36

423 80 12
                                    

Ada banyak hal yang mengganjal di kepala Haechan, pola pembunuhan, angka dan jumlah yang ada di tubuh korban, angka lima dan delapan yang muncul secara kebetulan dua kali, kaitan antara korban, dan kemungkinan pekerjaan pelaku.

Ia memang punya kemungkinan mengenai pekerjaan pelaku, tapi karena tak ada bukti valid yang bisa mendukung hipotesanya, ia tak bisa bergantung pada dua kemungkinan itu. Lalu jika pola pembunuhan itu tetap pada polanya, besok pembunuhan ketiga akan terjadi, dan lusa kemudian baru jasad korban ditemukan. Itu kalau mereka gagal melindungi korban ketiga.

Haechan menghela napas, menatap ayahnya yang tengah sibuk membuat makan malam.

"Mama sudah kembali ke Amerika?"

Taeyong menoleh, mengangguk kikuk. Putranya itu pasti kesal karena sang ibu selalu pergi untuk urusan pekerjaan ke Amerika. Tapi kali ini Haechan hanya diam, malas menanggapi kesibukan ibunya.

"Kasus yang kemarin?"

Ia mengangguk, berdiri dari kursi dan berjalan membuka kulkas. Mengambil kotak susu dan menuangkannya ke cangkir.

"Tak ingin dihangatkan dulu?"

"Tidak," balasnya singkat.

"Sedang apa?"

"Melakukan profiling terhadap pelaku."

Taeyong tergelak, "kau bukan profiler, Haechan."

Ia menoleh, menatap sebal ayahnya, "aku bercanda, tapi separuhnya benar, sedang menganalisa pelaku."

Taeyong meletakkan makanan yang sudah ia masak di atas meja makan, satu persatu lalu melepas apronnya, duduk di hadapan sang anak.

"Sudah menetapkan tersangka?"

Haechan menggeleng, "aku punya beberapa kemungkinan, tapi belum untuk detail siapa tersangkanya." ia menjawab sambil membereskan berkas dan kertas coretannya, menaruhnya di atas kursi makan lain.

"Mungkin aku akan minta bantuan om Henry."

"Siapa itu?"

"Teman om John, dari kepolisian juga, ia beberapa kali pernah membantuku." Taeyong mengangguk, menyuap makan malamnya.

Makan malam berlangsung dengan cepat, Taeyong bilang ia punya beberapa pekerjaan yang harus segera diselesaikan, meminta Haechan untuk mencuci piring sebelum kembali ke kamar. Haechan patuh, membereskan piring bekas makan, dan menaruhnya di tempat cuci piring. Menyalakan keran dan bersiap untuk mencuci.

"Ah, Haechan,"

Ia menoleh, "Kenapa, pa?"

Sejenak Taeyong terdiam, ragu bersuara. "Kau kenal Byun Baekhyun?"

Ia mengangguk, "kami saling kenal di bandara, lalu bertemu lagi di pesta kemarin. Kenapa, pa?"

"Ia bilang ingin bertemu lagi denganmu." Haechan menaikkan alis bingung, tapi ia pikir itu ide bagus. Baekhyun cukup membuatnya merasa bingung. Tak sekali pria itu menggiringnya menuju kasus yang berkaitan dengan kakaknya Doyoung.

Pria itu pasti tahu sesuatu, entah apa alasannya menggiringku masuk ke dalam kasus itu. Ia bertanya-tanya dalam kepalanya. Mengangguk pada Taeyong, berucap baiklah, mungkin ia akan menghampiriku tiba-tiba nanti, pada ayahnya, berbalik badan dan memulai kegiatan mencuci piring di malam hari.

*

Byun Baekhyun secara kebetulan sedang bersin saat Haechan dan Taeyong membicarakannya. Mengelap ingusnya dengan sapu tangan yang lalu ia lemparkan begitu saja ke mesin cuci. Ia beranjak dari duduknya, mematikan komputer dan menghempaskan diri ke atas kasur sprei berwarna cerah.

Pikirannya berlabuh ke malam pesta, saat semua kalang kabut karena insiden penembakan, dan putra Taeyong yang berakhir dilarikan ke rumah sakit. Malam itu, ia bertemu Lee Sooman, terdiam, tak menyangka akan kehadiran pria tua itu. Detektif yang sudah pensiun itu memintanya bersaksi di depan Na Yuta, memberi kepastian kalau ayah dari pria itu benar hanya dikambing hitamkan, bukan pelaku sebenarnya.

Jung Yunho yang berhadir di sana memintanya mundur dari militer, menjauh sebelum ia terlibat kekacauan yang mungkin akan terjadi apabila kasus itu benar-benar berhasil diungkapkan. Akan ada banyak catatan kejahatan yang tersebar di masyarakat, dan Ketua Intel itu berkata ia harus pergi sebelum dilibatkan secara paksa.

Ia tak menolak, tak pula menyetujuinya, ia punya rencana yang kurang lebih sama, meski harus menjerumuskan putra Taeyong lebih dalam pada kasus itu. Tapi sang kakek menyetujuinya, toh katanya Haechan memang berniat mengungkap kasus itu. Masih ada satu hal yang belum ia dan detektif tua itu ketahui, dalangnya, otak dari segala yang sudah terjadi.

Yuta bertanya padanya, apa alasannya menjerumuskan Haechan ke dalam kasus itu. Ia melakukan pembelaan. Sejak awal ia sebenarnya hanya menarik Haechan lebih dalam, pemuda itu sudah masuk ke dalam kasus karena kakinya sendiri.

"Dan kenapa kau menariknya lebih jauh? Menggiringnya secara tidak langsung?"

Ia memilih untuk tak menjawab, tak ada hak bagi Yuta untuk mengetahuinya. Toh kakek dari si pemuda tahu alasannya. Ia hanya ingin balas budi pada pemuda itu, dan ini satu-satunya hal yang bisa ia lakukan sebelum akhirnya pergi dari kota bersama adiknya yang saat ini masih terbaring tak sadarkan diri di rumah sakit.

Ah. Adiknya.

Baekhyun lalu beranjak turun dari kasurnya, ini sudah malam, tapi ia memilih untuk tetap melakukan panggilan ke rumah sakit.

"Saya Byun Baekhyun."

"Ah, pak Byun, ingin menanyakan keadaan pak Oh?"

"Iya, sudah lama saya tidak mengunjunginya."

Perawat di seberang sana tertawa ringan, ia juga tertawa ringan, mereka berdua memang cukup akrab karena sering berbincang di rumah sakit.

"Keadaan pak Oh tetap sama, pak Byun," ujar perawat itu kemudian, Baekhyun menghela napas. "Masih tidak ada tanda-tanda ia akan sadarkan diri?"

Perawat itu hening sejenak, mungkin turut merasa sedih, sejauh yang ia tahu, perawat itu sudah lama bekerja di rumah sakit itu, usianya juga cukup tua, baekhyun sendiri diam-diam menganggap perawat itu sebagai seorang bibi karena beliau sudah lama merawat adiknya.

"Tidak ada, pak Byun." Baekhyun menghela napas berat, ia sudah tahu jawabannya, tapi mendengarnya tetap membuat dirinya resah dan kecewa. Setelahnya ia mematikan panggilan itu, menjatuhkan diri di sofa panjang, mengusap wajahnya dengan kasar.

Hingga hari ini ia marah, marah sekali pada mereka yang menyebabkan adiknya begitu. Tapi ia tak ingin egois, tak ingin berambisi dan tak ingin balas dendam. Tindakannya bisa saja menyeret adiknya ke bahaya yang lebih jauh, satu-satunya yang ia inginkan sekarang adalah adiknya sadar dan baik-baik saja.

Ia akan bertemu Haechan beberapa hari lagi, mengingat publik sedang digemparkan dengan kasus pembunuhan berantai, pemuda detektif itu pasti sedang sibuk menanganinya.

Baekhyun menghela napas, mengerti bahwa tak baik membuat Haechan bingung dengan segala tindakannya. Maka dari itu, ia akan mengatakannya, alasan dibalik tindakannya pada pemuda itu.

 Maka dari itu, ia akan mengatakannya, alasan dibalik tindakannya pada pemuda itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pojok Penulis

Hutang budi apatuh si Baekhyun ke Haechan👀

Rentetan Cerita [Lee Haechan ft. Kim Doyoung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang