Awas banyak typo:!
Dari bangku paling depan, terlihat seorang gadis berambut pendek sedang membaca buku sambil menengarkan musik menggunakan earphone. Tidak ada orang disana. Entah semua murid kesiangan atau Naisila yang datang terlalu pagi.
Seorang laki-laki tiba-tiba datang, kemudian, duduk di samping Naisila. Gadis itu belum menyadari, karena larut dalam membaca. Laki-laki itu menepuk pundak Naisila pelan. Gadis itu menoleh. "Loh, ko ada Ali." gadis itu kemudian melepaskan sebelah earphopne yang tersangkut di telingnya.
Langit menaikan sebelah alisnya. "Emang kenapa?"
Naisila menggeleng. "Enggak apa-apa sih," acuh gadis itu. Ia kembali membaca.
"Loh, ko aku dikacangi sih," ujar Langit sebal. Gadis itu kembali menoleh. "Hah? Emangnya Ali martabak ya dikacangi," ujar Naisila polos.
Ingin rasanya Ali tertawa, namun ia urungkan karena ia takut di anggap aneh oleh Naisila. "Karena kamu bilang martabak tadi, sepulang sekolah kita beli yuk," Ajak Langit.
Naisila menggeleng. "Nai enggak bisa."
"Kenapa?"
Tiba-tiba seseorang datang dan menggebrag meja mereka. Kedua orang itu langsung terperanjat kaget. Seperti Naisila yang sedang melotot ke arah perempuan yang berada di hadapannya itu. "Cie yang lagi pedekatean," goda Dera.
Gadis pengganggu itu Dera. Ia repleks saja menggebrag meja dan ingin menggangu dua insan yang berada di depannya. "Hai Dera," sapa Langit.
"Hai Langit. Ngapain kalian berdua di sini?" tanya Dera.
"Ini, Ali ngajakin Nai beli martabak nanti sore."
"Enggak bisa!" seru Dera. Langit menaikan sebelah alis nya. "Kenapa?"
"Kita mau latihan." laki-laki itu mengerutkan keningnya. "Latihan?"
"Yaudah, lain kali aja deh, bye Dera. Nai." laki-laki itu berdiri dan tangannya mengacak rambut Naisila pelan. Gadis berambut pendek itu cemberut. "Ih, Ali! Kan rambut Nai jadi berantakan!" serunya.
Langit terkekeh dan melangkahkan kakinya pergi meninggalkan kedua gadis itu. Dera yang melihat itu, berniat untuk menggoda Naisila. "Cie ... Yang di deketin Langit."
"Loh, ko Dera ngomong nya gitu! Kitakan temenan ya pasti dong deket. Kalau jauh berarti enggak kenal. Iya kan," ujar gadis itu.
"Iya-in."
Gadis berkaca mata pink itu kemudian duduk di sebelah Naisila. Tidak berselang lama, seluruh murid mulai berdatangan satu persatu. Tidak banyak, beberapa orang memilih di rumah karena tidak ada kegiatan di sekolah. Padahalkan datang aja, biar bisa dapet bekal.
"Gimana kemarin latihannya?" tanya Ragil ketika dirinya datang ke meja kedua gadis itu.
"Lancar," jawab Dera.
"Judul lagunya apa?"
"Cinta dan Rahasia."
"Anjir bucin!" seru Ragil. Sedangkan Naisila yang mendengarkan seruan Ragil mengerutkan keningnya. "Bucin itu apa?"
"Astagfirullah, jaman sekarang lo masih enggak tau bucin Nai?" tanya Ragil syok. Ya iyalah, dari mana datang nya gadis ini. Masa tidak tahu bahasa gaul. Kalau beneran, dia memang unik. Pikir Ragil.
Naisila menggeleng. "Nai, udah pernah denger. Tapi enggak tahu artinya."
"Artinya tuh budak cinta," jelas Ragil. Ketua kelas mereka itu terus memandangi wajah polos Naisila. "Budak cinta? Anak buah cinta gitu? Yang bisa di suruh suruh gitu," gadis itu masih bingung dengan kata Bucin.
"Stop! Ragil, jangan racuni sahabat polos gue!" seru Dera. Ragil terkekeh. "Abisnya Naisila lucu-lucu pengen nabok."
"Ih ... Ragil ko jahat pengen pukul Nai." gadis itu terlihat cemberut.
"Tuh kan, jadi pengen gua gigit terus mutilasi haha." Ragil terlihat sangat bahagia telah menjahili gadis polos di depannya.
"Udah, sana lo pergi." usir Dera.
Ragil menaikan sebelah alisnya. "Jangan-jangan elo cemburu ya Ra," goda Ragil.
