"Jepang?"
Doyoung menganggukkan kepalanya dengan tenang sembari membereskan buku-buku yang berserakan di mejanya. Diam-diam memerhatikan anak-anak muridnya yang sibuk berbisik mengenai pemberitahuan yang baru saja tadi ia sampaikan.
"Mendadak banget?" Haechan berceletuk, mengira-ngira kenapa sekolah mendadak mengadakan study tour -atau mungkin sekedar trip- ke luar negeri, apalagi diumumkannya satu minggu sebelum hari keberangkatan.
"Iya, biasanya didiskusikan dulu sama perwakilan siswa," balas siswa lain di kelas tersebut.
Doyoung mengangkat bahu, merapikan pakaiannya. "saya juga tidak tahu."
Haechan mencibir kala mendengarnya, mengundang tatapan malas dari wali kelasnya itu.
"Pelajaran hari ini saya akhiri." Pamit Doyoung yang setelahnya beranjak pergi meninggalkan kelas, sedikit membuat Haechan memutar mata malas karena walasnya itu masih jadi pendiam, padahal ia sudah menyiapkan diri jika diomeli akibat cibiran barusan.
Tak sampai lima menit Doyoung meninggalkan kelas, bel istirahat pun berbunyi. Haechan dengan ogah-ogahan berjalan keluar kelas, berniat menemui teman-temannya yang mungkin sedang berada di kantin.
Mendadak Haechan teringat pada sikap Yuta dan ibunya yang amat sangat mencurigakan. Sekali lagi ia menggerutu heran karena orang-orang disekitarnya mendadak bersikap aneh. Yuta, Ibunya, dan kali ini Doyoung. Mereka kenapa sih?
Haechan mengerang kesal, ia benar-benar merasa buntu. Jika memang Yuta adalah salah satu 'orang negara' seperti yang Haechan pikirkan maka artinya kasus yang menewaskan Kim Gong Myung bukan sembarang kasus. Sikap berbeda Doyoung kemungkinan karena keduanya sudah bertemu.
Bukan hal mustahil, mengingat pak Doy begitu sensitif mendengar nama om Yuta, batinnya.
Namun itu artinya, Doyoung kemungkinan besar tahu kasus apa yang ada dibalik ini semua, dan masalahnya, hampir mustahil untuk membuat guru satu itu mau buka mulut.
Mendadak Haechan berhenti melangkah.
Lalu, bagaimana dengan ibunya yang terlihat seperti ingin menjauhkan dirinya dari sang kakek?
Kakek, gak tewas juga kan?
Kedua alisnya mengernyit, Haechan yakin kakeknya baik-baik saja, meski sebenarnya ia tidak punya bukti juga akan hal tersebut. Hanya saja, kalaupun memang kakeknya masih hidup, dilihat dari sikap ibunya, nampak mustahil juga baginya untuk menggali informasi.
Haechan mengacak-acak rambutnya.
"Oit, Chan."
Haechan menengok kebelakang, dilihatnya Hendery dan Xiaojun berjalan beriringan, mungkin juga berniat ke kantin.
"Ngapain ngacak-ngacak rambut gitu, di tengah koridor lagi."
"Kayak orang stres aja."
Ia mendengus sebal, "emang lagi stres." Lalu ikut berjalan bersama dua kawannya itu menuju kantin.
"Ada kasus apa?" Tanya Hendery penasaran.
Haechan menggeleng, "gak tau, makanya lagi pusing ini." Hendery memilih diam, tidak lanjut bertanya dan hanya melempar tatapan bingung pada Xiaojun yang mengangkat bahu.
Di kantin, ketiganya memilih duduk di pojokan, kebetulan memang hanya di situ yang kosong. Anehnya, teman mereka yang lain tidak kelihatan sama sekali, jadi ketiganya memutuskan untuk menyantap makanan mereka lebih dulu.
"Kok gak nunggu?" Mendadak Mark muncul bersama Shotaro, membawa sebuah buku di masing-masing tangan kanan mereka.
"Lama sih. Dari mana kalian?" Tanya Xiajoun sembari menggeser diri, memberi isyarat agar kedua temannya itu ikut duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rentetan Cerita [Lee Haechan ft. Kim Doyoung]
FanfictionHaechan tidak mengerti kenapa wali kelasnya, pak Doyoung begitu tidak menyukai fakta bahwa ia adalah seorang detektif, maka dari itu ia memutuskan untuk menyelidiki riwayat hidup Doyoung, dan menemukan bahwa ternyata alasannya tidak sesederhana itu.