16

2.4K 301 82
                                    

#playmulmedplease!

Jatuh cinta dengan mu itu mudah, yang susah itu hidup bersama mu dan melewati ratusan hari tanpa merasa bosan.

(Special thanks to my husband, sudah menemaniku sejauh ini tanpa lelah menciptakan kebahagiaan sederhana dalam rumah tangga kita dan membantuku dalam semua hal. Semoga kebersamaan ini akan tetap milik kita sampai maut memisahkan, jarak bukanlah penghalang untuk kita tetap saling mengirim doa dan mengingat betapa perjuangan membangun rumah bersama itu tidak lah mudah tapi aku mempercayakan dirimu pada Tuhan yang sebaik-baiknya penjaga dan pelindung. I Love You, cepat pulang ya!)

Pesan diatas dari Author untuk Suami ❤.

Langit Jakarta sedang bersahabat pagi ini, karena begitu cerah dan memanjakan mata memandangnya penuh kekaguman atas kuasa Tuhan yang begitu sempurna menciptkan segala sesuatu.

Susi yang sedang asyik bercerita dengan ketiga sahabatnya di dapur untuk menjalankan misi mereka harus berhenti bicara karena suara keributan yang berasal dari luar. Membuat keempat orang itu segera keluar dan melihat apa yang membuat ricuh, hingga mata mereka masing-masing menangkap sosok Ari yang sedang berdiri berkacak pinggang dengan sorot tajam yang menusuk membuat Susi dan ketiga dayangnya kesulitan menelan saliva.

"Disini kalian rupanya?! KEMBALI BEKERJA ATAU KALIAN SEMUA DIPECAT!" Teriak kesal pria itu, tak butuh waktu lama untuk menyadarkan Arifin dkk agar segera menuju bilik mereka meninggalkan Susi yang termangu tak tahu harus berbuat apa selain meringis sambil memaksakan senyum melihat wajah suaminya, rasa bersalah dan takut kembali menyerang hatinya secara brutal, sampai suara bariton itu menyadarkan Susi dari kediamannya.

"SAYA MENYURUH KAMU KEMBALI KERUANGAN SUSI ARYANTI, BUKAN BERDIRI DISANA NGELIATIN SAYA!"

Tanpa memperdulikan tatapan kasihan dari sesama rekan kerjanya, Susi melangkah cepat melewati tubuh pria itu dan masuk kedalam ruangan.
Winda melambaikan tangan kepada Susi dengan tatapan iba, semoga Arifin dan mbak Sus selamat dari amukan gorilla amazon.
Ari menatap sekelilingnya memastikan jika semua orang dalam bilik mereka masing-masing dan melanjutkan pekerjaan.
Kemudian dia pun menyusul Susi yang telah menunggu diruangan kerja mereka, mengabaikan tatapan Kartini yang terlihat khawatir pada boss besar itu.

Susi duduk dengan cemas saat mendengar suara pintu dibuka, menampilkan sosok pria bertubuh tegap itu sedang menatapnya tajam tak berubah sama sekali. Matanya terlalu fokus menatap wajah Ari sampai tak menyadari jika suaminya itu telah memutar kunci.

"Pak. ." Panggil Susi demi mengurangi rasa gugup dan khawatir dalam dirinya.

"Kamu punya pembelaan? Untuk menjelaskan kenapa kamu mengabaikan telpon saya dan tidak membalas pesan saya satu pun!"

Langkah kaki pria itu sangat pelan tapi entah kenapa Susi merasa itu seperti lonceng kematiannya sendiri, ya allah maafkan hambamu yang masih suci ini, batinnya. Dia mengusap tekuk yang sama sekali tidak gatal, namun itu semua tak mengurangi ketakutan nya menghadapi tatapan penuh rasa frustasi dikedua mata Ari.

Sampai akhirnya Ari berdiri tepat didepan wajah Susi, pria itu menarik paksa dirinya berdiri mengcengkram erat kedua pundak Susi. Beberapa saat memandangi wajah istrinya yang nyaris sempurna, rasa kesal dan marah masih menghinggapi hati Ari membuatnya tak mau terlena karena menganggumi wajah Susi.
Wanita itu meringis menahan rasa perih yang berasal dari cengkraman Ari.

Hingga sesuatu yang tidak akan pernah dia sangka apalagi pikirkan terjadi, dalam lamunan yang entah sejak kapan Susi lakukan dia merasakan kalau Ari saat ini sedang menempelkan bibir mereka. Kedua mata perempuan itu mengedip beberapa kali hingga ia merasakan tuntutan dari ciuman yang diberikan oleh Ari, dia juga merasakan kedua tangan Ari turun dan meremas pinggangnya menimbulkan getaran dan sensasi panas yang belum pernah Susi rasakan.
Belum hilang kebingungan Susi atas reaksi tubuhnya sendiri, sekarang dia merasakan kalau tubuhnya diangkat oleh Ari reflek kedua kaki nya melingkar dipinggang pria itu tanpa melepaskan tautan bibir mereka

Ari menyesap pelan bibir bawah Susi dengan mengumpat dalam hati betapa dia merindukan wanita dalam gendongannya ini, tidak mendengar suara dan diabaikan tanpa sebab membuat Ari nyaris gila sendiri. Berbagai pemikiran buruk dan rasa takut jika Susi akan meninggalkannya karena rasa cemburu menghantui benak Ari.
Merasakan jika keduanya butuh bernafas, Ari melepaskan ciuman mereka dengan nafas memburu kemudian memberi jarak kepada Susi untuk melihat bagaimana tampilan wajah perempuan itu sekarang.
Rona merah yang begitu kentara hingga keleher serta bibir bengkak akibat perbuatannya sendiri membuat Ari ingin kembali merasakannya.

"Pak. ." Susi berusaha menetralkan deguban jantungnya dengan menyadarkan pria itu bahwa mereka sekarang lagi dikantor, namun diacuhkan oleh pria itu.

Ari mendudukkan tubuh Susi keatas meja kerjanya, namun mempertahankan keintiman mereka yang semakin memacu getaran aneh itu dalam diri masing-masing. Susi menahan nafasnya saat Ari mengecup pelan keningnya, mungkin jika keadaannya tidak seperti ini dia akan merasa sangat disayang namun entah kenapa rasanya sekarang sedikit berbeda. Ia membiarkan Ari melakukan apapun yang pria itu inginkan sampai detik berikutnya mereka kembali mengulangi hal tadi, kali ini ciuman mereka terasa panas menumpahkan seluruh perasaan kerinduan dan frustasi, menguarkan amarah dalam diri Ari hingga ia tak dapat menahan tangannya sendiri.

Susi merasakan sentuhan asing itu di dadanya membuat kedua matanya yang tadi terpejam, terbuka dan reflek memegang lengan Ari. Melepaskan ciuman mereka sepihak.

"Pak, kalau bapak lupa kita masih dikantor. Bapak gak berniat perawanin saya di atas meja kan?"
Perkataan penuh kepolosan namun berhasil menjauhkan Ari dari tubuhnya.

"Jadi maksud kamu, kita bisa melanjutkannya di kamar?"

Semburat merah itu kembali menghiasi wajah Susi yang membuat Ari tersenyum dalam hati. Apa ini sejenis ajakan untuk melakukan sunnah rasul?

"Baiklah, kita bisa pulang kerumah sekarang. Tidak perlu menunggu malam, karena pagi, siang, sore pun kita bebas melakukannya!" Tegas pria itu menurunkan Susi dari atas meja dan menggenggam erat tangannya.

Melihat situasi mereka sekarang sudah dipastikan kalau kemarahan yang tadi menguasai Ari sudah lenyap, dan dia tidak bermain-main saat mengatakan hal melanjutkan di kamar karena sekarang kedua orang itu berjalan mendekati pintu. Sebelum Ari menyentuh gagang pintu, Susi menyuarakan isi hatinya.

"Pak, kita beneran mau pulang?"

"Kenapa enggak? Kamu sendiri tadi yang bilang kita masih dikantor, jadi sebaiknya kita pulang karena saya benar-benar bisa gila kalau menunggu lebih lama lagi."

Memangnya ada hal yang bisa mencegah semua ini agar tidak terjadi?
Rasanya Susi benar-benar ingin menghilang saja, namun ternyata genggaman Ari ditangannya dan ciuman mereka barusan serta kepulangan Ari secara tiba-tiba membuat Susi melupakan rencana dan misinya bersama Arifin. Seharusnya Susi tidak boleh lupa, karena hal itu hanya akan menambah beban dirinya sendiri bukan Ari.

Kartini melihat kedua atasannya itu berjalan melewati bilik, rasa mengganjal dalam dirinya membuat Kartini kembali mengingat kejadian dalam pesawat tadi.
Mereka baru saja tiba dan Ari memilih kantor sebagai tujuan utama, kehadiran Kartini sepertinya memang tidak pernah terlihat dimata Ari.
Dan sekarang disaat kondisi tubuhnya memberontak agar di istirahatkan, Kartini harus terjebak di bilik tanpa tahu harus melakukan apa.
Perempuan itu hanya bisa memijit pelipisnya, rasa pening dan khawatir dalam kepala nya belum hilang.
Sekelebat bayangan kejadian yang menimpa orang itu tadi menambah nyeri ditubuh Kartini, buyar karena dentingan suara ponsel yang memaksa Kartini meraih benda pipih itu.

Pulanglah, dan beristirahat. Kamu bisa libur dua hari, terima kasih sudah menolong saya.

Boss Kampret!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang