"Lama banget sih lo, cuma ke toilet juga. Ngapain? Semedi?" cerocos Karin, menggerutu tak terima.
Kezia menarik kursi di samping Aulia, mengambil duduk di kursi itu.
"Habis ketemu Farel," ucap Kezia singkat.
"Hah?! Lo nggak di apa-apain sama dia kan? Nggak di sakitin? Kalo iya ngomong gue, dimana? Dimana?! Gue samperin tuh bocah, biar gue hajar," seru Mutia garang, bersiap akan beranjak dari tempatnya dengan tangan terkepal seolah hendak meninju.
"Mutia! Udah deh, lo berisik, dengerin penjelasan Kezia dulu. Nyrocos mulu." Karin menarik lengan Mutia kasar, menghalangi gadis itu agar tak melakukan hal yang tidak-tidak.
Mau tak mau, Mutia kembali duduk. Bibirnya mengerucut sebal ke arah Karin. Tak urung tangannya justru mengambil es teh nya dan menyedotnya hingga tandas, menyalurkan rasa kesalnya.
"Lo pesen, gue nggak bayar," peringat Karin, menunjuk Mutia. Gadis itu tau yang di rasakan Mutia hingga seperti tadi, namun dia tak ingin menanggung akibatnya.
"Ihh, lo nge—pfftt."
"Diem Mut, mulut lo nggak bisa mingkem." Aulia membekap mulut Mutia membuat gadis itu memberontak, memukul-mukul lengan Aulia dengan brutal.
Kezia memutar bola matanya jengah.
"Lephwaass."
Hah hah hah ....
Mutia menghirup udara rakus, tangannya terkibas di depan wajah dengan tatapan garang mengarah pada Aulia. Sumpah gadis itu jika menyiksa tak kenal ampun. Aulia membekap mulutnya plus tekanannya, membuat pasokan oksigennya berkurang.
"AULIA! LO MAU GUE MATI?!"
Sontak Aulia, Kezia, Karin dan seisi kantin hampir menutup telinga mereka serempak.
"Mulut Mutia nggak bisa direm," gumam Karin lirih.
"MUTIAS AURA YONANTA!"
Brak!
Mutia terlonjak kaget. Tangannya refleks menggebrak meja dengan keras, bahkan tubuhnya langsung berdiri dari duduknya.
Kezia diam di tempatnya, memilih diam dan tak ingin ikut campur. Dari pada ia juga kena seret.
"Bu Si ... ca," lirih Karin dan Mutia bersamaan. Keduanya yang membelakangi pintu kantin, membuat mereka tak melihat jelas wujud yang baru saja berteriak. Tetapi mereka hafal siapa orang itu.
"Satu!" Mutia mengintrupsi, mengkode Karin dengan lirikannya. Seolah mengerti, Karin mengangguk pelan.
"Dua!"
"TIGA!"
Tepat saat hitungan ketiga, mereka langsung ngibrit meninggalkan kantin dengan laju.
"HEY! KALIAN! AWAS AJA YA KALO KETANGKEP! IBU BAWA KALIAN KE KEPALA SEKOLAH!"
Suara menggelegar itu memenuhi kantin. Volumenya lebih keras dari suara awal Mutia.
Yang ada di kantin hanya mampu mengelus dada dan melindungu telinga masing-masing kala suara maha dahsyat yang berpotensi memorakporandakan gendang telinga itu terdengar.
Aulia menggesek kasar telinganya yang berdengung, lalu memijit pelipisnya pelan.
Mutia yang hanya mengeluarkan suara keras saja langsung mendapatkan masalah, bagaimana jika gadis itu banyak tingkah? Ah, hukuman lagi hukuman lagi.
Kezia mengurungkan niatnya untuk bercerita. Kedua temannya melesat pergi, meninggalkan keduanya di kantin dengan hutang makanan yang belum mereka bayar. Dan keduanya pasti berakhir di bawah tiang bendera hingga istirahat kedua dan juga besok akan mengeluh lelah, akibat menulis tugas yang menjadi berkali lipat sebagai hukuman lainnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kezia
Fiksi Remaja(Slow Update) [Follow dulu sebelum baca] Anastasya Latevy Kezia Falreand, Seorang gadis cantik yang memiliki sifat cuek akibat masa lalunya, membuat dirinya menjadi sosok yang dingin. •Kekecewaan yang masih membekas dan aku tak tau kapan segera...