Arifin meletakkan gelas minuman yang tadi ia beli tepat dihadapan wajah murung Susi, entah apa lagi yang menjadi masalah sekarang. Melihat bagaimana raut masam yang ditampilkan oleh perempuan itu pasti ada kaitannya dengan pak boss.
"Kenapa lagi mbak?"
Pria berkacamata itu ikut duduk dihadapannya, membuka penutup gelas dan memberikannya pada Susi."Salah gak sih Fin gue cemburu sama Kartini karena dia sekarang mungkin lagi berduaan sama laki gue di sana?"
Susi tahu benar bagaimana Ari jika bepergian keluar kota, dia pasti akan menyuruh memesan hanya satu kamar dengan double bed. Bukan karena dia tak mampu membayar dua kamar tapi karena demi menghemat waktu dan lebih cepat jika ada kerja dadakan yang butuh diskusi. Membayangkannya saja membuat kepala Susi berdenyut, rasa kesal dan prasangka buruk mulai merayapi hatinya. Otaknya tidak bisa berpikir dengan baik, apalagi tadi setelah mendengar suara Kartini ditelpon menambah curiga dalam hati Susi.
"Wajar mbak, tapi kan mereka lagi kerja bukan liburan. Memang sih gak bisa dipastikan mereka ngapain aja disana, tapi mbak harus nya percaya sama pak boss kalo mereka bakal professional mengurusi masalah bukan uhuk uhuk."
Susi mendelik tajam melihat wajah Arifin berniat ingin mencakar kalau saja dia bicara yang tidak-tidak menambah beban pikiran.
"Gue pengen tetap percaya Fin, tapi lo tahu kan kalo terakhir kali dia pergi ke Surabaya, pulang nya dia gak langsung nemuin gue tapi malah kerumah sakit nyari Chika. Kartini tuh muka nya emang datar, tapi bukan berarti dia gak baik dalam semua hal."
Arifin ikut menyandarkan tubuhnya kemeja memainkan sedotan, sesekali melirik wajah Susi tanpa tahu harus bicara apalagi. Jujur saja dia tak tahu harus memberikan solusia apa, karena terakhir kali Arifin percaya pada sebuah hubungan harus berakhir sebuah kekecewaan yang membuatnya menutup mata pada semua makhluk yang namanya wanita dan penampilan. Bullshit!
"Pak boss belom ngomong berapa hari disana?"
Dia menggelengkan kepala lesu, baru juga tadi pagi suaminya pergi dan memang ia tidak ingin bertanya kapan pulang. Nanti dikira Ari kalau dia benar-benar istri manja yang tak bisa jauh darinya, padahal memang begitu kenyataan.
Lama keheningan melingkupi mereka hingga Arifin tersenyum karena sebuah ide terlintas dibenaknya.
"Mbak, gue punya solusi jitu biar lo sama pak boss gak lagi saling curiga. Mau dengar gak?"
Susi menaikkan sebelah alisnya namun tak juga membuat semangat dalam diri kembali hidup.
"Gue udah gak percaya lagi saran dari lo atau pun tuh duo serigala, kagak ada yang beres."
Arifin menjentikkan jari, tersenyum penuh arti membuat bulu kuduk Susi berdiri namun tak urung juga pria itu menjelaskan idenya pada istri boss tersebut dengan mimik wajah berubah-ubah. Susi menolak keras rencana konyol itu tapi ia kembali berpikir dengan kepala cantiknya bagaimana kebaikan yang tersimpan dari usulan pria gempal yang sudah menjadi sahabat akrabnya ini.
Dengan senyum sumringah Arifin memamerkan deretan gingsulnya, memainkan kedua alisnya menatap Susi."Yakin lo rencana ini bakal berhasil? Kalo nanti gue malah ditalak, gimana? Lo orang pertama yang bakal gue cari Fin, serius sumpah!"
Arifin memutar matanya malas mendengar cara bicara Susi yang bernada."Udah mbak, percaya sama Tuhan jangan sama gue. Tapi bukan berarti rencana gue gak bisa berhasil ya."
Susi menerawang kemungkinan terburuk dari rencana sialan Arifin, tapi mau bagaimana lagi. Dia memang tak mau ada orang ketiga lagi setelah Chika, cukup sudah perempuan itu yang membuat Susi terlihat buruk jangan sampai ada yang lain.
"Oke, gue setuju."
"Nah. Gitu dong, Ini baru bu boss kampret!"
💮💮💮
Kartini menghela nafas merasakan nyeri disekitar punggung dan lehernya akibat terlalu lama duduk diam menghadap komputer nonstop. Jam makan siang terlewatkan karena dia harus memberikan laporan pada Ari, dia hanya memesan makanan delivery tadi. Sekarang jam sudah menunjukkan pukul setengah enam sore, ia melirik orang yang berada tak jauh darinya dengan sorot dingin namun tersirat kelelahan yang begitu terasa.
Ia menggerakan tubuhnya kesamping dan mulai berdiri, merenggangkan otot sejenak lalu mendekati tempat dimana ada Ari yang sudah terlelap.Sekarang dia bisa melihat dengan jelas wajah boss nya itu tanpa harus merasa bersalah karena sudah bersikap tidak sopan, memperhatikan wajah lelap itu dengan seksama hingga membuat segaris senyum samar diwajah Kartini.
"Tampan."
Dia merapikan kertas-kertas yang berantakan, menyusun sesuai urutan tanggal dan meletakkannya disebelah laptop pria itu. Sekali lagi melirik wajah pulas Ari, kemudian memilih keluar ruangan untuk mencari secangkir kopi hangat untuk menghilangkan rasa kantuk juga menambah energinya yang hampir habis.
Baru beberapa menit Kartini keluar dari ruangan, kedua mata Ari perlahan mulai terbuka dan merasakan kram dilehernya. Dia memejamkan mata sejenak untuk membiasakan pencahayaan dari sinar matahari yang mengenai wajah, melihat tidak ada siapapun serta dekorasi ruangan berbeda dari biasa, barulah dia menyadari kalau sekarang dia masih berada di Surabaya. Ari merentangkan kedua tangannya, menutup mulut sambil menguap.
Bangkit untuk mencuci muka dikamar mandi yang memang tersedia untuk tamu, ia menatap wajahnya sendiri dicermin tidak tahu apa yang dia pikirkan namun satu nama kemudian terlintas membuatnya segera mencari ponsel dan menghubungi lagi istri tercinta.
Telponnya tersambung namun belum juga dijawab oleh Susi, membuatnya bertanya-tanya tidak biasa perempuan itu mengabaikan telpon darinya kecuali kalau tertidur.
Rasanya tidak mungkin Susi tidur jam sekarang, atau mungkin dia sedang dalam perjalanan pulang.
Tadi wanita itu telah mengirim pesan meminta izin agar menginap dirumah mertuanya saja selama Ari pergi, tinggal sendirian dirumah memang bukanlah hal buruk tapi kesunyian malam membuat Susi berpikir dua kali jika harus melewatinya tanpa Ari.
Waktu bisa mengubah karakter seseorang, dan setiap detik yang dilewati bisa membuatmu merasa hancur atau bersyukur tergantung bagaimana kamu melihat satu permasalahan menjadi hal berguna bagi kehidupan ini.Merasa kalau Susi tak akan menjawab telponnya, Ari mematikan sambungan memasukkan kembali benda itu kedalam saku celana.
Secangkir teh dengan sedikit gula mungkin bisa mengatasi rasa lelah yang mendera tubuhnya.
Baru saja ia keluar dari kamar mandi, sosok Kartini sudah berdiri didekat meja meletakkan dua gelas berisi kopi dan teh."Saya membuat teh dengan setengah sendok gula, mungkin bisa membantu bapak untuk melanjutkan pekerjaan." Sapa Kartini, seperti biasa tanpa adanya senyuman membuat Ari merasa aneh sendiri. Mungkin jika dia tersenyum maka indonesia akan mendapat musim salju.
"Terima kasih, tidak ada yang saya butuhkan selain dari segelas teh."
Wanita itu mengangguk kembali ketempat duduk dan kembali menyibukkan diri dalam tumpukan kertas yang menuntut diselesaikan.Mereka bertingkah layaknya boss dan sekretaris, tanpa ada pembicaraan karena Ari merasa segan. Walau pun Kartini sebenarnya bukanlah tipe orang yang sangat peduli namun ia tetap memiliki sisi baik meski tak terlihat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boss Kampret!
HumorPERINGATAN! Kalo kelen bukan penyuka drama, bucin parah, dan juga menye-menye mending jangan mampir karena disini bakal penuh sama kebodohan karakter utama. ARI-SUSI Kita ini berumah tangga, bukan lagi main ular tangga yang bisa lempar dadu sana si...