Awas banyak typo:!
Sedari tadi, gadis berkaca mata pink itu tidak henti-hentinya mondar mandir di dekat pintu. Hingga gadis berambut pendek itu mengira kalau Dera itu di ibaratkan seperti cacing kepanasan. Mondar-mandir gak jelas.
"Si Dhani kemana sih?" kesal gadis itu.
"Nai enggak tau," jawab gadis berambut pendek itu. Gerakan Dera berhenti ketika Naisila menjawab. "Gua enggak nanya sama elo Nai."
Gadis itu melihat sekelilingnya. Tidak ada siapa-siapa hanya ada mereka berdua di sana. "Lah, terus sama siapa dong. Dikelas kan cuma ada kita berdua. Yang lainnya pada ke kantin," ujar Naisila.
Gadis berkaca mata pink itu memutar bola matanya malas. "Sama rumput yang bergoyang."
Naisila menutup mulutnya tidak percaya. "Dera mulai gila. Disini enggak ada rumput. Adanya tembok, pintu, kurrsi, meja, papan b—" ucapan Naisila terhenti oleh seruan Dera. "Diem dulu Nai!" titah Dera. Naisila mengangguk ia kemudian mengambil buku dan membacanya.
Sementara Dera—gadis itu melanjutkan mondar-mandirnya. Tidak lama kemudian, Ragil datang dengan nafas tidak teratur. Sepertinya laki-laki baru saja berlari.
"Ada apa?" tanya Dera. Gadis itu masih bingung kenapa ketua kelas nya itu datang sambil berlari seperti di kejar setan.
"Ini gawat Ra!" seru Ragil. Kening Dera menyirit. "Gawat kenapa?"
"Pokonya Ini benar-benar gawat," ujar Ragil. Dan hal itu membuat Dera kesal. Ia kemudian menampar pipi Ragil pelan. Dan sang empu hanya meringis sakit. Walaupun tidak membekas.
"Ko malah ditampar?" kesal Ragil. Padahal ia baru saja berlari tadi. Sedangkan Dera. Gadis itu memutar bola matanya malas. "Ya iyalah, orang dari tadi gua tanya kenapa eh, dijawab nya gawat, gawat. Gimana enggak kesal coba!" cerca Dera. Sedangkan Naisila—gadis itu masih sibuk dengan buku bacaan miliknya.
"Ya maaf, soalnya gua shok abis dengar kabar tadi," ujar Ragil. "Kabar apa?"
"Dhani kecelakaan."
"Apa!"
°°°°
"Lo gak apa-apa kan Dhan?" tanya Dera. Setelah pulang sekolah. Ragil, Dera dan Naisila memutuskan untuk menjenguk keadaan Dhani. Kata Ragil, Dhani tidak di rawat di rumah sakit karena luka yang ia alami tidak begitu parah.
"Gua gakpapa santai aja. Btw makasih udah datang," kata Dhani. Ketiganya mengangguk.
"Kenapa bisa kaya gini sih?" Tanya Dera.
"Gua hampir nabarak hewan."
"Hewan apa?" heran Naisila.
"Mungkin dia ditabrak semut," celetuk Ragil. Naisila membulatkan matanya. "Yang bener?"
Sedangkan Dhani—laki-laki itu memutar bola matanya malas. "Yakali di tabrak semut. Mungkin badan semut lebih gede kali ya daripada gua. Sampe-sampe di tabrak semut. Udah ditabrak mati, terus kalau udah mati di gantung di pohon toge," racau Dhani.
"Haha... Boleh juga tuh."
"Ajir."
"Ceritanya yang jelas kodok," maki Dera. Sungguh, gadis itu sedang tidak mood rasanya untuk banyak bicara.
"Waktu gua pulang sekolah, dijalannya gua hampir nabrak kucing, tapi ujung-unjungnya malah nabrak pohon," jelas Dhani.
"Kasihan ya kucingnya. Ampir aja di tabrak sama Dhani," celetuk Naisila. Semua orang yang berada di sana memperhatikan gadis itu. Kemudian mereka tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
NAISILA [SEGERA TERBIT]
Teen FictionNote: Cerita sudah END dan proses revisi Happy Reading♥ "Kita itu apa?" "Al Nanya sama Nai?" tanya Gadis itu begitu polos. "Terus sama siapa lagi? di sinikan cuma ada aku sama kamu," jawab laki-laki itu gemas. "Masa Al enggak tau! Kita itu manusia y...