Naisila #Empatpuluh

955 72 0
                                    

Awas banyak typo:!

Siapa yang tahu kalau hari ini, adalah hari yang paling dibenci Naisila. Seseorang yang begitu berati, bahkan sangat, terlebih dahulu meninggalkannya. Gadis itu terpuruk atas kepergian sang Oma, apalagi, dirinya belum bisa membuat Wanita itu bahagia. Namun, di satu sisi, Oma Ila tidak akan lagi merasakan kesakitan dengan penyakitnya. Tapi kini, hati gadis itu yang merasa sakit.

Ditinggalkan seseorang yang begitu bearti dalam hidup kita sangat menyakitkan. Naisila yang sedari kecil selalu bersama sang Oma tanpa banyak tanya tentang siapa kedua orangtuanya, seperti apa mereka? Naisila selalu menahan pertanyaan itu. Apalagi mimik wajah Oma Ila yang tidak suka akan pertanyaannya. Tapi sekarang, Oma Ila pergi tanpa penjelasan. Menyisakan kesakitan yang gadis itu rasakan.

Naisila menghembuskan napas melaluai mulut. Tidak ada lagi air mata yang ia keluarkan, Ia menahannya, agar sang Oma bisa pergi dengan tenang. "Queen Rindu sama Oma ..." Naisila berucap lirih dengan tangannya yang sedari tadi memegang bingkai foto dirinya bersama sang Oma.

Tok ... tok ... tok...

"Queen?"

Naisila menatap pitu kamar kala mendengar suara Aura—Tantenya yang terandam dari balik pintu. Naisila tidak menyahut, gadis itu tetap diam.

"Queen sayang, keluar yuk, teman-teman kamu udah mau pulang."

"Jangan gangu Queen Tante! Queen mau sendiri!"

Helaan napas keluar dari bibir Aura. "Setelah pulang dari pemakaman, kamu langsung ke kamar dan enggak keluar selama tiga jam. Dari kemarin juga, kamu belum makan, 'kan?"

Naisila tidak menyahut, ia sadar tentang apa yang dilakukannya itu salah. Membiarkan tamu tanpa menyambutnya terlebih dahulu. Semua datang dan mengucapkan turut berbelasungkawa atas kepergian Omanya. Gadis itu terus saja menatap foto itu dengan pandangan kosong, hingga suara ketukan pintu terdengar kembali.

"Queen enggak nafsu makan Tante!" Naisila berseru.

Yang berada di duar kamar pun tidak henti-hentinya mengetuk. Naisila kesal, apakah mereka tidak mengerti kalau gadis itu sedang bersedih karena kehilangan? Ia kemudian beranjak dari kasur dan perlahan menarik pintu kamarnya.

Seorang pria paruh baya dengan kemeja hitam yang begitu pas di badannya. Walaupun terlihat seperti sudah berumur, pria itu tetap terlihat gagah, dengan kumisnya yang tipis. Pria itu membawa satu piring nasi lengkap dengan lauknya.

Gadis itu terperanjat ketika melihat siapa yang berada di hadapannya. "O-om D-arvin?"

Pria itu tersenyum. "Kamu harus makan Queen."

Naisila menggeng pelan. "Queen enggak mau Om."

"Apa Ayah boleh masuk?"

Kedua mata gadis itu memanas. Ayah? Sebuah nama yang selalu gadis itu tanyakan kepada Omanya, nama yang selalu gadis itu tanyakan dimana keberadaannya. Naisila menunduk, menyembunyikan air mata yang baru saja menetes. Darvin menyimpan piring yang berada di tangannya di atas nakas.

Pria itu memeluk Naisila yang mematung. Pelukan ini, kenapa rasanya begitu hangat? Apa Ia sedang bermimpi? Tapi ini nyata. Omanya telah pergi, lalu, Ayah dari temanya itu datang dan mengatakan kalau dia adalah Ayahnya. Ia sungguh tidak pernah menduganya.

NAISILA  [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang