36

2K 245 22
                                    

"Yang, kamu beneran lagi hamil ya? Kok kerempeng sih perutnya, tu dokter gak salah periksa kan?" Kata Ari, untuk sekian kali dan Susi hanya bisa menatap stres wajah suaminya. Mereka baru saja keluar dari ruang dokter kandungan, dan sudah melakukan tes urin serta USG demi meyakinkan bahwa ia benar-benar sedang hamil. Ibu Ari yang menangis haru karena sebentar lagi akan menjadi nenek pun tak henti mengucap syukur, lain hal dengan Ari yang masih mengelus perut istrinya. Perasaan campur aduk dan tak percaya jika bibit unggulnya berhasil ditanam, sekarang tinggal menunggu apakah cetakan mereka berhasil dalam kurun waktu delapan bulan ke depan.

"Bisa gak kamu singkirkan tangan kamu dari perut aku, kram tau yang! Lebay deh dari tadi gak sudah-sudah ngusap nya". Susi berusaha menyingkirkan tangan suaminya, tapi tak berhasil Ari semakin memeluk erat tubuh Susi. Dengan posisi Susi yang duduk, dan Ari yang menempelkan kepala diperut sambil mengusap sesekali. Hei ayolah, calon bayi mereka baru berusia satu bulan dan belum bisa menendang tapi lihat bagaimana tingkah pria itu. Bu Regina yang sejak tadi hanya mengamati pun ikut sebal dengan putranya.

"Mas, mama liat kamu gitu ikut sesak tau gak. Lepas lah pelukannya, kalo gini gimana kita mau belanja coba". Ari menggelengkan kepala, serius ini memang suaminya? Yang biasanya selalu memasang wajah dingin dan datar sekarang berubah drastis menjadi lelaki paling manja. Erwwh!

"Nanti ma, mamas mau ngusap baby nya dulu. Biar dia kenal sama papa nya, mama telpon papa aja ya minta temenin belanja. Kami mau pulang, tadi dokter bilang kan Susi gak boleh capek". Mendengarnya Susi langsung menolak keras usulan ngada-ngada suaminya.

"Jangan ngadi-ngadi ya pak bos, aku kuat aja nih gak ada keluhan sama sekali. Lagian udah nanggung mau pulang tanpa beli apapun". Susi kembali berusaha menjauhkan tubuh suaminya yang terus menempel, bukan apa-apa tapi tingkah Ari menarik perhatian beberapa orang yang melihat mereka dengan pandangan geli. Bucin!

Ibu ari pun mengangguk setuju, sudah tahu kebenaran menantunya hamil tentu dia harus membelikan semua perlengkapan ibu hamil. Mulai dari susu, makanan sehat dan bergizi, apapun yang bisa membuat Susi nyaman dengan kehamilannya, mungkin dengan mengusulkan agar wanita itu juga segera berhenti bekerja juga adalah salah satu kewaspadaan agar mengurangi resiko kelelahan, andai saja Regina tahu kalau yang dilakukan menantunya hanyalah merumpi di kantor.

"Nak, papa ada disini ya. Kamu harus tumbuh dengan sehat didalam sana, kalau ada apa-apa jangan sungkan bilang sama papa. Oke?" Sekali lagi Susi merasa gemas sendiri melihat interaksi itu, dia belum terbiasa sungguh menggelikan sekali tapi apa boleh buat. Lelaki itu sepertinya mengalami sickness kehamilan parah, yang baru dia ketahui adalah kenapa Susi tak pernah mual itu karena semua gejala kehamilan berdampak pada Ari. Itu sebabnya pria itu semakin hari, semakin berubah menyebalkan sekaligus membuat Susi kadang benci setengah mati melihat tawanya.

"Suami kamu kayaknya gak bakal lepasin lagi, jadi mama putuskan untuk belanja duluan. Sebentar lagi juga papa nyusul, kalian disini aja ya makan-makan. Mas Ari beneran nempel kayak perangko, heran gak bapak sama anak, semuanya sama!" Regina pergi meninggalkan mereka berdua masih dengan posisi yang sama, sekarang lelaki itu kembali mencium perut Susi yang dilapisi baju longgar berbahan katun, sangat lembut dan nyaman. Seharusnya Susi saja yang mengalami perubahan ini, itu akan terlihat normal jika perempuan dimanja suami tapi kalau begini, apa yang orang-orang pikirkan? Adeuh.

"Yang, dari pada kamu nempel terus kayak gini mending pesan makanan. Aku lapar, ayo sana pesan nasi kek, burger kek, apa gitu biar gak bau ni mulut kekurangan asupan makanan. Meluk aja gak kenyang". Susi kehabisan akal untuk menyuruh Ari melepaskan pelukannya, tapi dia memang terasa lapar. Jadi tidak salah juga kalau dia meminta Ari agar memesan makanan.

"Mau makan apa?" Akhirnya, pikir susi. Ari menegakkan tubuhnya kemudian menatap sekeliling dan melihat makanan apa saja yang tersaji disini, food court yang tidak terlalu ramai mungkin cukup memudahkan dia mengantri.

