19

2.2K 283 48
                                    

Kartini terdiam di tempat nya saat mendapati kedatangan Susi tiba-tiba meletakkan anting di atas meja. Kedua wanita itu tak ada yang bersuara, hingga Susi hanya bisa menelan semua pertanyaan yang sudah di ujung lidah namun sama sekali tak terucap. Tertahan karena ke khawatiran yang mungkin akan dia dengar jika bertanya kejujuran orang di hadapan nya ini, dia terlalu takut menerima kenyataan di saat semua perasaan dan hati telah dia berikan pada Ari seutuh nya. Kartini hendak bicara ketika Susi memberikan isyarat agar tak mengatakan apapun, biarlah ini menjadi rahasia mereka dan Susi akan menganggap kalau anting itu tidak pernah dia temukan.

Berbanding terbalik dengan apa yang ada dalam benak nya, Susi memilih untuk pergi begitu saja membiarkan hati nya bergelut sendiri tanpa mau menanyakan langsung apa yang sebenarnya terjadi. Sedangkan Kartini tidak melakukan apa-apa selain meraih benda mungil itu, tersenyum lega kemudian memasangkan kembali pada telinga nya.
Anting-anting ini sangat berharga untuk nya, tak ingin ambil pusing dengan sikap Susi barusan dia melanjutkan pekerjaan yang sempat terjeda.
Yang tanpa dia pahami adalah, Susi mulai berpikiran buruk tentang diri nya dan timbul banyak prasangka tanpa mereka sadari telah tercipta dinding tak kasat mata.

Susi adalah perempuan yang terbiasa hidup dengan penuh kasih sayang, selalu mendapatkan cinta dan perhatian dari orang-orang terdekat meski jauh dalam diri gadis itu dia tetap lah orang yang mandiri. Kehadiran Kartini yang datang sebagai pengganti diri nya menimbulkan banyak spekulasi, tercipta sendiri tanpa di minta. Hanya ada di dalam diri Susi, yang tentu saja tidak ada pengaruh  sama sekali dalam kehidupan rumah tangga nya bersama Ari.
Wanita dan segala rasa cemburu nya adalah satu masalah yang tidak bisa di abaikan begitu saja, tapi mereka lebih memilih untuk berdiam diri tanpa ingin mencari tahu apa yang sedang   terjadi. Dan hal ini juga biasa di alami oleh beberapa perempuan di luar sana.

💮💮💮

Rega hanya menatap bingung ekspresi wajah saudari ipar nya itu, sudah setengah jam mereka menginjakkan kaki di tempat pembangunan ini namun dia tak melihat sedikit pun keceriaan dalam diri Susi. Kedua mata nya bahkan tak beralih seinci pun dari dua orang di ujung sana, dan ia sama sekali tak mengerti kenapa Susi terlihat sangat kesal dengan kedekatan mereka.

"Ai, lo kenapa dah? Abang gue kurang ngasih jatah ya? Tuh muka kek jeruk purut tau gak, berkerut asem kecut pula!"

"Diem! Gue lagi gak mood ngomong sama manusia hari ini." Jawaban yang semakin mengundang rasa tertarik Rega untuk mengacaukan hari Susi, sudah lama sejak wanita itu menikah dengan Ari. Rega hampir tidak pernah bicara pada Susi, kakak sepupu nya itu berniat menyimpan Susi hanya untuk diri sendiri.

"Cemburu ya?" Susi mendengus tak suka mendengar perkataan Rega. Hati nya ikut membernarkan pernyataan itu, kampret!

Sepasang netra gelap milik Susi memicing kala melihat tangan Ari reflek memeluk pinggang Kartini yang nyaris jatuh, dan dari tempat nya berdiri sekarang Rega mampu melihat kedua tanduk keluar di atas kepala Susi.

"Dasar cembok!" Dengan langkah lebar ia meninggalkan sosok Rega, menuju dua anak manusia yang kini sedang bicara serius.

"Halo! Halo! Saya masih hidup loh disini, kok berasa gak nampak ya?! Aduh, laki sama perempuan gak boleh dua-duaan nanti yang ketiga setan! Awas awas minggir!"
Susi muncul tiba-tiba di antara kedua orang itu sambil mendorong bahu hingga tercipta lah jarak.

"Kamu kenapa?" Tanya Ari memastikan kalau yang barusan di lakukan oleh Susi itu bukan lah sesuatu yang di rencanakan karena situasi saat ini bukan lah waktu yang tepat untuk bercanda.

"Saya kenapa? Gak ada apa-apa tuh, saya cuma bilang laki sama perempuan gak boleh duaan nanti yang ketiga setan!"

Kalimat yang di katakan oleh Susi memang tidak tertuju pada siapapun, namun lirikan sinis yang mengarah ke Kartini saat menyebutkan setan membuat wanita itu menaikkan alisnya.

"Sus, kamu tahu kita datang kesini untuk kerja bukan bercanda kayak gini. Balik sana ke tenda kalo kamu cuma mau ngerecokin aja!" Tegas Ari sambil menahan lengan istrinya yang di rasa sedikit keterlaluan karena telah memandang Kartini dengan sorot meremehkan, ini tidak seperti Susi-nya.

"Kok bapak jadi ngusir saya? Kenapa bukan dia yang di usir, sebelum nya juga ini pekerjaan saya kok." Balas nya tak kalah sinis, kembali teringat anting sialan yang telah membuat rasa cemburu menggumpal dalam hati wanita itu.

"Kamu kenapa sih hah?! Saya gak punya waktu untuk bahas ini, kita udah sepakat kalau semua pekerjaan kamu di ambil alih sama Kartini. Balik ke tenda, tunggu saya di sana!"

Susi tercenung mendengar suara Ari yang sedikit meninggi dari biasanya, membuat produksi air mata Susi lebih cepat menggenang karena merasa sedih di perlakukan seperti ini.

"Jadi bapak lebih membela dia dari pada saya? Iya?!"

Ari semakin tidak mengerti kemana arah pembicaraan mereka, ia memberikan map berisi perkembangan proyek pada Kartini dan menyuruh perempuan itu mengecek sisa pekerjaan.

"Saya gak ngerti kamu ngomong apa Sus, hari ini kamu lebih aneh dari kemarin. Kamu marah-marah gak jelas sama Kartini, dan saya sama sekali gak tahu alasan nya."

Susi merasa malu dan tidak terima suami nya sendiri berkata seperti itu, seharus nya Ari bertanya bukan malah bersikap acuh seperti sekarang.

"Saya kecewa sama bapak, saya seperti ini karena cemburu pak! Apa kurang jelas terlihat?"

"Apa yang buat kamu cemburu sama Kartini hah? Dia hanya pekerja saya, dan kamu istri saya. Tapi bukan berarti saya harus membela kamu setiap melakukan kesalahan, kamu harus nya mengerti Sus. Ini gak professional nama nya!" Ari yang mulai tersulut kesal dan tak ingin menambah runyam keadaan hanya bisa mengusap tengkuk nya geram sendiri.

"Saya ngerasa gak kenal sama suami sendiri, bapak terlalu banyak berubah! Saya gak suka."

"Bukan saya yang berubah, tapi kamu Susi. Kamu yang mulai berubah, sampai saya sendiri mulai merasa kehilangan kamu. Kamu selalu menjaga jarak dengan saya, bertingkah seolah kita masih saja seperti boss dan sekretaris. Kita sudah menikah, seharus nya kamu tahu dan memahami bahwa sekarang keadaan sudah berbeda!"

Butuh jeda sedikit lama bagi mereka berdua untuk menyambung adu argumen ini, hingga Susi merasa kalau dia tidak akan sanggup meneruskan perdebatan yang hanya akan mengungkit masa lalu mereka.
Dia hanya ingin penjelasan tapi tak mau bertanya, sedangkan Ari, dia tidak mengerti kenapa Susi begitu cepat berubah dan selalu menahan diri.

"Jadi menurut bapak saya sudah berubah sangat jauh? Begitu?"

"Ya, kamu sangat berbeda dengan Susi yang saya kenal dulu. Saya tidak mengerti kenapa tapi yang jelas, sikap mu terhadap Kartini tadi tidak bisa di benarkan. Dia adalah pekerja saya, tolong jangan merusak semua nya hanya karena rasa cemburu tak ber-alasan seperti ini."

Susi tertegun di tempat nya berdiri sambil memandang lekat wajah pria itu, mendapati bagaimana Ari membela Kartini tanpa menyelami apa yang Susi rasakan ternyata meninggalkan rasa cemburu dan sakit hati. Perempuan itu bergegas meninggalkan Ari, berjalan cepat menuju tenda istirahat.
Ari hanya mampu memandang kepergian istrinya, tekanan dalam pekerjaan mempengaruhi emosi laki-laki itu hingga tak dapat mengontrol ucapan nya.

Mereka baru saja melewati malam-malam panas dan penuh gairah, dan sekarang hanya karena masalah sepele mereka harus berdebat dan berakhir saling menyalahkan.
Pertanyaan yang kini berkeliaran dalam kepala Ari adalah, kenapa Susi sangat cemburu pada Kartini?

Pria itu menggeram kasar menyesali perdebatan konyol ini. Brengsek!

Boss Kampret!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang