Seksi--
Kata pertama yang mampu Jungkook sebutkan saat ia baru saja membuka mata dan disuguhkan oleh pemandangan yang memanjakan matanya kelewat indah. Jelas aku menyadarinya. Dia sedari tadi hanya menggumam semenjak aku keluar dari kamar mandi dengan hanya memakai bajunya. Baju putih milik Jungkook yang bahkan aku belum sempat mengatakan pada pemiliknya bahwa aku akan meminjamnya. Aku kehabisan baju di apartemen Jungkook, dan harusnya aku pulang kemarin sore, tetapi Jungkook menahanku untuk tetap disana. Katanya sedang ingin ditemani.
Untuk perihal ditemani atau bahkan perihal bajuku yang telah menetap di apartemen pembelian Jungkook itu. Jungkook benar-benar menceramahiku setelah sebulan yang lalu aku mengatakan bahwa aku mengembalikan semua pemberiannya. Dia mengatakan panjang kali lebar seperti orang tua. Padahal jelas dia tidak seharusnya berkata seperti itu, membuatku tidak enak sendiri dan selalu saja seperti membuatku seolah menyia-nyiakan berkat yang telah semesta berikan lewat Jungkook sendiri.
Aku sempat menghela napas kasar kala itu. Mungkin benar, Jungkook mengatakannya dengan tulus, seolah dia adalah pria baik-baik yang sengaja dikirim Tuhan untukku. Untuk membuatku kembali hidup, atau malah untuk sekali lagi merasa mati tenggelam dalam kelam yang lain. Kurasa aku berada diantara keduanya. Dimana aku tenggelam namun disanalah aku juga kembali hidup. Meskipun dengan sekarat, namun aku masih bernapas kendati dengan susah payah.
Pada akhirnya Jungkook memberikan semua yang semula aku kembalikan padanya, padaku lagi. Setelah mencecarku, lalu dia memelukku. Katanya, teman harusnya saling ada, saling mengerti, dan saling memeluk kalau sedang tidak baik-baik saja. Karena satu orang teman yang tau air matamu jatuh untuk siapa, jauh lebih berharga daripada 10 teman yang hanya tahu sisi luarmu tanpa mencoba mendalami sisi terdalam dari dalam dirimu, kesedihan misalnya.
Diam-diam aku membenarkan apa yang Jungkook katakan. Bagaimana cara kami memandang semesta dan memandang takdir yang berjalan. Bagaimana kami mengartikan pertemanan kendati kami sama-sama tahu bahwa apa yang kami sebut pertemanan hanyalah sebuah hubungan toxic yang jauh dari kata sehat. Namun, aku menikmatinya dengan hati yang kembali menghangat. Dimana aku merasa hidup kala kehadiranku dianggap ada dan diharapkan tetap ada. Dan orang itu adalah Jungkook. Dia temanku dan sudah banyak hal yang ku lalui bersamanya. Dia adalah satu-satunya teman yang mengerti diriku luar dalam.
Aku sempat beberapa kali ingin menjadi batu saja agar tak lagi pernah merasa bersalah dengan apa yang telah aku lakukan sebagai manusia. Dosa yang tak terkira hingga aku bahkan tak pernah lagi berharap bahwa surga akan menerima manusia berdosa sepertiku. Namun lagi-lagi Jungkook lah yang membuatku memandang dunia dengan cara yang berbeda. Dia mengatakan bahwa; mungkin menurutmu kebaikanmu bukan apa-apa, tetapi bisa saja kebaikan yang tak kau sadari adalah yang paling orang lain ingat dari dirimu.
Diam. Aku sampai kehabisan kata-kata untuk seluruh pemikiran Jungkook yang hampir sama denganku. Kalau ditelaah lebih jauh, aku dan dia adalah cermin. Dimana dia bisa melihat dirinya sendiri ada padaku, dan aku sendiri bisa melihat diriku ada padanya. Meski terkadang kami berdebat untuk hal kecil yang seharusnya tidaklah menjadi perdebatan. Termasuk juga saat ini, saat dia terang-terangan memandangiku hingga matanya seperti akan keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Secrets ✓
Fanfiction[COMPLETED!] [SERI-1] Aku tahu duniaku hanyalah berisi tentang hancurnya kepercayaanku pada sebuah hubungan, tapi mungkin garis takdir ini adalah yang paling indah untukku menyadari bahwa masih ada rengkuhan yang lebih hangat dari sekedar kasih tak...