Naisila #Duapuluhtiga

1.8K 107 4
                                    

Awas banyak typo:!

Naisila kini sedang menatap heran ke arah motor KLX yang baru saja sampai di depan gerbang rumahnya.

Laki-laki itu melepas helm yang ia kenakan. Kemudian menyimpannya di jok. Naisila selesai mengikat tali sepatunya. Gadis itu kemudian berdiri dan menghampiri Langit yang berjalan ke arahnya.

"Ali ngapain ke sini?" tanya Naisila. Gadis itu masih heran. Pasalnya, mereka tidak memiliki janji apapun untuk bertemu.

"Tadi enggak sengaja lewat, terus liat kamu yang belum berangkat. Yaudah aku mau ngajakin kamu berangkat bareng. Mau gak?" jelas laki-laki dan menawarkan tumpangan.

"Eum ...." Langit melihat wajah gadis yang berada di hadapan nya itu sedang berpikir.

Ia memegang pergelangan tangan Naisila. "Udah, kelamaan kalau mikir. Mending bareng aja."

Naisila mengangguk. "Anterin aku ketemu Oma," pinta Langit.

"Ngapain? Tadi Nai udah pamit kok sama Oma," ujar gadis itu.

"Aku juga harus pamit dong. Masa ngajak cucu orang enggak bilang-bilang," ujar Langit.

Saat laki-laki itu hendak melepaskan sebelah sepatunya. Naisila terlebih dahulu melarangnya. Karena kalau dipakai lagi nanti ribet dan lama.

Setelah berpamitan dengan Oma. Keduanya berangkat menggunakan motor milik Langit. Dengan Naisila yang duduk di belakang sambil berpegangan pada ransel milik laki-laki itu.

Keduanya sampai di sekolah. Parkiran masih lumayan sepi. Mungkin, karena memang mereka datang terlalu pagi. Tapi itu tidak masalah bagi Keduanya.

Mereka berjalan beriringan ke arah kelas. Naisila terlebih dahulu sampai di kelasnya. Ternyata masih sepi. Langit juga ikut mengantarkan Naisila, karena kelasnya yang melewati kelas gadis itu.

"Nai," panggil Langit ketika gadis berambut pendek itu hendak memasuki kelas.

Naisila berbalik badan. "Kenapa?"

"Soal, pertanyaan dua minggu lalu." laki-laki itu memberi kode.

Naisila mengetuk dagunya. Ia sedang mengingat sesuatu. Gadis itu mengingatnya. Tangannya panas dingin. Kenapa ia merasa dag dig dug. Ada apa dengan kondisi jantungnya?

Gadis itu menggigit bibir bawahnya. "H-harus di jawab ya?" tanya Naisila gugup. Kenapa ia jadi gugup?

Laki-laki itu mengangguk. "Nai enggak tau mau bilang apa. Gimana kalau kita jadi teman aja?" tawar gadis itu sambil menyodorkan jari kelingkingnya.

Laki-laki itu membuang nafas nya prlay. Ia tersenyum kecil. Naisila mendonggak karena jari kelingking yang ia sodorkan tidak mendapatkan respon.

"Al marah? Apa karena Nai tolak? Terus, habis ini Al bakalan menjauh? Enggak mau temenan lagi sama Nai dong." Naisila berbicara dengan tatapan sedu.

Laki-laki itu terkekeh. "Teman," ucapnya sambil menyodorkan jari kelingking nya. Naisila tersenyum dan membalas tautan jari Langit.

Satu tangan laki-laki itu mengacak pelan rambut Naisila. "Aku enggak bisa ngelakuin semua itu sama kamu."

°°°°

Naisila kini sedang mencari kotak bekal yang berada di dalam tas nya. Dera yang hendak pergi dari meja pun mengurungkan niatnya.

Naisila menghela nafas pelan. Kotak bekal nya ketinggalan. Dan mungkin, ia harus menahan lapar hingga bel pulang tiba.

Dera melihat hal itu. "Mau ke kantin?" tawar gadis itu.

NAISILA  [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang