Awas banyak typo:!
"Mbak Rara!" Teriak Naisila yang baru saja membuka pintu toko kue milik sang Oma.Seorang wanita paruh baya yang sedang mengelap meja itu terkejut akan teriakan dari cucu atasannya. Rara kemudian beranjak dari tempatnya menuju Naisila yang sudah duduk di sofa dekat jendela.
"Tumben ke sini?" tanya Rara yang sudah duduk di samping gadis itu.
Naisila yang sedang memperhatikan sekitarnya itu kemudian menoleh. "Nai rindu brownies buatan Mbak Rara," ungkapnya sambil tersenyum.
"Mau Mbak buatin sekarang?" Naisila menggeleng. "Nanti aja," tolaknya.
"Gimana ke adaan Oma? Sudah lama beliau tidak pernah lagi berkunjung ke toko." Naisila yang mendengar ungkapan Rara itu pun beringsut mendekati Wanita itu. "Oma dirawat di rumah sakit..." lirih gadis itu.
Sebuah tangan tiba-tiba melingkari tubuhnya, gadis itu pun membalas pelukan Rara. Wanita paruh baya itu menaruh dagunya di atas pucuk kepala Naisila. Dengan tangan yang terus mengusap punggung gadis itu, dirinya kemudian berucap, "Gak-papa, Oma kamu itu kuat, kamu juga banyakin do'a supaya Oma cepat sembuh."
Dalam dekapan Rara, gadis itu hanya mengangguk. "Apa Mbak boleh tau, sebenarnya Oma sakit apa?"
Naisila melerai pelukan dari Rara. Gadis itu menghembuskan napas pelan—kemudian menggeleng. "Nai juga gak-tahu, Kak Arvan sama Om enggak pernah bilang. Semakin kesini, kondisi Oma juga kurang baik. Apalagi sekarang, Oma pakai alat bantu pernapasan."
"Kamu udah coba tanyain?"
Naisila menggeleng pelan. "Arvan? Embak kayak gak asing sama nama itu," ucap Rara yang membuat gadis itu menyiritkan alis.
"Udah lupain aja, Mbak lupa soalnya. Kamu jangan sedih gitu dong. Oh iya, kamu ke sini sama siapa?"
"Teman."
"Oh gitu ... Yaudah, kamu tunggu dulu sebentar, Mbak bungkus brownies yang kamu minta."
Setelah mendapatkan apa yang gadis itu inginkan. Dirinya kemudian berpamitan kepada para pekerja yang lain dan berjalan meninggalkan toko kue milik Omanya. Namun, ketika hendak menghampiri Langit yang sedari tadi menunggunya di sebrang jalan. Tiba-tiba seorang gadis yang Naisila tebak umurnya tidak terpaut jauh dengannya, langsung saja memeluk laki-laki itu.
Naisila sudah berada di belakang kedua remaja yang sedang berpelukan itu. Seketika, gadis yang berada di dekapan Langit mengecup singkat pipi laki-laki itu. Dengan tangan refleks, gadis itu menutup kedua matanya dengan tangan sehingga kantong plastik yang digenggamnya menghasilkan bunyi.
Langit dan gadis itu langsung saja menoleh ke asal suara. Betapa terkejutnya ketika laki-laki itu mendapati Naisila yang sedang menutup matanya. Ia langsung saja mendekati gadis itu yang masih setia menutup matanya. Tangannya terulur untuk menyentuh pundak Naisila.
"Nai," Langit berujar. Laki-laki itu kemudian memegang telapak tangan gadis itu. Naisila menyentak tangan Langit, Ia kemudian berangsur mundur dengan mata yang masih terpejam.
"Nai enggak sengaja liat, maafin Nai," ungkap Naisila yang membuat laki-laki menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Sekarang buka mata, kamu salah paham."
Gadis itu kemudian menurunkan kedua tangannya dengan mata yang perlahan terbuka. Satu hal yang membuatnya bingung, gadis yang sedari tadi memeluk Langit terkekeh melihat dirinya. Naisila hanya merespon dengan senyuman tertahan. Canggung, itulah yang gadis itu rasakan kali ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
NAISILA [SEGERA TERBIT]
Roman pour AdolescentsNote: Cerita sudah END dan proses revisi Happy Reading♥ "Kita itu apa?" "Al Nanya sama Nai?" tanya Gadis itu begitu polos. "Terus sama siapa lagi? di sinikan cuma ada aku sama kamu," jawab laki-laki itu gemas. "Masa Al enggak tau! Kita itu manusia y...