30

402 86 32
                                    

"Lee Sooman?"

Yuta mengerjapkan matanya berkali-kali, kaget sekaligus bingung dengan sosok yang kini sedang duduk di atas kursi tunggu di wilayah khusus rumah sakit, menatapnya dengan senyum ramah.

Dilihatnya Jung Yunho yang turut duduk di kursi seberang, mengajaknya untuk duduk di samping. Yuta menurut, duduk di samping Yunho, berhadapan langsung dengan sosok detektif yang sudah cukup lama tidak ia lihat.

"Bagaimana kabarmu, Na Yuta?

Yuta mengangguk kaku, menjawab singkat karena terlalu gugup.

"Santai saja, Yuta," ujar Sooman ringan, terkekeh pelan melihat respon Yuta yang begitu kaku.

Yunho di samping menepuk pundaknya, meminta agar menatap dirinya, lalu bersuara, menjelaskan sesuatu dengan ringkas dan jelas. Yuta termenung, heran luar biasa dengan apa yang baru saja ia dengar.

"Perlindungan saksi?"

Ia berniat menolak, janjinya pada diri sendiri membuatnya berniat begitu, tapi Sooman membujuknya, menceritakan kisah sebenar dari kasus militer yang membuatnya tak lagi mampu berucap barang sepatah katapun.

Menemukan kebenaran dari tewasnya ayahnya, kebenaran dari apa yang jadi penyebab kekacauan militer saat itu, Yuta termenung.

"Meskipun menurutku itu semua masih belum selesai."

"Maksud Anda?"

"Pelakunya, kurasa tidak hanya sampai pada mereka, mungkin masih ada yang terlibat."

Yuta mengerutkan keningnya, "jika saya menyetujui program tersebut, itu artinya status saya akan seperti Anda?"

Sooman mengangguk, "kau tidak lagi bisa ikut campur, kita hanya bisa diam dan menonton."

"Tapi saya sudah berjanji pada diri saya sendiri untuk membongkar kebenarannya."

"Haechan," Sooman tersenyum simpul. "Harapan kita kini hanya padanya dan adik Gongmyung. Aku yakin mereka bisa menyelesaikannya."

"Anda berkata begitu? Setelah apa yang baru saja terjadi pada cucu Anda?"

"Anak itu tidak akan berhenti hanya karena kejadian malam ini, aku yakin betul ia malah akan lebih beringas dalam penyelidikannya." Sooman bangkit dari duduknya, menepuk pelan pundak kiri Yuta. "Jadi, terimalah program itu, dan biarkan mereka berdua yang menyelesaikan sisanya."

*

Dalam tidurnya Haechan bermimpi, cukup buruk karena mimpinya berisi dirinya yang tewas dalam sebuah penyelidikan, tertembak tepat di kepala dan hal terakhir yang ia lihat adalah Doyoung yang berteriak histeris menyebut namanya sembari berlari mendekat. Setelahnya ia terbangun, mengedip pelan beberapa kali guna menyesuaikan cahaya yang bisa retinanya tangkap. Dinding putih dan jendela yang terbuka adalah hal pertama yang ia lihat.

Hal kedua yang ia lihat adalah Doyoung yang tertidur di sisi kiri ranjang, duduk di kursi dan sebagian tubuh yang ia taruh di ranjang, berbantalkan kedua lengan untuk kepalanya. Haechan termangu sejenak, meraih kesadaran lebih banyak.

Setelahnya ia coba gerakkan jemarinya, menyentuh helai rambut Doyoung yang bisa ia raih, bertanya-tanya dalam hati kenapa bisa wali kelasnya itu tertidur di ruang inapnya, padahal jelas saat malam kejadian itu, Doyoung sama sekali tidak ada sangkut pautnya.

Haechan mencoba bergerak, berniat duduk, tapi nyeri langsung terasa di seluruh tubuhnya, membuatnya reflek bersuara lemah yang ternyata malah membangunkan Doyoung. Maniknya beradu dengan manik kembar Doyoung untuk beberapa detik sebelum wali kelasnya itu terkesiap, mendadak berdiri dan memencet tombol di dekat nakas dengan niat memanggil dokter.

Rentetan Cerita [Lee Haechan ft. Kim Doyoung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang