Awas banyak typo:!
Naisila kini berada di dalam kamar Omanya, gadis itu mengamati setiap sudut yang ada di sana. Bukan hanya rindu sang pemilik, gadis itu juga sedang mencari sesuatu yang berkaitan dengan dirinya. Pandangannya berhenti pada sebuah kotak kayu berukuran sedang—yang terdapat di bawah meja rias.
Naisila turun dari kasur, gadis itu kemudian mengamati kotak kayu yang dipegang, dengan gembok berwarna silver yang terkunci. Naisila menyimpan kotak itu ke atas kasur, gadis itu kemudian mencari keberadaan kunci gembok itu di dekat meja rias. Namun nihil, gadis itu tidak menemukan kuncinya. Naisila dibuat penasaran dengan isi kotak itu.
Tok! Tok! Tok!
Pandangan gadis itu beralih ke arah pintu kamar yang di ketok oleh seseorang. Naisila beranjak dari kasur dan berjalan ke arah pintu, Ia memegang knop pintu dan membukanya. Orang yang pertama gadis itu lihat adalah Arvin.
"Tiada kusangka sejak detik itu kau membuka pintu jalan di hatiku, cinta yang--"
"Ngapain?" potong Naisila yang menghentikan nyanyian Arvin.
"Jemput lo lah," jawab Arvin.
"Mau kemana?"
"RSJ bil! Gitu aja nanya," kesal laki-laki itu.
"Apin mau minta anter ya, ke rumah sakit jiwa."
"Lo ngatain gua gila!?"
Naisila mengangguk polos, dan hal itu membuat Arvin melot ke arah gadis itu. Kalau bukan Abangnya yang suruh, Ia tidak mau menjemput gadis itu yang membuatnya selalu mengalah.
"Udah gausah bawel, yu berangkat."
Arvin menarik tangan Naisila dan membawanya ke arah mobil. Keduanya duduk di kursi penumpang, sedangkan di kursi depan, ada sopir pribadi yang mengendarai. Mareka sama-sama terdiam hingga Naisial berkata, "Nai laper."
"Lo belum makan?"
Gadis itu menggeleng. "Yaudah ayo," ajak Arvin yang membuat Naisila bingung.
"Kemana?"
"Berak."
Naisila memukul lengan Arvin. "Jorok!"
"Ya makanlah bil, katanya lo laper," ujar laki-laki itu yang merasa gemas. Naisila nyengir, kemudian gadis itu mengantuk.
Mobil yang ditumpangi Naisila kemudian berhenti di sisi jalan. Arvin dan Naisila berjalan menuju tukang bakso yang berada di sebrang jalan. Sebelumnya, gadis itu sudah mengajak Supir Arvin untuk makan terlebih dahulu, namun pria paruh baya itu menolaknya karena beralasan sudah makan.
Setelah memesan dua porsi manggkok, mereka kemudian duduk di kursi kayu yang telah disediakan.
Naisila mendonggak ketika melihat Arvin yang berdiri. "Kenapa?"
"Gua pengen ke toilet, tapi gatau tempatnya dimana," ucap Arvin.
"Tanyaain aja."
Setelah laki-laki itu pergi menuju toilet, Naisila menatap jalan raya dengan tatapan kosong. Seperti banyak pikiran, namun Ia tidak mau terlalu pusing. Hingga sebuah pergerakan di bawah kaki gadis itu membuyarkan lamunannya. Naisila melihat ada sebuah kucing yang mengendus kakinya. Ketika hendak mengambil kucing berwarna putih itu terurungkan karena suara motor yang lumayan nyaring berhenti di hadapannya.
Naisila tersenyum kecut mihat seorang laki-laki yang sedang membuka helm. Langit—laki-laki yang sedang menjauhinya itu kini bersama temannya—Arsila. Mereka berdua kemudian berjalan ke arah tukang bakso yang dikunjungi Naisila. Tatapan gadis itu sempat beradu pandang dengan Langit, namun Naisila terlebih dahulu memutuskan kontak matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NAISILA [SEGERA TERBIT]
Teen FictionNote: Cerita sudah END dan proses revisi Happy Reading♥ "Kita itu apa?" "Al Nanya sama Nai?" tanya Gadis itu begitu polos. "Terus sama siapa lagi? di sinikan cuma ada aku sama kamu," jawab laki-laki itu gemas. "Masa Al enggak tau! Kita itu manusia y...