33

334 75 44
                                    

Hari kedua Haechan sadarkan diri, Taeyong masih bersikeras melarangnya pergi menyelidiki TKP, dan ia bisa apa selain duduk patuh pada papanya. Maka dari itu sekarang Haechan sibuk mengomel sendiri dengan Johnny dan Doyoung di ruang inapnya, berdiskusi mengenai kelanjutan penyelidikan kasus tersebut oleh kepolisian.

Haechan menghela napas sambil meletakkan berkas kasus itu di atas nakas, "ini hari keempat setelah pembunuhan kedua, kalau itu polanya, seharusnya dua hari lagi pembunuhan ketiga terjadi."

Johnny diam mendengarkan, menonton dua lelaki yang lebih muda darinya itu sibuk dengan dunia mereka sendiri.

Doyoung masih menyibukkan diri dengan teka-tekinya dan Haechan yang mengeluh bosan memutuskan untuk membaca isi berkas itu dengan suara nyaring.

"Korban pertama bernama Yeong Il Bae, seorang penulis yang sudah banyak menebitkan buku. Lahir di Seoul pada 1 Januari 1982, dan ya blablabla aku malas meneruskannya." Johnny terkekeh. "Lanjut, korban kedua dibunuh enam hari setelah korban pertama, bernama Geum Janhwa, seorang florist di sebuah toko bunga di pinggir jalan, lahir di Seoul juga, 3 Februari 1992, oh ia seumuran dengan pak Chanyeol.

"Geum Janhwa tewas akibat pukulan benda tumpul di kepalanya, di tubuhnya pelaku membentuk gambar bunga dan menggunakan kawat panas."

"Aku tidak mengerti," ujar Johnny, mengalihkan atensi Haechan dan Doyoung. "Korban sudah tewas sebelumnya, Yeong Il Bae pada tusukan pertama dan Geum Janhwa akibat pukulan benda tumpul, tapi pelaku masih bermain-main dengan tubuh korban."

"Itu cukup aneh," balas Haechan, menyandarkan bahunya pada sandaran kasur. "Sekalipun ia berniat untuk bermain-main dengan korban, ia akan melakukannya sebelum korban tewas dengan maksud menyiksa."

"Menurutku pelaku kali ini lebih cocok kita anggap aneh ketimbang gila." Doyoung menimpali dan Haechan mengangguk setuju.

"Tidak ada jejak pelecehan seksual pada korban, pelaku seakan hanya ingin berkreasi dengan tubuh korban."

"Tapi menurut kalian, apa jangan-jangan pelaku ingin memberi kesan tertentu?"

Haechan menatap Doyoung lekat, membuat pria itu bingung.

"Bisa jadi," balas Haechan kemudian, "tapi kesan seperti apa yang ingin ia perlihatkan?"

"Ia tidak segila itu untuk menyiksa korban di saat-saat sekarat mereka. Aku masih cukup mengerti alasan ia membuat bentuk bunga di tubuh korban kedua, tapi apa alasan ia menusuk korban pertama lebih banyak setelah korban tewas?"

"Dan kenapa 7 tusukan?"

Haechan memperhatikan foto tubuh korban dengan seksama, mendekatkan foto itu pada kedua matanya, mencari detail-detail yang mungkin saja terlewatkan.

"Astaga, sudoku satu ini benar-benar sulit!" Doyoung akhirnya menyuarakan keluhannya, melempar kertas salinan itu ke sembarang arah dan merebahkan diri dengan nyaman di sofa. Johnny terkekeh, sedangkan Haechan memutar mata malas.

"Katanya bisa mecahin tuh teka-teki, kalo gitu sih maaf maaf saja, Anda tidak saya terima sebagai asisten saya." Johnny tambah tertawa mendengar balasan Haechan.

"Lho," Doyoung memilih duduk, "siapa juga yang mau jadi asistenmu?"

"Kalau mau ikut menyelidiki ya harus jadi asistenku dong, yakan om John?" Johnny mengangguk-angguk, "benar."

"Kok kak John malah membelanya?!"

"Soalnya dia benar."

Doyoung mendengus kesal, mengambil lagi kertas salinan itu.

"Oke, kalau begitu saya jadi asistenmu sekarang," ujarnya terpaksa, berbuah tawa puas dari Haechan.

"Nah gitu dong. Semangat Doyoung-ah!"

Rentetan Cerita [Lee Haechan ft. Kim Doyoung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang