Kezia 42 - Lagi?

137 15 6
                                    

Baru saja Kezia akan meninggalkan ruang kerja itu. Tetapi langkahnya mendadak berhenti, menatap terkejut sosok lelaki di ambang pintu. Tangannya cepat-cepat menyembunyikan benda yang ia temukan di belakang tubuhnya.

Kezia menampilkan raut datar tanpa ekspresi, seolah tak pernah melakukan apapun.

"Ezi ngapain di ruangan Papa? "

"Nyari gelang," balas Kezia menunjukkan gelang rotan yang sudah berada di tangannya.

Hengky mendekat, menyimpan tas kerja nya di meja, "Kok bisa di sini?" tanya nya bingung.

"Waktu Papa nyuruh aku nyari map kemarin, gelang aku jatuh disini, baru inget sekarang," jawab Kezia.

"Ouh, Papa kira ada apa,"

Kezia mengedikkan bahu, lalu keluar dari ruang kerja Papa nya, tanpa mengucapkan apapun lagi. Membuat Hengky, sang Papa menggeleng pelan.

Setelah menutup pintu, Kezia langsung menghela nafas lega. Untung tadi pagi dia memakai gelang rotan itu dan sempat melepasnya saat menyembunyikan tadi. Dia kembali memakai gelangnya, lalu segera berlari menuju kamarnya.

Kezia mengunci pintu kamarnya. Mengambil laptop nya kembali. Sama seperti kotak Kezia, kotak itu juga berisi benda kecil yang memang sengaja di simpan.

Kezia mulai mencari satu persatu dari benda kecil itu. Tetapi, baru saja dia akan membuka file itu, suara ketukan dari pintu kamar membuat Kezia mengurungkan niatnya. Dia beranjak bangkit, mencoba mengintip siapa yang baru saja mengetuk pintunya.

"Non Ezi, di bawah ada Non Aul, katanya nyariin Non," Bi Lilis memunculkan tubuhnya dari balik pintu.

Kezia berdehem sejenak, mengangguki ucapan Bi Lilis yang memberitahunya. Setelah Bi Lilis kembali turun, Kezia masuk ke dalam kamarnya, membersi barang-barang yang ada berantakan di atas kasur sebelum beranjak menemui Aulia.

"Itu dia orangnya, kalo gitu Om tinggal dulu ya,"

Kezia melirik Papanya sekilas, lalu mendudukkan diri di depan Aulia.

"Nggak ngabarin?" heran Kezia membuat Aulia mendengus sebal.

"Lo udah gue telpon lima kali, gue spam chat lo." decaknya.

Kezia mengangguk, tak merespons apapun setelahnya, sebelum Aulia kembali bersuara.

"Di deket jalan depan ada bazar buku, gue pengen kesana tapi temenin, ya Zi?" beritahu Aulia sekaligus mengajak.

"Mager," singkat Kezia.

Aulia nenghentak-hentakkan kakinya, "Aelah, lo mah. Temenin gue kek sekali-kali, nggak ada temennya nih gue. Si Muti lagi sama cowoknya, terus si Karin nememin sepupunya buang duit. Cuma lo Kez yang nggak ada kerjaan, selain masang wajah tembok lo itu,"

Kezia menatap jengah temannya satu itu. Tubuhnya terasa amat berat jika di ajak bepergian seperti ini,  apalagi hanya ke bazar, kemalasan ingin keluar rumah semakin memuncak. Ya walaupun ke bazar bisa dapat lebih murah, tapi dia malas jika nanti berdesak-desakan dengan yang lain. Sumpek!

"Cepet Zi! Ganti sana, gue tunggu." titah Aulia.

"Gue mager Ul," sahut Kezia.

"Ck, elo mah Zi. Ayo elah!" paksa nya, menarik-narik tangan Kezia agar segera bangkit.

"Emang apa sih list novel lo?"

"Lima belas Zi, hehe. Tapi kalo beli semua ya bangkrut lah gue, makanya gue beli sini dulu, lumayan kalo ada lima dapet seratus K," cengirnya.

Kezia memutar bola matanya malas. Heran juga dengan sahabatnya satu itu. Dia kan orang berada, mau beli novel satu rak pun juga belum bisa menghabiskan uang keluarganya. Kenapa harus beli yang bazar cobak.

KeziaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang