06

567 118 97
                                    

Haechan menghela napas lelah, memainkan bunga palsu yang awalnya ada di atas meja ruang guru. Ia menatap sekitar, memerhatikan betapa sunyinya ruang guru saat jam pelajaran sedang berlangsung.

Setelah teriakan pak Doyoung tadi, Haechan diseret menuju ruang guru, melambai pada pak Taeil yang hanya terkekeh pelan melihat pak Doyoung dan Haechan. Dan disinilah Haechan sekarang, duduk kebosanan karena pak Doyoung pergi tak tahu kemana dan masih belum kembali.

Haechan jadi ngantuk, sofa di ruang guru dan hembusan angin AC benar-benar membuatnya mengantuk, ditambah lagi ia kelelahan sehabis berkelahi dan kekenyangan sehabis memakan cemilan pemberian pak Taeil.

Baru saja Haechan berniat merebahkan diri, pintu ruangan dibuka, menampilkan pak Doyoung datang dengan beberapa map di tangan kanannya. Haechan abai, meneruskan niatnya yaitu rebahan di atas sofa.

Doyoung mendengus kesal, sudah begitu biasa dengan segala tingkah Haechan yang kurang ajar dengannya, lantas guru satu itu memilih duduk di sofa tunggal di depan sofa panjang tempat Haechan berbaring.

"Jadi, kenapa kamu bolos?"

Haechan meregangkan badannya, menatap malas ke arah Doyoung, "Saya malas ikut pelajarannya pak Heechul."

"Terus kamu pergi berantem?"

Haechan memutar mata malas, guru satu ini sebelas dua belas saja dengan pak Heechul, senang sekali berperasangka buruk dengannya.

"Saya bolos mau beli cemilan di kedai yang baru buka, ketemu preman lagi malak ibu-ibu, ya saya tolongin."

"Sok banget kamu jadi pahlawan."

"Serah bapak, kapan memang saya benar di mata bapak."

Doyoung diam, entah tersinggung atau apa.

"Bapak cuman gak mau kamu kenapa-napa, coba lihat, sekarang kamu luka-luka."

"Terus maksudnya saya harus biarin ibu-ibu itu dipalak?"

"Kamu bisa minta bantuan, Chan."

"Lama, keburu tuh ibu-ibu bolong kali perutnya."

Doyoung menghela napas, tidak tahu ingin membalas apa, ia memang akan selalu kalah jika beradu argumen dengan anak muridnya yang satu itu. Ia hanya menatap sang murid yang nampaknya sudah setengah terlelap dengan mulut sedikit terbuka.

Lalu berdehem pelan, sedikit merasa lucu dengan ekspresi tidur Haechan, akhirnya Doyoung memilih untuk mengutak-atik ponsel, menyempatkan diri memotret wajah tidur anak muridnya itu dan mengabaikan fakta bahwa seharusnya ia ada jam mengajar saat itu.

Sekitar setengah jam lebih kemudian, pintu terbuka cukup kasar, Doyoung bahkan sampai terlonjak kaget karenanya, Haechan juga terbangun.

"Haechanie?"

Keduanya menoleh, mendapati pria paruh baya datang dengan napas terengah-engah dengan pakaian rapi lengkap.

"Papa?"

"Kamu gak papa?"

Haechan bingung, ia baru saja terbangun tiba-tiba dan melihat ayahnya di hadapan. Ini dia sedang ngigau apa gimana?

"Ekhem, duduk dulu, pak."

"Oh, iya, terima kasih." Lantas Taeyong duduk di samping Haechan, mengelus surai sang anak dengan lembut, membuat Haechan memilih untuk merebahkan kepalanya di pangkuan sang ayah.

Jujur Doyoung cukup gemas dengan sikap manja Haechan pada ayahnya.

"Saya memanggil bapak kesini ingin membahas perihal anak bapak."

Rentetan Cerita [Lee Haechan ft. Kim Doyoung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang