The End of Tic Tac Toe

195 11 0
                                    

Layaknya sebuah afeksi yang mendamba ingin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Layaknya sebuah afeksi yang mendamba ingin. Sekarang ibu jari Jungkook yang semula hanya mengusap wajah Yerin, telah berpindah ke bibir gadis itu. Afeksi ingin. Walaupun Jungkook tidak akan marah jikapun ia mendapat penolakan seperti biasa. Tidak peduli juga. Ia mencintai, bukan mencari pelampiasan.

Cinta yang dewasa, bagi Jungkook adalah yang selalu bisa terucap; aku membutuhkanmu karena aku mencintaimu. Bukan; aku mencintaimu karena aku membutuhkanmu.

Terlihat sama, namun sama sekali tidak serupa. Jungkook selalu memahami itu. Jungkook membutuhkan Kim Yerin karena Jungkook mencintainya. Kegilaannya dalam mencintai telah mengantarkannya pada titik dimana ia hanya dibolehkan merengkuh. Ia hanya dibolehkan menjadi teman disaat hatinya menggebu ingin memiliki.

Kim Yerin pun sama saja. Pertahanannya diuji oleh sebuah kata singkat yang terdiri dari dua suku kata. Cinta yang selalu menjadi asing kala terbaca oleh Kim Yerin. Bagaimana ia tidak mempercayai itu sama sekali. Bagaimana ia yang selalu tidak bisa membuat matanya terbuka melihat makna itu dalam hidupnya.

Cinta bukan hal penting untuknya selama ini. Namun kasih Jungkook berhasil mematahkannya kendati tidak semuanya. Ia membutuhkan Jungkook karena ia menyayanginya. Ia ingin tetap menjadi teman. Ia ingin tetap sedekat ini tanpa berniat lagi ingin menjauh. Ia muak dengan perputaran dunia, namun ia tidak boleh muak dengan nafas yang senantiasa masih menderu. Setidaknya semesta masih mempercayai untuk berdiri dalam kebahagiaan suatu saat nanti. Ia berharap sekali traumanya bisa memudar sedikit demi sedikit, hingga ia kembali bisa bertemu Kim Taehyung dengan keadaan normal. Tidak lagi merasa gugup, pucat, atau sekarat seperti hampir mati.

"Simpan janjimu. Aku tidak butuh darimu," ujar Yerin, lalu jemarinya berpindah lagi ke kulit wajah Jungkook yang lembut itu. Mengusap rahang tegasnya beberapa kali, hingga akhirnya sampai pada bibir. Jemarinya bermain. Mengelus kekanan dan kekiri. Menekan seduktif hingga sang empu bibir merasa jika Yerin hanya sedang menyiksanya. Menyiksa dalam artian ingin namun tak pernah mendapat pelepasan secara langsung.

"Jungkook, aku selalu menginginkan ini dari kali pertama aku melihatmu. Menjadi temanmu. Menjadi musuhmu. Menjadi adik manjamu. Dan berakhir menjadi temanmu lagi. Pada akhirnya kita hanya berdua. Saling mengerti untuk saling ada. Saling merengkuh untuk saling menguatkan.

Terimakasih, sudah menjadi yang terbaik selama ini. Aku minta maaf jika aku selama ini hanya menjadi teman yang buruk. Tapi percaya padaku? Aku menyayangimu, Jeon..." tangis Yerin pecah seketika.

Kim Yerin membelah laut pekatnya pada kedalaman tergelapnya. Membuka mata untuk hal yang menurutnya tidaklah menjadi yang utama semenjak dulu. Apa itu rengkuhan dari lengan yang selama ini ia coba tepiskan.

"Kau tidak pernah buruk dimataku. Kau sudah terlalu sempurna untuk seorang manusia." final Jungkook. Itulah yang selama ini ia rasakan.

"Aku disini... Selalu disini. Kau bisa pergi, kemanapun yang kau inginkan. Namun jika kau lelah, dan teringin kembali, aku selalu disini. Selalu hanya menatap dirimu," imbuh Jungkook, matanya berkaca-kaca hampir menangis.

Perfect Secrets ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang