Awas banyak typo:!
Prang!
Naisila terperanjat ketika gelas yang baru saja ia pegang terjatuh. Secara tidak langsung, perasaan gadis itu merasa tak karuan. Apa yang akan terjadi? Tiba-tiba seseorang yang terlintas di pikiran gadis itu adalah Omanya.
Setelah kedatangan Leri—Omnya Naisila— gadis itu hendak menginap di rumah sakit, namun dilarang keras karena besok ia sekolah. Sedangkan Aura—istri Leri dan Arvina—Sepupunya itu—tidak ikut karena masih berada di Bogor, sehingga hanya Leri yang bisa menjenguk serta menjaga Oma. Sebelumnya, Naisila pulang di antarkan oleh Arvan menggunakan mobil milik laki-laki itu. Mbok Ijah pun ikut pulang, karena di rumah Naisiala akan sedirian.
Kini waktu menunjukan pukul 06:10 masih terlalu pagi untuk berangkat ke sekolah. Namun, dikarenakan gadis itu hari ini jadwalnya untuk piket kelas. Akhirnya ia memutuskan untuk berangkat sekarang. Setelah berpamitan dengan Mbok Ijah, gadis itu segera berjalan ke arah pintu, kemudian membukanya.
"DOR!"
Naisila berlonjak kaget ketika melihat seorang laki-laki yang berada di depan pintu. "Ngagetin ih!"
Laki-laki itu terkekeh melihat Naisila yang menunjukan ekspresi kesalnya.
"Kuy berangkat." Laki-laki itu menggandeng pergelangan tangan Naisila dan menariknya ke arah motor scoopy berwarna hitam putih. Setelah sampai, laki-laki itu menyodorkan helm kepada Naisila—gadis itu pun menerimanya.
"Gaga kok jemput Nai?"
Laki-laki itu menaikan kedua alisnya. "Enggak boleh?"
"Boleh kok, tapi Gaga datengnya gak bilang-bilang dulu."
"Udah gausah bawel, ayo berangkat." Naisila mengguk tidak lagi berbicara. Motor Alga melaju dengan kecepatan sedang. Sesekali laki-laki itu melihat raut wajah gadis itu dari arah spion. Mereka sama-sama tidak mengeluarkan suara hingga sampai di parkiran.
Naisila membuka helm dan memberikannya kepada Alga—laki-laki itu pun menerimanya. Naisila kemudian menatap ke arah sebuah motor KLX yang sangat gadis itu kenal. Siapa lagi kalau bukan Langit. Namun, ada perasaan aneh yang dirasakan gadis itu ketika melihat Langit yang tidak sendiri. Dijok belakang ada Arsila yang tengah memeluk laki-laki dengan begitu erat.
Padahal, ketika Naisila yang duduk di jok belakang motor Langit, ia tidak pernah memeluk laki-laki itu. Naisila hanya memegang pundak Langit untuk jaga-jaga takut terjatuh, tidak lebih. Gadis itu juga menatap sedu ketika Langit dan Arsila yang melewati dirinya dan alga tanpa menyapa. Sekecewa itu kah laki-laki itu padanya?
"Nai." Alga memegang bahu Naisila hingga gadis itu terkejut. "Jangan melamun," peringat Alga.
Naisila mengangguk lesu. Alga kemudian merangkul pundak gadis itu. "Tidak perlu menyesali yang telah pergi, kalau dia benar-benar sayang sama kamu, dengan sendirinya pasti akan kembali."
Naisila mendonggak ke arah Alga, manik mata mereka betatapan. Maksud laki-laki itu apa? Sedangkan Alga—laki-laki itu hanya menampilkan senyumnya. "Aku tau apa yang terjadi sama kalian. Kamu, Langit dan Arsila."
Gadis itu melepaskan rangkulan laki-laki itu. Naisila memposisikan badannya untuk menghadap Alga. "Kok bisa?"
Sebelumnya, Naisila belum pernah bercerita kepada siapapun. Dan sekarang, dari mana Alga tahu kalau gadis itu memiliki masalah dengan mereka.
"Aku denger sendiri, waktu kalian ada di taman. Sorry Nai, bukannya kepo. Aku cuma penasaran doang." laki-laki nyengir sambil menggaruk rambutnya yang tidak gatal.
KAMU SEDANG MEMBACA
NAISILA [SEGERA TERBIT]
Ficção AdolescenteNote: Cerita sudah END dan proses revisi Happy Reading♥ "Kita itu apa?" "Al Nanya sama Nai?" tanya Gadis itu begitu polos. "Terus sama siapa lagi? di sinikan cuma ada aku sama kamu," jawab laki-laki itu gemas. "Masa Al enggak tau! Kita itu manusia y...