"Apa aja, yang penting enak. Kalo ada, mau salad buah. Tuh disana kayaknya ada deh salad buah, full toping keju ya yang". Jadi satu hal yang Ari sadari perubahan dalam diri istrinya adalah, wanita itu sekarang sangat menyukai keju, semua makanan manis dan asam adalah dua rasa yang mungkin sebelumnya bukanlah favorit Susi dalam memilih makanan. Hatinya kembali merebak haru karena lagi-lagi ia terbayang calon bayi mereka yang terpampang dilayar monitor USG tadi, jantung Ari serasa dipompa begitu kuat menyadari sebentar lagi dia akan menjadi ayah. Baru saja Susi ingin menyandarkan tubuh, Ari kembali memeluk perutnya dengan cara melingkarkan tangan.

"Yang!!" Kesalnya karena tak kunjung selesai juga dengan Ari bersikap seperti ini.

"Apa sih yang? Aku beneran gak nyangka sebentar lagi jadi ayah, jangan marah-marah terus nanti aku jadi bego". Kata Ari.

"Sejak kapan Ari setiawan jadi bego? Biasanya percaya diri sekali kalo kamu itu pintar". Balas Susi dengan nada kesal dan mengumpat dalam hati, ingin memukul kepala suaminya sendiri.

"Jangan gitu lah yang, aku juga manusia yang punya kekurangan. Ya walaupun kekurangan aku itu menyempurnakan kamu". Aik! Susi tersedak air ludahnya sendiri, alah alah kalo dulu mungkin menjadi harapan Susi ingin dirayu Ari tapi kenapa sekarang dia merasa aneh dan mual. Astaga! Jangan muntah sus, kasian Ari.

"Dengar kamu ngomong kayak gitu bikin perut aku mual, sumpah! Mending kamu pesan makanan sekarang yang, ya ampun lambatnya dia kalo disuruh gini. Lapar yang, lapar!" Mendengar Susi yang hampir putus asa menyuarakan kelaparan nya, Ari pun beranjak tapi sepasang netranya tak henti menatap keberadaan sang istri takut jika berpaling sedikit maka Susi akan hilang.

"Sayang. ."

"Apalagi hah! Aku laper, gak mau dengerin kamu ngomong. Bodo amat!" Susi membuang wajahnya kesamping menghindari wajah memelas Ari yang kini masih setia melihat kearahnya, menghadapi sikap Ari yang egois dan dingin ternyata jauh lebih mudah dibandingkan meladeni Ari yang manja dan bucin.

Merasa diabaikan oleh Susi, pria itu langsung dengan cepat menyebutkan pesanannya lalu membayar makanan mereka tanpa peduli bahwa uang yang dia berikan lebih banyak dari harga yang seharusnya.

"Pak, kembaliannya?"

"Ambil saja, buat kalian jajan ya". Ari membawa nampan berisi makanan ringan dan juga dua mangkuk besar salad buah full keju kehadapan Susi yang disambut sumringah.

"Nah kan enak mikir kalo ada makanan gini, kalo lagi laper tuh mana bisa ngapa-ngapain". Ujar Susi senang, ia tak lagi peduli pada alam sekitar saat potongan buah bercampur kuah yogurt keju itu memasuki mulutnya dan berhasil memecahkan kepahitan lidah. Rasanya sangat nikmat, segar dan manis menjadi satu.

Ari yang melihat istrinya melahap dessert manis itu pun ikut tersenyum, lalu mengelap pinggiran bibir wanita itu menggunakan ibu jari.

"Pelan-pelan yang, makanan ini punya kamu sendirian kok". Susi tertawa malu, menyenangkan sekali bisa menikmati semua hidangan tanpa rasa mual dan pening. Sedangkan Ari, jangan dilihat apa yang sedang pria itu lakukan karena kalian hanya akan menggigit jari.

Pandangan lurus yang menatap wajah Susi, membuat senyum diwajahnya semakin kentara kalau pria itu tengah berbunga-bunga. Ia bahkan menjadikan kedua tangannya penopang dagu demi menonton Susi makan, cantik sekali. Lalu sesekali dia menurunkan pandangan ke perut yang terdapat anak mereka disana, huh lagi-lagi dia merasakan euforia luar biasa dari kabar gembira ini.

Setelah ini, dia akan menjadi suami dan calon ayah siaga demi menjaga keselamatan dua malaikat hidupnya. Ya, bahkan sebelum jagoan mereka lahir dia harus tahu kalau ayahnya adalah orang pertama yang akan selalu melindunginya. Tidak peduli apa yang orang lain pikirkan, tapi dia sudah memiliki alasan lain untuk terus hidup. Demi Susi, dan anak mereka kelak.

"Yang, i love you". Bisik pelan Ari yang mampu didengar oleh Susi, tapi wanita itu hanya memberikannya tanda cinta.

"Jawab yang". Tuntut nya pada Susi.

"I love you too, mas Ari".

Ketika Susi memberikan kecupan kosong dan balasan kata cinta Ari, maka detik itulah pria itu meleleh bagaikan eskrim yang terkena panas. Alah alah!

Boss Kampret!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang