Rega mengusap tekuknya yang merinding karena tatapan tajam dari orang dihadapannya ini, hampir limabelas menit berlalu dan dia masih belum menanyakan satu hal pun kepada calon sekretaris yang kini tengah menatap dingin kearahnya tanpa berkedip.
Jujur saja ia benci berhadapan dengan wanita berwajah datar seperti orang yang duduk diseberang mejanya saat ini."Apa anda akan terus memandang saya tanpa mengatakan apapun?" Intonasi suara itu benar-benar tak bernada membuat Rega yang selalu bersikap konyol jadi mati kutu.
"Maafkan saya nona, tapi kau sama sekali tidak tersenyum. Membuatku sedikit segan bertanya, aku lebih suka wanita yang selalu tersenyum seperti orang sebelum dirimu tadi."
Perempuan itu memutar bola matanya jengah, memang nya dia akan tersenyum sepanjang hari menampilkan senyum bodoh? Itu bukan dirinya!
"Kalau begitu anda terima saja dia, dan tidak perlu lagi menyuruhku masuk kesini jika hanya untuk kau pandangi tanpa bertanya."
Lama-lama mirip bang Ari dah kalo lagi pms. Ucap Rega dalam hati yang mana semakin membuat wanita itu mendengus kesal.
"Baiklah, terserah kau saja. Perusahaan kami akan menghubungi mu lagi nanti, aku benar-benar tidak bisa bertanya karena sepertinya senyum diwajahmu sangat mahal."
"Aku tidak peduli, tapi jika perusahaan ini membutuhkan ku sebagai karyawan maka kau bisa lihat sendiri CV-ku." Katanya penuh penekanan kemudian bangkit dan pergi begitu saja tanpa menoleh lagi kearah Rega yang sedang menganga melihat sikap wanita itu.
"Kenapa jadi dia yang bertingkah kayak boss besar? Sombong!" Pria itu menghempaskan map coklat yang berisi data pribadi perempuan itu dengan kasar, dan meraih ponselnya lalu menelpon Ari yang sedang bersenang-senang dengan Susi tanpa memikirkan perasaan Rega. Cihh
Ari menghentikan mobilnya disalah satu pusat perbelanjaan, menatap Susi sekilas tanpa menunggu lagi ia keluar dan membukakan pintu bagi wanita itu. Sedangkan Susi hanya bisa mengangkat dagunya setinggi mungkin berusaha untuk tampil percaya diri padahal dalam hati ia benar-benar mengutuk kejadian siang tadi yang masih meninggalkan rasa malu sampai ke ubun-ubun.
Ari membiarkan Susi berjalan mendahuluinya, melihat wanita itu begitu anggun berjalan seakan tengah berada diatas catwalk membuat Ari gemas sendiri karena ada beberapa pasang mata yang menatap kagum istrinya itu. Membuat rasa cemburu mencuat dalam hati pria itu, menyamai langkah Susi dan merengkuh pinggang mungil milik istrinya tanpa peduli tatapan heboh beberapa remaja yang terang-terangan melirik mereka.
Walaupun usianya sudah menginjak tigapuluh tahun, pesona sang boss besar tetap tidak bisa diragukan apalagi sekarang rambut gondrongnya sengaja diikat asal meninggalkan sisa anak rambut menambah kesan seksi dan dewasa dari seorang Ari. Tak kalah dengan penampilan sang suami, Susi juga sudah mengantisipasi bagaimana ia akan tampil dihadapan banyak orang apalagi seperti sekarang, mereka menjadi pusat perhatian karena ketampanan Ari yang memiliki wajah khas asia berpadu dengan Susi yang sederhana namun terlihat sangat elegan dan memukau.
Mereka berjalan tanpa tujuan membuat Susi akhirnya menghentikan langkah dan berpaling menghadap Ari.
"Kita mau kemana sih pak?" Tanyanya gemas, sambil menaikkan kacamata hitam yang sejak tadi sudah ia kenakan demi menyamarkan matanya yang sembab akibat menangisi hal sepele dan sama sekali tidak berguna, maybe.
"Kamu mau nya kemana?"
"Kan bapak yang ngajak saya jalan-jalan, kok malah nanya balik?"
"Saya kira kamu udah punya tujuan sendiri waktu saya ngajak jalan."
Susi memijit pelipisnya sejenak lalu mengedarkan pandangan hingga menemukan sesuatu yang menarik untuk mereka -ah bukan mereka tapi dia lakukan.
"Kita kesana aja." Tunjuk Susi menggunakan dagunya membuat Ari mengikuti langkah perempuan itu tanpa bertanya lagi.
Susi tersenyum dibalik kacamata hitamnya, Ari yang tidak menyadari tempat apa yang mereka masuki sebelum sebuah manekin yang terpajang dengan pakaian dalam satu set serta brenda warna-warni membuat matanya melirik tajam Susi yang menyibukkan diri memilih barang tanpa perlu melihat bagaimana reaksi Ari sekarang.
Ari menghela nafasnya ketika melewati patung sialan yang telah menodai matanya dengan penampilan vulgar itu, menyusul Susi yang sedang mengukur bra di tubuhnya seketika mata pria itu mendelik tak suka.
"Ngapain kamu?!" Bisiknya penuh penekanan, bukannya ia tak tahu kalau istrinya sengaja melakukan ini untuk balas dendam karena kejadian tadi.
Susi tersenyum simpul sambil membenahi kaitan bra dibelakang punggungnya membuat Ari reflek menutupi tubuh wanita itu agar tidak ada yang melihat.
"Bapak ngapain? Saya kan masih pakek baju, gak perlu kali ditutupin." Ia terkikik geli melihat wajah masam Ari, entah kenapa dia merasa tak rela Susi dilirik oleh pria lain. Cemburu!
"Kamu yang ngapain? Nyobain bra ditengah keramaian tanpa mikirin saya."
"Loh, emang bapak kenapa? Kok mau dipikirin?"
"Seenggaknya kamu jangan membiarkan mereka melihat aset berharga saya!" Ari menarik lepas bra yang dipegang oleh Susi kemudian melemparkannya sembarang arah, namun bukan itu yang membuat dua pegawai disana tersenyum melainkan ucapan Ari barusan. Pipi Susi merona hanya karena kalimat kepemilikan itu, idih idih meleleh.
Susi mendorong tubuh Ari menjauh, lalu melanjutkan niatnya menggoda Ari. Ia melihat-lihat pakaian dalam yang sengaja dipajang dengan berbagai bentuk, warna dan pilihan.
Satu dari sekian banyaknya bikini akhirnya ada yang menarik perhatian Susi, ia berjalan mendekat membiarkan Ari tetap berada ditempatnya.
Kalau gadis itu sedang berusaha membuat Ari terlihat seperti orang bodoh, maka ini sangat berhasil. Ia mengusap keningnya sambil menepis suara tawa pegawai yang terus saja memuji ketampanannya.
Susi meminta salah satu pegawai untuk mengambil satu set pakaian dalam dengan corak loreng-loreng persis seperti kulit macan.
Membayangkan betapa mimpi sialan itu telah mengganggu Susi, membuat segaris senyuman diwajahnya terbit karena melihat warna barang yang ia pegang sekarang. Well, ada baiknya dia membeli bra dan celana dalam dengan corak macan, biar nanti pas malam pertama mereka bisa saling menertawakan diri masing-masing."Hahahaha. . " Susi tertawa dengan imajinasinya sendiri membuat Ari menatapnya heran, entah apa yang sedang wanita itu pikirkan sekarang.
"Kayak nya kamu punya kebiasaan baru, ketawa sendiri."
Perempuan itu berhenti tertawa dan melihat wajah kecut Ari, membuatnya semakin ingin tertawa. Tolong jangan hujat Susi karena ini memang lucu!
"Saya ambil ini ya mbak."
Ia memberikan pakaian itu pada pelayan toko dan melewati Ari begitu saja.Mereka memang belum melewati malam pertama, namun Susi ingin memberikan yang terbaik untuk Ari. Meskipun sekarang dia lebih memilih untuk menjaga diri takut-takut kalau Ari khilap.
Sekali lagi, Ari harus mengikuti Susi tanpa banyak bersuara. Rasa menyesal juga dia mengajak Susi jalan-jalan, kalau begini mending tadi mereka pulang dan dia bisa merasakan pelayanan Susi sebagai seorang istri sungguhan. Well, wanita itu merawatnya dengan baik dan Ari mencintai semua yang ada pada diri Susi, meski sikap gadis itu tak bisa ditebak dan sering kali membuatnya pusing sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boss Kampret!
HumorPERINGATAN! Kalo kelen bukan penyuka drama, bucin parah, dan juga menye-menye mending jangan mampir karena disini bakal penuh sama kebodohan karakter utama. ARI-SUSI Kita ini berumah tangga, bukan lagi main ular tangga yang bisa lempar dadu sana si...