"Salam kenal ya mbak, kalo perlu apa-apa tinggal panggil kita aja." Winda mengulurkan tangannya berharap dibalas oleh orang yang kini menatapnya dengan tatapan sedingin kutub utara itu namun tak juga bersambut, sampai bunyi dentingan lift mengalihkan perhatian mereka.
Muncul dua sosok yang masih saja menjadi pusat perhatian, Winda yang merasa terabaikan akhirnya menarik kembali uluran tangannya sambil meniup-niup telapak tangan merasa canggung sendiri. Sedangkan Rani yang sudah lebih dulu mengenal wanita bernama Kartini Putri itu hanya bisa menahan tawa, sama seperti Rega yang tidak suka melihat raut wajah Kartini karena tak ada senyum sedikit pun maka Rani pun begitu, bahkan pemikiran yang terlintas dibenak Ari kemarin pun juga hinggap dikepala gadis itu. Beban hidup nya banyak!
"Selamat pagi pak, mbak Sus." Sapa Winda dengan gaya khas dirinya, membuat Kartini sekretaris baru Ari menoleh ke arah mereka dan hanya menatap biasa tanpa berniat menyapa.
"Pagi Win, Ran. Si buntel belom datang ya? Kok tumben." Susi melepaskan rengkuhan Ari dipinggangnya kemudian mendekati kedua temannya.
"Kamu, keruangan saya!" Well, ciri khas seorang Ari. Perintah yang membuat Susi menoleh kearah orang itu lagi, mereka berpapasan tanpa saling menyapa. Namun entah kenapa tatapan wanita itu begitu menusuk membuat Susi kembali merasakan hal yang sama seperti kemarin saat mereka bertemu di Lobby.
Ari dan sekretaris barunya sudah hilang dibalik pintu, namun Susi belum juga bisa mengalihkan pandangannya hingga sentuhan dilengan yang dilakukan oleh Winda menyadarkannya.
"Kayak nya tuh sekretaris baru pak boss punya masalah hidup berat banget deh sampe senyum aja mahal, tangan gue aja gak disambut salaman mbak. Ngilu hati gue."
"Masa sih?" Susi menatap wajah Winda yang menampilkan kesedihan, drama.
"Iya bener, tanya Rani. Ya gak beb? Tangan gue terabaikan tadi."
Gadis berkaca mata itu ikut mengangguk membenarkan perkataan sahabatnya.Susi termenung sebentar sebelum akhirnya dia menepiskan segala pemikiran tak masuk akal yang mulai merambati akalnya, ia tersenyum kearah dua orang itu.
"Dari pada ngomongin dia, mending kita ke dapur. Cus lah."
Susi mengapit kedua lengan sahabatnya menuntun mereka pergi ke tempat dimana menjadi saksi bisu semua ghibahan selama ini.
💮💮💮
Jauh dari keberadaan Susi, ada seorang gadis kecil yang sedang merajuk karena sarapan pagi mereka kembali dengan memakan roti bakar.
Dia merasa bosan dengan hal seperti ini, gadis berusia lima tahun itu menginginkan nasi goreng atau bahkan sup ayam hangat dipagi hari bukan tiga potong roti yang diolesi selai nanas tanpa coklat, seleranya lenyap seketika saat melihat orang yang menyediakan makanan pagi ini masih menggunakan pakaian tidur."Papa, kapan aku berhenti makan roti bakar setiap pagi? Bisakah kita menyuruh Nina masak sup ayam atau salad buah?" Pria itu meletakkan dua gelas susu putih hangat ke meja dan ikut duduk berhadapan dengan putri kecilnya.
"Maafkan papa, Riksa. Tapi sekarang Nina belum bisa kembali, dia harus membantu orang tua nya panen dikampung. Bisakah kita hanya makan dan pergi sekolah?"
Radi, nama pria itu yang kini berharap bahwa anak satu-satunya tidak kecewa dengan keahliannya yang memang tidak banyak dalam memasak, tapi yang terhidang sekarang adalah usahanya menyenangkan hati sang anak walaupun tidak berhasil karena Riksa hanya menatap sedih roti bakar yang sudah gosong tersebut. Radi meringis sendiri menatap hasil kerja nya, payah!"Baiklah, tapi katakan pada Nina untuk cepat pulang. Karena aku tidak mau makan roti panggang hitam seperti ini lagi."
Radi menahan denyutan nyeri dalam dadanya mendengar perkataan gadis kecil itu, namun tak membuat senyum diwajahnya hilang.
Kehidupan mereka berubah sejak dua tahun lalu, dimana istrinya pergi tanpa alasan membawa semua bukti pernikahan mereka hingga Radi tidak bisa mengurus perceraian yang seharusnya bisa mengakhiri hubungan gantung ini. Susah payah dia meyakinkan Riksa bahwa ibunya akan kembali suatu hari nanti, namun sudah bertahun-tahun lama nya tidak ada tanda bahwa wanita itu akan kembali.
Kepergiannya tanpa sebab meninggalkan luka menganga dihati Radi, tapi tak banyak yang bisa dia lakukan selain menjalani hari sepi tanpa pendamping. Kehadiran Riksa dalam hidupnya mengurangi rasa sakit dan kecewa atas ulah istrinya itu, bisakah dia menyebut istri disaat orang itu telah meninggalkan tanggung jawabnya.Riksa menghela nafas berat merasakan pahit dilidah akibat roti gosong itu namun ia tetap menelannya demi sang papa, anak kecil yang cerdas dan pengertian tak mau mengecewakan sang ayah walaupun perkataannya tadi sudah menancapkan kesadaran diri pada Radi agar lebih giat lagi dalam memanggang roti.
"Mau tambah coklat? Papa bisa memberikan taburan coklat diatas roti mu, hmm." Tawar Radi pada anaknya saat melihat gadis itu terdiam memandang roti ditangannya tanpa berniat menghabiskan.
"Seperti nya tidak buruk juga."
Gadis itu memang lebih dewasa dari ayahnya sendiri, bahkan terkadang ucapan Riksa lebih meyakinkan dari pada Radi sendiri. Namun itu juga adalah salah satu berkah dalam hidup Radi karena memiliki putri yang sangat pengertian dan juga penuh perhatian. Usia bukanlah pengukur bagi kedewasaan seseorang, Riksa memang anak kecil berumur lima tahun lebih namun apa yang terjadi didalam kehidupan rumah tangga orang tua nya mengajarkan bahwa diam memang lebih baik dari pada bertanya dan tidak menemukan jawaban yang kita inginkan, gadis pintar.
Radi menaburkan messes coklat diatas roti putrinya sambil tersenyum, mengecup singkat kepala Riksa dan akhirnya mereka melanjutkan sarapan pagi yang tidak terlalu indah namun cukup pas karena memang sudah menjadi rutinitas mereka setiap pagi seperti ini, tanpa teriakan dan celotehan dari makhluk yang biasa disebut ibu.
Setitik air mata Riksa mengalir, gadis kecil itu merindukan kehadiran ibunya namun dia tahu kalau sampai saat ini pun ayahnya sendiri tidak tahu kemana perginya wanita itu. Hingga ia teringat kemarin bertemu dengan perempuan yang sekilas mirip bundanya, senyuman terbit dibibir gadis itu.
Aku ingin bertemu wanita itu lagi, Tuhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boss Kampret!
HumorPERINGATAN! Kalo kelen bukan penyuka drama, bucin parah, dan juga menye-menye mending jangan mampir karena disini bakal penuh sama kebodohan karakter utama. ARI-SUSI Kita ini berumah tangga, bukan lagi main ular tangga yang bisa lempar dadu sana si...