6. | Run! But No!

210 23 0
                                    

Lari dari masalah.

Oh, maksudku sebenarnya bukan lari dari masalah, karena bagiku apa yang harus dihindari? Tidak ada. Semuanya berjalan bahkan tanpa aba-aba. Takdir dan semuanya. Dan sekarang bukan hanya takdir yang mengolok-olok kepintaranku, tetapi Jungkook yang juga seperti memojokanku layaknya seorang pengecut hanya karena aku mengajaknya untuk lari saja dari sana dan meninggalkan party tanpa sepengetahuan orang-orang. Benar, Jungkook sungguhan menolak ajakanku untuk kabur.

Aku sempat menghela napas panjang sebelum akhirnya aku kembali duduk lalu berdiri lagi. Berjalan tak tenang sambil memegangi pelipisku.

Aku harus memutar otak lagi kendati ideku yang pertama ternyata ditolak mentah-mentah oleh Jungkook. Padahal menurutku itu ide paling aman. Aku tidak perlu pusing untuk menghadapi party itu lagi, dan aku juga hanya perlu pulang karena sungguhan aku lelah. Aku jadi berpikir sepertinya hidupku yang kemarin sudah lebih baik daripada aku berurusan dengan manusia disini. Kelam dan tentunya menantang.

Aku jelas suka tentangan, namun bukan yang seperti ini, kalau ini namanya bunuh diri secara terang-terangan. Bisa jadi besok aku ditembak mati oleh salah satu suruhan gadis itu. Tapi yang sekarang ada didalam pikiranku hanyalah perihal; bagaimana semua ini bisa selesai tanpa gadis itu menyimpan dendam.

Alasan aku membenci dendam adalah karena dendam bisa saja membuatku hidup dengan perasaan was-was setiap hari. Dan kematian bisa saja mengintaiku dimanapun dan kapanpun. Aku tentu saja takut mati meskipun dosaku bahkan tidak terhitung. Namun aku jelas akan melakukan apapun demi kehidupanku. Tidak lucu sekali saat aku tersiarkan mati di menara kematian Abel Red dengan sebab kematianku adalah; kelaparan. Menjijikkan! Maka dari itu, aku harus kembali memutar otak.

"Apa rencanamu, Jungkook? Kau tidak mau kabur denganku dengan alasan tidak ingin menjadi pengecut. Lalu kau diam saja disana seperti anjing pelacak yang tidak diberi makanan," sarkasku.

Aku benar-benar kehabisan kata untuk Jungkook. Jika memang dia menolak tawaranku untuk kabur dan semuanya akan baik-baik saja, harusnya dia sudah memiliki rencana kedua. Tetapi lihatlah dia yang diam saja ditempatnya bahkan saat aku terang-terangan berucap sarkas dihadapannya.

"Aku akan menyelesaikan semuanya. Tapi jelas aku butuh bantuanmu," sekarang Jungkook terlihat sudah bangkit dari duduknya. Bahkan sekarang aku perlu menengadah sedikit untuk menangkap wajahnya hingga terbingkai oleh netraku dengan sempurna.

Aku mengerti. Dari awal aku sudah mengira bahwa Jeon Jungkook memang bukan tipikal manusia yang akan menghindar dari masalah. Dan sekarang aku mendapatkan apa yang sedang aku cari. Kurasa, aku memerlukan pria seperti Jungkook untuk karirku kedepannya. Dan juga untuk penunjang hidupku.

"Kuharap apa yang sekarang ada dalam kepalamu adalah hal yang sama dengan isi kepalaku," ucapku dengan kedua manik hazel milikku yang terus terpaku pada hitam jelaga iris matanya yang menawarkan keindahan tak terbantahkan yang bisa kunikmati saat aku mulai menyadari galaksinya sangat indah. Jadi ingin tenggelam, namun aku kembali menarik diriku kedalam realita.

Jungkook mengangguk, lalu dengan pongahnya dia tersenyum. Inilah yang aku tunggu. Aku dengannya hampir sama. Bisa kukatakan aku adalah cerminnya. Dia bisa melihat dirinya dalam diriku dan begitupun aku yang bisa melihat diriku sendiri ada didepan mataku dengan versi lain.

"Mari melebur jika tidak keberatan, Jeon Jungkook," ujarku dengan nada yang menyiratkan keyakinan. Kuulurkan lenganku ke atas, dan dia menyambutnya dengan senang hati tanpa memudarkan senyumnya barang sedetik pun.

Menarik. Sudah kukatakan berkali-kali Jungkook itu menarik.

Mungkin kali ini aku harus mempercayai semesta yang akan merubah hidupku, kendati dengan cara paling kelam yang pernah ku tahu, namun aku yakin bahwa semesta akan menolongku meskipun dengan cara yang menyakitkan sekalipun.

Perfect Secrets ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang