Bab 22

363 87 7
                                    

   Aku memperhatikan bayangan-bayanganku sendiri pada setiap sisi perangkap ini. Tidak ada perintah lain yang aku dapatkan selain sebuah keterangan 'Kegiatan : melawan musuh terbesarmu'. Aku benar-benar tidak memiliki masalah apapun dengan diriku sendiri. Aku menggeleng kecil,  sepertinya aku akan melewati kegiatan ini dengan hanya berdiam-diaman saja di dalam perangkap. 

     "Kau salah Wizzy" seseorang berbicara di belakangku. Dan--itu persis seperti suaraku!. Aku membalikan badan, melihat sesosok bayangan yang tersenyum miring menatapku. Dia terlihat sepertiku. Bagaimana bisa ia mengetahui nama asliku?

     "Ya, aku adalah kau, Wizzy" ucapnya lagi. 

     "Bagaimana bisa kau membaca pikiranku?" heranku. 

     "Bagaimana tidak? bukankah aku adalah dirimu? aku adalah satu diantara sisi di dalam dirimu" balasnya lalu melirik ke arah sisi cermin yang lain. Seolah ingin menunjukanku bahwa ada diriku yang lain yang hadir pada setiap sisi dalam perangkap ini. Aku memutar badan perlahan dan benar saja, pada sisi kiriku, terdapat bayanganku yang sedang menangis, di sampingnya terdapat diriku yang sedang tersenyum tipis, seolah ada kesedihan dibalik senyuman itu. Yang terakhir, sisi diriku yang terlihat sangat menyedihkan. Ia duduk termenung dengan tatapan kosong. 

     "Kau lihat? betapa menyedihkannya dirimu?" cetusnya tetap dengan senyuman itu dan tatapan yang semakin tajam. 

     "Ini semua hanya pengaturan sistem dan kau hanyalah satu dari sepersekian algoritma yang mereka ciptakan, diriku hanya memiliki satu sisi. Di dalam tubuh ini" tegasku. 

     "Kau begitu naif" ia berjalan mendekat, aku tidak menyangka ia bisa beranjak dari dalam sana namun ia masih di dalam cermin. "Kau tidak pernah merasakan kebahagiaan yang kau mau, Wizzy" lanjutnya. 

   Aku menggeleng, "Kau salah". 

     "Jika aku salah, lalu bagaimana mereka dapat hadir di dalam lubuk hatimu" hasutnya kembali membuatku melihat bayangan-bayangan yang lain. Perlahan-lahan ia mengeluarkan tangannya--keluar dari dalam cermin, meraih pergelangan tanganku. 

   L-lebih tepatnya, ia berjalan keluar dari dalam cermin. Ini benar-benar gila. Sentuhannya pada pergelangan tanganku terasa begitu nyata. Seolah wujud yang kini berdiri di hadapanku ialah manusia sungguhan. Ia menyentuh telapak tanganku dengan tangannya yang satunya.

   Seketika mataku tertutup rapat danbanyak bayangan hitam berkelabat di pelupuk mataku. Aku mengerjap-ngerjapkan mataku, apa ini? aku berada di depan rumahku sendiri? . Aku melihat diriku, masih dengan seragam sekolah yang melekat, dan dengan rambut yang sudah tidak teratur. Langkah gadis lugu itu terhenti di depan pintu, tersedu-sedu sembari megangi lututnya yang terluka. Aku ingat hari ini. Hari dimana saat aku ditagih biaya sekolah sehingga aku harus bekerja lebih keras dari hari-hari sebelumnya. Saat itu pula aku berharap seluruh dia segera berakhir saja. Aku merasa putus asa, sebab sampai kapan aku harus terus-terusan hidup seperti itu. Tidak lama seorang gadis kecil yang lain membukakan pintu, Lizzy. 

   Gadis itu sontak langsung berhenti menangis dan tersenyum melihat adiknya. 

     "Apa kau baik-baik saja, Wizzy?" tanyanya dengan suara khas anak-anak. 

     "Aku tidak apa-apa, mengapa kau belum tidur?"

    "Aku menunggumu, karena aku lapar, dan di rumah tidak ada makanan lagi" jawabnya dengan nada sedih sembari memegangi perutnya. 

   Aku  baru menyadari bahwa diriku memiliki kondisi yang sangat buruk dulu. Bahkan tanpa terasa, air mataku menetes menyaksikan gambaran history diriku sendiri. Tak lama, bayangan-bayangan hitam itu kembali berkelebat di pelupuk mataku. Aku kembali membuka mata. Aku--aku melihat Steve yang berdiri di depan pintu ruanganku dengan air mata yang membasahi kedua pipinya. Aku tahu pasti ini hari apa. Hari dimana aku memutuskannya..

Mission RejuvenateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang