Naisila #Empatpuluhsatu

2K 102 22
                                    

Awas banyak typo:!


"Nai!"

Panggilan dari arah membuat gadis itu menoleh, didapatinya Langit yang sedang berlari kecil ke arahnya. Mereka saling berhadapan, Langit memegang kedua lutut dengan napas ngos-ngosan.

"Kenapa lari-lari?" tanya gadis itu.

Laki-laki itu berdiri tegak, mengabaikan pertanyaan gadis itu, kemudian menghela napas pelan. "Berangkat sama siapa tadi?"

"Arvin." Naisila menjawab singkat.

"Aku mau bicara sesuatu sama kamu." Tanpa persetujuan dari Naisila, Ia langsung menarik tangan gadis itu menuju taman melewati lorong kelas yang masih sepi.

Mereka duduk di sana dengan posisi yang saling bersampingan. "Are you okay?" Langit bertanya.

Naisila mengangguk. "Al mau ngomong apa?"

Langit terlebih dahulu menyenderkan punggu. "Arsila pindah sekolah, dia sempat berpesan untuk minta maaf. Apa Kamu maafin dia?"

Gadis itu menoleh ke samping—tersenyum manis. "Nai maafin, lagian bukan masalah besar juga. Enggak baik juga punya dendam sama orang lain."

Langit tersenyum lebar, tangannya terangkat untuk mengacak pelan pucuk kepala gadis itu. "Pinter banget sih pacarku," ucal laki-laki refleks.

"Pacar?"

"Iya, pacaran yuk?"

Gadis itu terdiam, Ia merasa deja vu dengan ucapan  Langit.

•••

Langit menghentikan laju motornya di depan rumah besar milik keluarga Arvin. Naisila turun dengan tangannya yang berpegangan pada pundak laki-laki itu. Langit menatap penuh ta tanda tanya pada gadis itu.

"Kenapa turun di sini?" pertanyaan yang mewakilkan rasa penasarannya.

"Nai tinggal di sini."

Langit menyiritkan dahi. "Kenapa bisa?"

Pertanyaan laki-laki belum sempat terjawab karena suara klakson mobil yang mengagetkan mereka. Dari kursi belakang, Arvin turun dengan tas yang dijinjing. Tanpa ragu, laki-laki itu merangkul pundak Naisila hingga badan mereka saling berdekatan.

"Lepas gak Lo!" Langit menatap horor temannya itu.

"Oh iya, Gua mau mengenalkan seseorang sama Lo," ucap Arvin tanpa menuruti perkataan Langit.

"Apa sih Vin, lepasin tangan Lo gak! Gua lempar pake helm nih." laki-laki itu membuka helm yang dikenakannya.

Arvin mendelik ke arah temannya itu. "Posesif Lo," cibirnya.

"Nai, kamu enggak salah tempat kan?" tanya Langit menatap gadis itu. Naisila menggeleng pelan, Arvin tersenyum ketika melihat interaksi keduanya. Ia kembali merangkul gadis berucap, "Kenalin, Naisila Aqueena Bramastya, Saudara kembar seorang Arvino Bramastya yang gantengnya tujuh turunan delapan tanjakan sembilan tikungan, valid no debat."

Langit terdiam dengan ucapan temannya itu. Naisila adalah saudara kembar laki-laki? Sebelumya Arvin pernah memberitahukan kalau laki-laki itu sedang mencari kembarannya. Dan sekarang, Ia dibuat tidak percaya akan pengakuan laki-laki itu.

"Enggak usah ngaco." Langit menatap Arvin dengan kebingungan.

"Arvin benar Al," ucap gadis itu membat tatapan Langit beralih. Ia kemudian tersenyum. "Aku ikut senang."

"Nai masuk dulu."

Langit mengangguk. "Jangan lupa telpon ya, sayang."

Naisila membalikan badan, dengan tangan yang ia tempelkan kearah pipi yang terasa panas. Sedangkan Arvin, Ia menatap horor ke arah Langit. "Jangan bilang Lo jadian sama adik Gua?"

Langit mengangguk dengan senyuman yang terus menghiasi wajahnya. Ia kembali memakai helm kemudian menstater motornya. Kepalanya menoleh ke arah Arvan. "Restuin Gua, calon Kakak  Ipar." Langit terkekeh dengan ucapannya.

Setelah kepergian laki-laki itu, Arvin menghela napas pelan. "Gua terlangkahi," ucapnya dengan gelengan kepala.

•••

Naisila turun dari lantai satu, tepat dimana kamarnya berada. Pakaian sekolah sudah berganti dengan sweater pink dipadu celana training berwarna hitam. Kakinya melangkah ke arah dapur, tepat dimana keluarganya sudah berkumpul untuk makan siang.

Gadis itu duduk disamping Arvin dan langsung berhadapan dengan Bundanya. "Sudah mandi?" tanya Kaila yang direspons anggukan oleh gadis itu.

Dirinya masih canggung untuk memulai percakapan. "Mulai Bun, anak-anak Arvin udah mulai demo nih." tatapannya laki-laki itu tidak lepas dari lauk-pauk yang berada di hadapannya.

"Sabar kali," sahut Kalvin yang berada di hadapan laki-laki itu.

"Lo enggak bisa merasakan, diem aja deh," ucap Arvin sinis.

"Lo kira Gua gak laper apa. Sama Lah. "

"Jadi mau makan atau ngobrol nih?" tanya Kaila menghentikan perdebatan mereka.

"Makan lah Bun," ucap Arvan maupun Kalvin secara bersamaan.

Arvan maupun Darvin hanya menggelengkan kepala melihat tingkah keduanya. Sedangkan Naisila, bibir mungilnya melengkung ke atas membentuk sebuah senyuman yang begitu manis.

Ketika sedang makan, tidak ada keheningan karena sering di selangi ppenyataan maupun ucapan konyol dari kembarannya. Suasana yang tidak begitu hening, membuat gadis itu menikmatinya. Dan mungkin pertama kalinya. Impian yang sangat ia harapkan akhirnya menjadi nyata. Awalnya, keinginan memiliki keluarga yang lengkap adalah hal mustahil baginya. Tapi sekarang, tidak, ia mengerti, tidak ada yang mustahil ketika Tuhan sudah berkehendak.

Gadis itu menunduk. "Queen sayang Oma," gumamnya yang masih bisa di dengar oleh Arvin.

---END---

Setelah sekian lama nulis akhirnya end juga:') terharu karena banyak yang suka sama karya aku^^ terima kasih banyak-banyak buat kalian yang selalu nunggu penulis ngaret ini update:)

Sebelumnya aku mau tanya sesuatu sama kalian.

komen alasan kalian tetap bertahan di ceta Naisila?

Kira-kira kalau bikin squel, mau siapa?

Apa yang mau kalian sampaikan ke aku:')

Next, ekstra partnya berapa nih wkwk

Lope-lope kalian (づ ̄ ³ ̄)づ

Terima kasih udah mau baca;)
Jangan lupa Vote and comen

11 Februari 2021
Next...

NAISILA  [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang