Naisila #Sembilan

3K 139 5
                                    

Happy Reading
°°°°°°°°°
Awas banyak typo:!

Hari ini adalah hari terakhir ulangan semester. Naisila dan Dera begitu semangat menyambut libur semester pertama mereka. Apalagi mereka mendengar kabar, saat pembagian raport akan diadakan pensi (pentas seni).

Kedua gadis itu sedang berada di dalam kelas Naisila. Seperti biasa, keduanya membawa bekal masing-masing.

"Eh Nai, kan sebentar lagi pensi tuh. Kira-kira yang bakalan nampilin bakat dan mewakili kelas kita siapa ya?" gadis berkaca mata pink itu memulai percakapan di saat keduanya sedang makan.

Naisila mengangkat bahunya acuh. "Tidak tahu." Dera memutar bola matanya malas. "Kenapa enggak elo aja yang tampil Nai, kan lo bisa tuh maen gitar. Terus gua yang nyanyi deh," saran gadis itu.

Naisila yang mendengar saran Dera hampir saja tersedak. "Enggak-enggak. Nai, enggak mau tampil titik!"

"Ya elah, punya bakat tuh jangan dipendam, nanti bulukan."

"Bodo amat."

Selain hobi memasak, Naisila, gadis berambut pendek itu juga jago bermain alat musik, contohnya gitar dan biola. Ia mulai belajar dari kecil. Awalnya hanya bermain biola. Tetapi, setelah berteman dengan seorang anak laki-laki yang baru saja menginjak kelas 5 SD sedangkan gadis itu baru kelas 4. Berbeda 1 tahun. Keduanya juga bertetanggaan jadi sangat mudah untuk keduanya selalu bersama.

Namun, saat Oma Ila memutuskan untuk pindah tempat tinggal keduanya berpisah saat menginjak kelas 8 SMP. Dera--gadis berkaca mata pink itu juga mempunyai suara yang merdu. Dia juga mengikuti eskul padus saat masih SMP. Naisila pun pernah mengikutinya tetapi ia masuk ketika mau lulus.

"Btw Nai, yang ambil raport elo siapa?" tanya gadis berkaca mata pink itu.

"Mungkin Oma, kalau enggak ya Om Leri," jawab gadis itu. "Oh iya, semester dua bakalan ada murid baru loh."

Naisila mengerutkan keningnya. "Terus hubungannya sama Nai apa?" Dera memutar bola matanya malaa. "Elo mah enggak asik, sepupu gua mau pindah ke sini Nai." gadis berambut pendek itu hanya mengangguk tanda mengerti.

"Au ah, mending nanti sore kita ke taman yuk, sekalian refresing otak," ajak Dera. "Tapi Nai, mau minta izin dulu sama Oma." Dera mengangguk ia juga harus meminta izin kepada ayahnya yang super sibuk itu.

°°°°

"Dera, beli es krim yuk," ajak gadis berambut pendek. "Mager." Dera terus saja fokus pada handphone miliknya.

"Yaudah, Nai aja yang beli sendiri." Naisila beranjak dari kursi taman menuju penjual es krim yang ada dekat pohon, tidak terlalu jauh. Dera yang melihat itu kemudian ikut berdiri. "Eh, jangan ngambek dong," rayu Dera.

Gadis berambut pendek itu terus berjalan tanpa menghiraukan celotehan Dera. Keduanya telah sampai. Mereka memesan es krim yang sama yaitu rasa coklat. Setelah mendapatkan apa yang mereka mau, kedua gadis itu kembali berjalan ke arah bangku yang mereka duduki tadi.

Namun, bangku yang mereka tinggal telah di tempati seorang laki-laki yang memegang gitar di sana. Sebentar ... Rasanya kedua gadis itu tidak asing dengan seseorang yang berada di sana. Keduanya berjalan menghampiri laki-laki itu. Benar saja laki-laki itu adalah Kak Arvan. Orang yang pernah melatih mereka ketika mengikuti eskul padus.

"Hai Kak," sapa Dera. Gadis tersenyum dengan es krim yang berada di tangannya. Sedangkan gadis berambut pendek itu juga ikut tersenyum ke arah laki-laki itu.

"Eh, Hai Dera, Naisila." laki-laki itu balas menyapa mereka. "Eh, duduk dulu." laki-laki itu mengeser dirinya. "Kalian lagi ngapain di sini?"

"Kita lagi jalan-jalan aja sih kak." Naisila mengangguk, meng 'iya' kan ucapan Dera. "Kalau kaka lagi ngapain?" tanya gadis berambut pendek itu.

NAISILA  [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang