Aku pernah mengingat seseorang pernah bilang padaku; jadilah aktris meskipun tanpa sutradara disaat kau membutuhkan.
Iya, memang benar, aku terkadang harus menjadi seorang aktris walaupun tanpa sutradara yang memimpin jalannya adegan. Ini berlaku saat aku sedang berada pada kondisi dimana aku harus memerankan peranku dengan baik. Entah sebagai gadis baik yang manja, atau sebagai gadis perompak dengan mulut sarkasnya. Aku hanya tinggal memperbaiki naskah dramaku sendiri, lalu setelah itu aku hanya tinggal menjalankan peranku.
Bagaimana sekarang paniknya aku, maka tidak akan pernah bisa aku ungkapkan satu per satu rasanya. Terlalu pelik. Pada intinya aku seperti harus ke rumah sakit sekarang dan menghampiri bocah menyebalkan itu.
Bukan bocah, maksudku Jungkook yang katanya kecelakaan itu. Aku sudah berpikiran yang tidak-tidak padahal. Sampai-sampai aku berlari begitu saja keluar dari apartemen dan tidak mengganti piyama tidurku yang bergambar kelinci ini. Juga sandal bulu yang masih belah menempel pada kakiku. Untung saja aku sempat melepas bandu penutup mataku saat mencuci muka. Lihatlah sekarang aku di cermin westafel rumah sakit. Sangat kacau.
Aku langsung berlari saja setelah sampai didepan rumah sakit dan langsung membelokkan diri ke westafel sejenak. Paling tidak aku harus menyiapkan diri. Aku seperti ini sekarang dan kurasa Jungkook hanya akan menertawaiku setelah dia melihatku panik dan kacau. Atau hal paling menyebalkannya adalah mungkin saja nanti Jungkook akan meledekku.
Pun aku keluar dari sana, benar-benar sebenarnya malu sekali karena tidak mengganti bajuku dulu sebelum ke rumah sakit. Padahal biasanya hanya butuh 5 menit untuk berganti baju. Namun yang ada dipikiranku saat itu hanyalah aku harus cepat ke rumah sakit. Takut Jungkook menungguku, karena pria bernama Kim Taehyung yang bahkan aku tidak pernah melihat rupanya itu mengatakan bahwa Jungkook mencariku.
Sempat menghela napasku panjang saat aku mulai menyusuri lorong dengan langkah yang lebar, cepat, hampir berlari namun masih bisa dikategorikan berjalan cepat. Aku sampai bisa merasa aku jadi pusat perhatian. Nanti jika sudah bertemu Jungkook, tolong ingatkan aku untuk menjitak kepalanya.
Satu persatu langkahku mulai melambat kala aku bisa melihat dua orang berada didepan pintu. Pria jangkung dengan setelan musim dingin yang khas, bukan jaket berbulu hangat, tapi hanya sebuah coat besar berwarna hitam yang membuat pria itu tampan sekali. Aku tidak tahu dia siapa, tapi aku langsung mengagumi betapa tampannya dia. Namun, fokusku bukan itu, melainkan pria yang berada dirangkulannya. Kakinya diperban satu di telapak kakinya hingga melingkar, lalu satu lagi dibagian paha atasnya juga perbannya melingkar. Tangannya menggunakan gips, sungguhan apa Jungkook separah itu? Juga plester kecil di pelipis kanannya. Ada sedikit noda darah yang tersisa disana, namun tidak terlalu kentara. Namun bagiku yang benci darah, itu sangat mengganggu penglihatanku.
Pun aku langsung berlari saja kearah mereka. Jungkook diperbolehkan pulang meskipun kondisinya memprihatinkan seperti itu. Jadi ku pikir tidak ada yang perlu dikhawatirkan, hanya saja setelah ini Jungkook membutuhkan perawatan khusus untuk penyembuhan luka dan cideranya dilengan. Kenapa bisa aku hanya menebak lengan Jungkook cidera? Ya karena jika Jungkook patah tulang, tidak mungkin dokter akan mengijinkan Jungkook pulang bahkan hanya dengan gips sementara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Secrets ✓
Fiksi Penggemar[COMPLETED!] [SERI-1] Aku tahu duniaku hanyalah berisi tentang hancurnya kepercayaanku pada sebuah hubungan, tapi mungkin garis takdir ini adalah yang paling indah untukku menyadari bahwa masih ada rengkuhan yang lebih hangat dari sekedar kasih tak...