Terkadang seseorang butuh lari untuk melampiaskan sesaknya. Tidak jarang seseorang butuh mendekam dalam jurang sesal untuk meredakan apa yang membuat dadanya seperti terhantam batu besar. Sesak dan panas. Sakit dan tentunya sangat menyiksa. Luka lama memang ditakdirkan ada guna membuat seseorang mampu memandang dunia dengan cara yang berbeda. Dengan pandangan baru dan dengan warna baru yang lebih indah pun lebih dari yang sebelumnya.
Ada kalanya sesuatu hadir sebagai cara Tuhan menbuatmu tersadar bahwa dunia ini memang tidak jarang mengajakmu bercanda. Bagaimana cara takdir menjungkir balikkan hidupmu kadang membuatmu tertawa sinting kemudian menangis tanpa bisa dihentikan sebelum ada yang merengkuhmu kelewat erat.
Ingin berteriak, menjerit sebisanya hingga pita suara tak lagi mampu membuat harmoni keluar melewati dua bilah bibir. Namun, pada kenyataannya diam adalah yang terbaik. Diam untuk membuat diri kembali pada jalan yang benar kendati sesak terus menjalari seluruh arteri. Kendati begitu, diam juga bukanlah satu-satunya jalan yang bisa membawamu keluar dari kegelapanmu sendiri. Ada cara lain, lebih indah, dan lebih menyenangkan dan lebih hangat. Yaitu; melebur bersama dengan semesta lain yang sama kelamnya.
Begitulah selama ini Yerin bisa bertahan hidup. Terkadang ia berlari sejauh mungkin meninggalkan kenyataan, menetap pada gua kesepian, lalu berakhir berjalan gontai untuk kembali pada hakikatnya yang semula. Kesakitannya seolah adalah kutukan semesta, mengikutinya layaknya bayangan. Tak ingin enyah kendati Yerin sangat ingin setidaknya untuk hidup tanpa bayang-bayang masa lalunya.
Malaikat. Seorang wanita yang harusnya Yerin panggil sebagai malaikat tak bersayap seperti yang teman-temannya katakan saat perayaan hari ibu, nyatanya hanyalah seseorang yang termakan oleh cinta palsu dari seorang pria lalu melahirkan dirinya dan meninggalkan dirinya di sebuah tempat penampungan anak yang tidak diharapkan. Namun kendati Yerin membenci ibunya, Yerin tak pernah berhenti untuk setiap malam merindukan seperti apa rasanya rengkuhan seorang ibu. Sehangat apa kasihnya hingga orang-orang mengatakan bahwa seorang ibu adalah sosok malaikat. Bukankah malaikat adalah makhluk terbaik Tuhan? Apa memang benar seorang ibu adalah sebaik malaikat?
Yerin hanya bisa tersenyum cemas, gelisah yang menjalar memenuhi setiap jengkal tubuhnya. Bibirnya menyungging mematri senyum lainnya; seringai. Nyatanya isi kepalanya bukan hanya terisi oleh haru yang merebakkan kelopaknya dengan air mata, namun lebih pada dia sedang menertawakan dirinya sendiri. Menertawakan kenapa pula ia harus merindukan manusia yang tak pernah menginginkannya ada. Seseorang yang tak pernah mau melihat wajahnya. Seseorang yang tak pernah menganggap dirinya adalah berkat semesta.
Omong kosong. Nyatanya, yang harusnya ia panggil ibu, penyemangat kala ia merasa hancur, wanita itu telah menemui hancurnya lebih dulu dengan memilih bersama Tuhan yang mungkin tidak menghakiminya sama seperti manusia lain memandangnya.
Yang Yerin tahu selama ini adalah; ibu hanyalah manusia yang melahirkannya. Dan ia berterimakasih untuk itu. Setidaknya dulu ia tidak di aborsi dan itu mungkin akan terasa lebih menyakitkan. Bagaimana rasanya dibunuh sebelum melihat pelangi? Menyedihkan!
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Secrets ✓
Fanfiction[COMPLETED!] [SERI-1] Aku tahu duniaku hanyalah berisi tentang hancurnya kepercayaanku pada sebuah hubungan, tapi mungkin garis takdir ini adalah yang paling indah untukku menyadari bahwa masih ada rengkuhan yang lebih hangat dari sekedar kasih tak...