengikuti seorang pria yang entahlah siapa itu.
"Pria itu bukan orang jahat, kan?" Ia berdoa dalam hati, semoga Yuta tak kenapa-napa, selalu baik-baik saja, dan tak berakhir seperti kakaknya. Ia was-was kalau-kalau penyelidikannya dan Yuta diketahui oleh pelaku kasus militer.
Tapi penyelidikanku buntu!!! Doyoung mengerang, mengabaikan tatapan heran siswa-siswi yang melewatinya. Ia lalu kembali menatap handphone, melihat lebih jeli gambar selongsong peluru itu, mendapati ada ukiran HK di pinggirnya. Tak begitu jelas, tapi masih bisa dilihat.
Cukup lama ia terdiam di pinggir koridor, bel masuk kembali berbunyi. Kali ini ia akan mengajar di kelas Haechan. Dengan segera ia langkahkan kakinya menuju kelas pemuda itu, teringat pr matematika yang harus segera ia tagih.
"Ayolah, pak, saya baru sembuh!" Itu alibi Haechan. Saat dirinya terhenti di samping meja pemuda itu, menadahkan tangan, meminta si anak murid menyerahkan buku prnya.
Doyoung menatap Haechan dengan tatapan datar. Urusan detektif dan asisten itu di luar ranah pendidikan. Di sekolah, mereka tetap guru dan murid, dan anak itu harus patuh pada dirinya yang seorang guru.
"Bapak tahu saya baru keluar dari rumah sakit, ayolah, beri saya keringanan." Haechan memelas, diangguki oleh teman-temannya yang sepertinya bersimpati padanya. Doyoung menghela napas, menurunkan tangannya.
"Kumpulkan prmu besok pagi, tidak ada keringanan lagi selain ini," ujarnya singkat, melanjutkan langkah ke meja murid-murid lain, mengambil buku pr matematika mereka.
Haechan bersungut-sungut, dan Doyoung telah memulai pelajaran dengan meminta murid-muridnya untuk membaca catatan materi sebelumnya, karena ia akan mengadakan kuis singkat. Ia sendiri duduk dan sibuk memeriksa hasil pekerjaan rumah muridnya.
Tunggu- Doyoung mengangkat wajahnya, menatap Haechan yang merebahkan kepalanya di atas meja. Peluru dan sniper? Handphone yang ia letakkan di kantung celana segera ia ambil, melihat kembali gambar yang dikirimkan oleh Yuta.
Ini jenis sniper yang digunakan si penembak? HK? Kak Yuta memintaku menyelidikinya?
Pojok penulis
Udah setahun aja nih cerita hiatus wkwkwkw
KAMU SEDANG MEMBACA
Rentetan Cerita [Lee Haechan ft. Kim Doyoung]
FanfictionHaechan tidak mengerti kenapa wali kelasnya, pak Doyoung begitu tidak menyukai fakta bahwa ia adalah seorang detektif, maka dari itu ia memutuskan untuk menyelidiki riwayat hidup Doyoung, dan menemukan bahwa ternyata alasannya tidak sesederhana itu.