Johnny mengerutkan keningnya bingung saat mendapati Haechan dan Doyoung sedang berpelukan di kamar mandi, menggaruk belakang kepalanya namun enggan bersuara. Ia hanya diam tak jauh dari pintu kamar mandi, menonton dua orang di dalam sana tengah berpelukan.
Sejujurnya Johnny mengerti alasan kenapa Haechan begitu, sehebat apapun seorang Lee Haechan, pemuda itu masihlah SMA, masih seorang anak di bawah umur yang jelas saja akan merasa trauma jika mengalami hal seburuk itu.
Seorang anak yang harusnya bisa ia selamatkan justru dilecehkan dan dibunuh tepat di depan matanya sendiri, dan fakta bahwa ia tak bisa melempar pelaku ke dalam jeruji besi memperburuk rasa bersalahnya.
Tak lama Haechan mengangkat wajahnya, merah sekali jelas karena ia baru saja menangis kencang, tapi saat matanya beradu tatap dengan Johnny, pemuda itu lekas batuk beberapa kali sambil melepas pelukan Doyoung.
Ia segera merapikan jaket yang membungkus pakaian rumah sakitnya sambil mengalihkan wajah ke arah lain. Johnny mengerti, anak itu malu karena tertangkap basah sedang menangis.
Doyoung masih dengan empatinya, mengelus lembut surai pemuda itu.
"Haechan, ingin kembali ke tkp?"
Awalnya Haechan mengangguk, bahkan sudah melangkahkan kaki keluar dari kamar mandi diikuti Doyoung. Tapi setelah membaca pesan yang masuk entah dari siapa, pemuda itu menghela napas.
"Om, kita kembali ke rumah sakit dulu aja, ya."
Oh. Johnny terkekeh ringan setelahnya, Taeyong toh.
*
Haechan menatap malas ayahnya yang sedang berwajah kesal padanya, memilih untuk sibuk dengan handphone dan obrolan bersama teman-temannya ketimbang peduli dengan ayahnya. Dliriknya sekilas Taeyong, lalu sibuk dengan handphone di tangan.
"Handphone teruuussss, papa kayak transparan aja di sini," Taeyong berujar sebal.
Haechan mengangkat wajahnya, menoleh ke sana ke mari bak sedang mencari sesuatu.
"Loh? Perasaan tadi aku denger ada suara, mana asalnya, ya?"
Ia bahkan menjadikan jari-jarinya sebagai teropong untuk menghayati aktingnya, membuat Taeyong mendengus geli dan mencubit gemas pipi kanan putranya.
"AAAAAAAA!!! Pa! Jangan dicubit!"
"Habis papa tuh gemes tahu!"
Taeyong kembali duduk, menatap lucu Haechan yang sedang mengelus pipinya sambil mengomel kesakitan. Setelahnya ia menatap serius putranya yang memberi tatapan heran padanya.
"Papa mau ngomongin hal yang kamu minta ke papa," ujarnya, disambut anggukan oleh Haechan.
"Tentang tragedi bandara waktu lalu, kasusnya ditutup, begitupula dengan korban pembunuhan yang kamu temuin di toilet,"
Haechan termenung, berpikir bahwa apa yang digumamkan oleh kak Baekhyun waktu itu malah terjadi, dan seingatnya, pria itu juga menyebutkan secara tidak langsung kalau kasus Han Ara juga ditutup begitu saja.
"Lalu mengenai detektif swasta, memang benar, sekitar seminggu lebih yang lalu seorang detektif swasta ditemukan tewas akibat tusukan pisau."
"Itu artinya tewasnya ketiga orang itu benar-benar direka ulang?"
"Tiga?"
Haechan mengangguk, "ayahnya om Yuta, beliau juga pasti sudah tewas."
"Na Bonhwa, ya," Taeyong menyandarkan pundaknya pada sandaran kursi, "sebenarnya beliau dilaporkan telah mengkhianati negara karena telah melakukan pengkhianatan dan menimbulkan perselisihan, beliau lalu bunuh diri di rumahnya dengan menembak kepalanya sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rentetan Cerita [Lee Haechan ft. Kim Doyoung]
FanfictionHaechan tidak mengerti kenapa wali kelasnya, pak Doyoung begitu tidak menyukai fakta bahwa ia adalah seorang detektif, maka dari itu ia memutuskan untuk menyelidiki riwayat hidup Doyoung, dan menemukan bahwa ternyata alasannya tidak sesederhana itu.