Gadis berkaca mata pink itu mengambil buku Naisila dan memukulkan pelan ke arah Ragil. Laki-laki itu meringis. "Kayanya efek putus dari mantan bikin lo prustasi deh."
"Si Anjir."
"Mangkanya, pergi atau gua bikin lo pingsan di sini," ancam Dera. Ragil memutar bola matanya. "Iya-iya, enggak asik elo mah, dahlah gua mau cari gebetan." Ragil lantas melangkahkan kakinya meninggalkan salah satu gadis yang kesal.
"Jangan lupa carinya di tong sampah!" seru Dera.
"Bodo amat!"
°°°°
Sesuai janji tadi pagi, kedua gadis itu sedang berada di rumah Dera. Hanya menunggu Dhani yang sedari tadi belum datang juga. Padahal, acara pensi sebentar lagi. Kenapa Dhani begitu ngaret.
Tidak mau menunggu lama, ahirnya Dera memutuskan untuk menelfon Dhani. Panggilan pertama tidak di angkat. Kedua juga sama. Ketiga, hingga Ke sepuluh juga tidak di angkat. Dera mulai kesal dengan patnernya itu. Awas saja kalau datang.
Sedangkan Naisila—gadis berambut pendek itu sedang memakan snack dari tadi. Gitar yang ia bawa berada di bawah. Gadis itu lebih menyukai makanan yang berada di depannya.
"Gimana?" tanya Naisila. Dera melemparkan handphone miliknya pelan ke karpet. "Dhani dari tadi enggak bisa dihubungi. Lagi kemana sih tu orang. Kan kita latihannya jadi terhambat."
"Yaudah, kita duluan aja yu, bentar lagi juga datang. Nai enggak bisa lama-lama nih," ujar Naisila. Gadis itu merasa khawatir dengan keadaan Oma yang sedang sakit di rumah.
"Yaudah ayo."
Naisila mengangguk. Gadis itu memangku gitarnya dan mulai memetik snar gitar hinga terdengar alunan melodi ditambah suara Dera yang tidak bisa di anggap remeh.
Sampai waktu menunjukan jam 5 sore. Dhani belum sampai juga. Padahal mereka menunggu dari jam 2 siang. Dera harus tau alasan Dhani tidak datang sekarang.
Gadis berambut pendek itu berpamitan pada Dera karena hari semakin larut. Ia harus segera pulang. Oma sendiri di rumah. Besok pagi pembantu yang pulang kampung akan mulai kembali bekerja. Dan untuk Oma, beliau tidak akan terlalu kesepian di dalam rumah.
"Mau pulang sama siapa?" tanya Dera. Gadis itu takut jika Naisila pulang naik angkot, karena yang membawa gadis itu adalah dirinya jadi ia juga harus mengantarkan-nya.
"Nai mau pesen Go-jek."
Gadis berkaca mata pink itu menggeleng. Lo harus di anterin supir gua," titah gadis itu. Naisila menggeleng. "Enggak usah, nanti Nai jadi ngerepotin."
"Enggak bakalan Nai, udah sana."
"Yaudah."
Gadis berambut pendek itu telah sampai di depan rumah. Setelah di antar oleh Pak Japri—supirnya Dera. Gadis itu melangkahkan kakinya menuju kamar dan membersikan diri. Setelah badannya dirasa sudah segar. Gadis itu kemudian menuju dapur.
Ia ingin memasak makanan untuk Oma. Setelah dirasa jadi. Gadis itu membawanya ke arah kamar yang tidak jauh dengan ruangan televisi.
"Sekarang Oma minum Obat ya biar cepat sembuh. Biar nanti Oma bisa ambil rapot nya Queen," ujar gadis berambut pendek itu. Ia kemudian menyimpan nampan yang berisikan obat juga bubur yang gadis itu bawa.
Oma Ila mengusap rambut Naisila pelan. "Maafin Oma ya Queen. Kamu jadi repot gara-gara Oma."
Naisila menggeleng. "Ini tugas Queen sebagi cucu Oma. Kan Oma itu segalanya bagi Queen." gadis itu kemudian memeluk sang Oma sambil membisikan sesuatu. "Queen akan selalu sayang Oma."
°°°°
Butuh kritik dan saran dari kalian:)Terima kasih udah mau baca;)
Jangan lupa Vote and comenIG : @dittael
23 Maret 2020
Next...
KAMU SEDANG MEMBACA
NAISILA [SEGERA TERBIT]
أدب المراهقينNote: Cerita sudah END dan proses revisi Happy Reading♥ "Kita itu apa?" "Al Nanya sama Nai?" tanya Gadis itu begitu polos. "Terus sama siapa lagi? di sinikan cuma ada aku sama kamu," jawab laki-laki itu gemas. "Masa Al enggak tau! Kita itu manusia y...