Haechan menggaruk-garuk belakang kepalanya bingung, menatap linglung orang-orang yang tengah berdansa di tengah ruangan. Kepalanya mendadak terasa kosong akibat menguping dua tamu pria yang tadi bergosip di toilet. Mendadak terasa sulit untuk mencocokkan deduksi miliknya dengan informasi yang belum valid tersebut.
Ia lalu melangkah mendekati Yuta yang juga berjalan mendekatinya, melirik kedua orang tuanya yang sedang ikut berdansa.
"Om Yuta juga diundang?"
"Bisa dibilang."
Ia hanya bergumam asal dengan pandangan lurus ke arah depan.
Seorang pelayan lalu datang, membawa sebotol sampanye dan dua gelas jus, menawarkan minuman itu pada Haechan dan Yuta. Haechan mengambil segelas jus, mengucap terima kasih pada pelayan itu, sedangkan Yuta yang memang memegang sebuah gelas kosong yang sepertinya ia dapat dari meja di belakang, meminta untuk diisikan dengan sampanye.
Setelahnya pelayan itu pergi, menyisakan keduanya dalam hiruk pikuk pesta. Haechan menghabiskan jusnya dengan rakus, lalu menoleh pada Yuta yang hendak meminum sampanyenya, dan Haechan menangkap sesuatu yang aneh di sana.
"Tunggu."
Bibir gelas itu sudah bersentuhan dengan bibir Yuta saat Haechan mendadak menghentikannya, merebut paksa gelas berisi sampanye itu. Memperhatikan dengan seksama gelas tersebut.
"Kenapa, sih?"
Bukannya menjawab, Haechan malah menumpahkan isi gelas itu ke atas bunga yang sengaja ditaruh di setiap meja. Orang-orang menatap heran perbuatan Haechan, bahkan membuat beberapa pelayan datang menghampiri dan bersiap memarahinya. Tapi apa yang terjadi pada bunga itu mendiamkan semua orang, termasuk Yuta. Kelopak bunga tersebut berubah warna menjadi keruh, dan tak lama kemudian perlahan berubah menjadi serpihan.
"Racun?"
Haechan mengangguk, "kayaknya ada racun yang dilumuri di gelasnya, warnanya terlihat aneh saat kena cahaya," jelasnya, menatap Yuta yang sepertinya masih sedikit terkejut.
"You okay, om?"
Yuta mengangguk, dalam hati terkejut kalau ia benar-benar ditargetkan.
Baru saja Haechan ingin kembali bersuara, sebuah suara bising terdengar, dinding kaca yang membatasi ruangan dengan balkon mendadak pecah disusul pekikan keras dari orang-orang. Dengan segera Haechan dan Yuta menoleh, mendapati Taeyong tampaknya sedang mencoba menenangkan kakek Jum yang terduduk kesakitan.
"Pa?"
"Ada yang menembaknya," ujarnya segera, mengambil kain dari tangan salah seorang pelayan dan mengikatnya di lengan kakek Jum.
Mendengar ujaran ayahnya, Haechan menoleh pada dinding kaca yang sudah pecah itu, lalu menatap peluru yang tertancap di lantai.
"Ia menembakkan dua peluru sekaligus," ucap Yuta. Haechan memindahkan pandangannya dari peluru tersebut menuju luar, memperhitungkan kemiringan peluru itu ditembakkan.
"Kau bisa memperhitungkannya?" Yuta bertanya ragu, sudah melangkah menjauh dengan niat mencari si penembak.
"Mall di sana," balasnya, menunjuk sebuah mall yang jaraknya cukup jauh dari gedung pesta.
"Aku akan ke sana."
"Aku ikut."
"Haechan!"
Taeyong menatap putranya dengan tajam, jelas melarang niat anak semata wayangnya. Tapi, Haechan abai, menarik Yuta yang sepertinya juga menolak.
"Cepat atau kita kehilangan jejaknya!" Haechan berseru tegas, lelah dengan orang-orang dewasa yang senang sekali melarangnya ini itu saat dalam penyelidikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rentetan Cerita [Lee Haechan ft. Kim Doyoung]
FanfictionHaechan tidak mengerti kenapa wali kelasnya, pak Doyoung begitu tidak menyukai fakta bahwa ia adalah seorang detektif, maka dari itu ia memutuskan untuk menyelidiki riwayat hidup Doyoung, dan menemukan bahwa ternyata alasannya tidak sesederhana itu.