31

1.9K 225 21
                                    


Seorang pria dengan setelan jas mahal berdiri angkuh didepan gedung yang sejak tadi dia perhatikan, segaris senyum sinis nyaris tak terlihat diwajah itu namun mengandung makna yang cukup serius. Ia menatap sekeliling tempat tersebut dan belum melihat tanda-tanda bahwa sang pemilik gedung sudah datang, tigapuluh menit berlalu akhirnya sepasang netra gelap itu fokus melihat mobil putih yang melewatinya. Kaca mobil yang gelap membuatnya tak bisa melihat siapa yang berada dibalik kemudi tapi ia yakin seratus persen kalau Ari setiawan si boss besar yang mulai dikenal banyak orang itu ada didalamnya.
Seperti dugaannya, Ari turun bersama sang istri. Mereka terlihat sangat bahagia setelah melewati malam yang panjang dengan bernyanyi potong bebek angsa didalam kamar, lalu bermain catur hingga suara-suara tertawa berganti menjadi desahan. Tidak ada yang tahu kecuali Tuhan tentang apa yang mereka lakukan, pria yang sejak tadi bersandar dimobil miliknya itu berjalan mendekati sepasang sejoli yang mungkin dimabuk asmara meski sudah beberapa bulan menikah.

"Pak Ari setiawan, betul?" Sapanya to the point. Kedua orang yang hendak melangkah masuk itu langsung berhenti dan menoleh, mendapati seorang lelaki yang tengah tersenyum pada mereka.

"Ya, saya sendiri. Anda siapa?" Ari bertanya balik ke orang tersebut.

"Perkenalkan nama saya Arsyad, bisa kita bicara ditempat yang lebih privat? Saya rasa kita butuh ruang untuk bicara soal bisnis".

Ari yang sedang merengkuh pinggang Susi melepaskan pelukannya dan menatap orang itu dengan pandangan serius, sedangkan Susi hanya mengangguk paham. Mereka mempersilakan orang itu untuk masuk, namun langkah kaki mereka harus tertahan saat sosok lain sudah lebih dulu berdiri didepan lift. Tidak ada yang bicara, semuanya hening dan tidak ada yang menyadari kalau atmosfir disekitar mulai berubah dengan adanya sosok lelaki yang berdiri dibelakang pasangan kampret itu.

Sesampainya dilantai sembilan, Ari langsung meminta Susi dan perempuan dibelakangnya untuk mengambil beberapa file yang mungkin berguna untuk dibicarakan bersama pria itu, meskipun Ari tidak tahu sama sekali siapa dia tapi setidaknya ia tidak asing lagi dengan Arsyad di negeri ini.

Kedua pria dewasa itu masuk kedalam ruangan yang biasa dipakai untuk rapat, mereka langsung mengambil tempat masing-masing disusul oleh Kartini yang telah membawakan minum serta beberapa biskuit untuk menjadi teman mereka langsung tak memberikan sapaan seperti biasa membuat Ari menatapnya sedikit aneh.

"Kar, kamu bisa temani saya disini?" Ajak Ari namun hanya direspon tatapan dingin dari gadis itu. Matanya terlalu fokus pada bosnya, mengabaikan sepasang mata lain yang sedang menatapnya dengan tatapan penuh kekesalan dan amarah.

"Saya memiliki pekerjaan lain pak, anda bisa menghubungi saya jika membutuhkan sesuatu. Lagi pula bu Susi akan segera datang". Kartini berbalik meninggalkan kedua lelaki itu, sekali lagi perubahan sikapnya membuat Ari berdecak. Namun karena tak ingin membuat tamu mereka menunggu, Ari mulai bertanya apa maksud tujuan lelaki itu mencarinya.

"Saya dengar anda sedang mencari investor baru, maka dari itu saya berniat menawarkan kerja sama".

Ari terdiam beberapa saat, memikirkan hal yang belakangan mengganggunya dalam pekerjaan.

"Saya yakin orang cerdas seperti anda tidak akan menolak kerja sama ini". Pria itu kembali bicara dan mengatakan semua yang dia punya menawarkan kerja sama ini tentu memiliki resiko. Dan lelaki itu telah memikirkan semua hal dari yang terkecil sampai yang hal yang terbesar. Dan sekarang adalah waktunya bekerja yang sesungguhnya.

***

Kartini berjalan tergesa-gesa menuruni tangga darurat demi menghindari orang itu, ia bahkan tidak memperhatikan langkah hingga sebuah cekalan dilengan membuat tubuhnya tertahan.

"Kamu harus berhati-hati Ri, kecerobohan kamu cuma merugikan diri sendiri nanti". Suara bariton lelaki itu memenuhi pendengaran Kartini yang mana semakin membuatnya ingin pergi dari sana.

"Kenapa?" Raut wajah wanita itu semakin datar melepaskan pegangan dilengannya, tatapan yang menyiratkan kemarahan itu berubah sendu. Dia benci terlihat lemah!

"Kenapa kamu tidak membiarkan aku hidup tenang, bukankah sudah ku katakan kalau kita bisa selesaikan semuanya tanpa harus saling bertemu".

"Kamu tidak lupa kalau aku mampu melakukan apapun, jadi bersiaplah karena sekali pun memakai cara kotor aku tidak akan pernah melepaskan kamu."

"Bajingan!" Umpat kartini, ia tidak main-main ketika mengatakan pria itu seorang bajingan. Tapi bukannya tersinggung ia malah tersenyum culas, senyum yang memuakkan dan membuatnya semakin benci untuk hidup.

"Itu baru nama tengahku, selain bajingan aku terlalu sering mendengar yang lebih buruk".

Kartini menatap sinis wajah Arsyad tanpa mengatakan apapun, namun perasaan dan hatinya sedang bergejolak didalam sana. Kalau ada orang yang paling menjijikan, itu adalah pria dihadapannya ini.
Kadang ia sendiri seperti orang gila mengartikan sikap pria itu, sesekali ia akan terlihat begitu menginginkan lalu setelahnya sangat berambisi membuat ia menderita.

"Kalo kamu hanya ingin membuatku semakin menderita, cukup dengan tidak menyetujui perceraian kita tapi jangan mengusik pekerjaanku".

"Aku hanya menawarkan kerja sama dengan bosmu, dan dia menyetujuinya. Tidak ada yang dirugikan disini, justru akan saling menguntungkan".

"Aku hanya ingin tahu apa yang istriku kerjakan selama aku tidak disini, bukankah itu hal yang legal?"

Kartini terdiam beberapa saat, ia memutuskan untuk kembali melangkah meninggalkan Arsyad namun terhenti karena lagi-lagi pria itu mencekalnya.

"Lepaskan aku sialan! Lakukan apapun yang kamu inginkan tapi berhenti membuatku semakin membencimu".

"Jika dengan membuatmu semakin membenciku bisa mengembalikan hubungan kita, aku rela menjadi manusia kejam Ri. Berhenti bertingkah seperti ini."

"Seharusnya kamu yang berhenti melakukan hal seperti sekarang, beri aku waktu untuk berpikir Arsyad. Aku lelah." Putus asa, ya wanita itu putus asa dengan semua yang telah terjadi tapi dia juga tidak bisa melakukan apapun selain menghindar. Butuh keberanian untuk menghadapi suatu masalah, dan Kartini telah kehilangan keberaniannya.

"Tiga tahun, apa belum cukup untuk kamu berpikir? Apa selama itu kamu masih tidak bisa menemukan sesuatu yang bisa kamu jadikan semangat untuk kembali memperbaiki hubungan kita, tiga tahun Ri bukan tiga hari." Sama dengan reaksi yang ditunjukkan Kartini, pria itu bahkan jauh lebih putus asa melihat sikap istrinya.

"Tidak, aku tidak menemukan apapun selain dari menghindari kamu. Karena melihat wajah kamu hanya mengingatkanku padanya." Arsyad termangu menyesali semuanya, kedua mata Kartini memerah menunjukkan bahwa pembicaraan mereka kembali menyakiti satu sama lain. Menjadi dua orang asing meski terikat hubungan yang sah ternyata tidaklah mudah namun menyembunyikan luka selama bertahun-tahun sudah menjadi hal biasa bagi mereka berdua.

Kartini melepaskan tangannya, berjalan secepat yang dia bisa meninggalkan Arsyad. Yang tidak mereka sadari adalah sosok Ari tengah berdiri melihat dan mendengar semua percakapan mereka. Suatu hal yang mungkin terdengar tidak sopan tapi ia merasa kalau ini bukan kesengajaan, ia bahkan tidak tahu kalau Arsyad Mahdi adalah seorang pengusaha paling disegani diseluruh nusantara. Selama beberapa tahun ini memang sudah jarang namanya disebut, karena lelaki itu memutuskan untuk menetap diluar negeri tapi untuk alasan pasti ia kembali.

Semua orang tahu kalau lelaki itu telah menikah, tapi yang jadi masalah adalah istri lelaki itu seharusnya bukan sekretaris Ari. Lalu yang dia dengar barusan tadi itu apa?
Sekarang ia sangat menyesal karena mengejar Kartini sampai kesini, seharusnya dia menghubungi gadis itu lewat telpon saja agar rahasia seperti ini tak patut ia ketahui. Nasi sudah jadi bubur, mungkin Ari bisa bersikap seolah tidak tahu apapun walau pertanyaan dan pemikiran tentang Kartini mulai bermunculan dikepalanya.

Boss Kampret!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang