Pagi itu, semua terasa berbeda seperti mimpi dipagi hari yang saat terbangun semuanya akan kembali seperti semula.
Tapi apa yang dia lalui dan rasakan tidak seperti mimpi sebelumnya yang, rasa sakit dan suara raungan para orang tua melihat tubuh kecil berbalut kain putih itu siap dimakamkan.
Ari kembali menangis meski kali ini tanpa suara, dia membiarkan matanya sembab dan menjadi semakin terlihat menyedihkan. Semua orang hadir dipemakaman ini, semuanya tanpa terkecuali.Dia tidak bisa menyembunyikan raut kehilangan yang sangat jelas, para sahabat Susi hadir mengikuti proses penguburan bayi tampan itu penuh khidmat. Mereka berdoa mengikuti pemuka agama yang hadir, setelahnya satu-persatu dari mereka pulang.
Kini tinggal Ari dengan semua perasaan campur aduk miliknya, menjelaskan pada sang istri kalau buah hati mereka sudah tiada.
Namun ketika kakinya hendak meninggalkan kuburan kecil itu, sepasang netranya melihat papan nisan yang tidak berisikan nama.Ya allah, bagaimana bisa Ari tidak memberikan nama pada putranya sendiri.
Belum sempat dia mengejar uzstad yang sudah jauh, Ari terjatuh. Lebih tepatnya tersandung kaki sendiri, pria itu meringis namun berusaha bangkit.
Ketika ia hendak kembali melangkah, sesuatu mengenai kepalanya sangat keras sampai dia harus mengeluarkan jeritan kesal. Bagaimana bisa seseorang melempar kepalanya dengan botol kemasan yang masih berisi setengah disaat dia masih dalam keadaan berduka seperti ini, astaga."ARI SETIAWAN! BANGUN KAMU YAH! MAMA SIRAM PAKEK KUAH SAYUR ASEM KALO GAK BANGUN!" Ari tidak mungkin salah dengar suara teriakan ibunya sangat dekat dan jelas, bukankah tadi ibunya sudah pulang dari pemakaman lalu apa hubungannya dengan sayur asam?
Ari menoleh sekelilingnya, namun tempat yang tadinya kuburan berubah menjadi lahan kosong yang hanya ada dia seorang.
Dia menatap telapak tangannya yang menggenggam mangga dan apel, buah dari mana?
"AYANG BANGUN GAK! AKU MAU MELAHIRKAN YANG, BANGUN!! KETUBANNYA UDAH PECAH ARI SETAN". Kali ini suara itu jauh lebih melengking dari ibunya tadi, bahkan Ari merasakan jambakan kasar dirambutnya hingga sesuatu menyilaukan akhirnya menyadarkannya.
Perlahan namun pasti kelopak mata pria itu terbuka, menyesuaikan sinar yang menerpa wajahnya.
Tunggu, dia dimana
Ini kamarnya kan?"ARI SETIAWAN! ASTAGHFIRULLAH HAL ADZIM, HUH HUH EHHHH". Erang Susi sambil memegang perutnya yang sudah kontraksi sejak limabelas menit lalu, membangunkan Ari ternyata sangat sulit disaat genting seperti ini. Ya allah perutnya mulas sekali, ibunya bahkan sudah menyiapkan semua perlengkapan bayi kedalam tas siap berangkat.
Akhirnya Regina datang membawa sebotol air minum kemasan kemudian menyiramkannya kewajah Ari yang masih setengah sadar.
"HAH. TOLONG TENGGELAM!! YA ALLAH MATI AKU". Regina melemparkan botol itu kewajah anaknya dengan sangar, yang langsung ditangkap olehnya.
"MAMA! NGAPAIN NYIRAM MAMAS GINI HAH?"
"KAMU PIKIR KENAPA MAMA NYIRAM MAMAS HAH? ISTRI KAMU SUDAH KONTRAKSI DARI TADI DAN KAMU MALAH TIDUR MATI, LATIHAN MENINGGAL KAMU?" Bu lastri yang menyaksikan itu hanya bisa menggeleng tak percaya, ibu dan anak luar biasa menyenangkan. Susi mengerang pelan membuat kepala Ari menoleh kesamping, mendapati istrinya dengan perut melendung yang belum lahiran. Lahir? Bukannya anak mereka meninggal ya?
"Kok kamu masih hamil yang? Anak kita kan meninggal". Sontak saja ucapan Ari membuat tatapan ketiga wanita itu berubah horor drastis, Susi meraung keras tak percaya, bu lastri ternganga sedang Regina sendiri kembali memungut botol lalu memukul kepala Ari. Dasar sinting!
"Ngomong apa kamu hah? Ngucap mas, ya allah anak sehat mau brojol dibilang meninggoy. Astaghfirullah, ampuni anak hamba ya allah".
Ari menggaruk lehernya tak mengerti, tapi kepalanya berdenyut nyeri apakah itu artinya tadi ia cuma mimpi?
"Jadi yang tadi itu cuma mimpi?"
"Ya allah, kenapa punya anak tololnya gak ketolongan kayak gini. ANGKAT SUSI SEKARANG ARI SETIAWAN! KAMU MAU ANAK ITU LAHIR DISINI!!"
Susi menangis keras ketika menatap wajah setan suaminya yang berani mengatakan kalau anak mereka sudah meninggal, awas saja kalau dia sudah lahir nanti. Ari harus menerima hukuman, dasar suami setan!
Tanpa babibu lagi Ari langsung bangkit saat melihat ibu nya siap melempar botol, kemudian membawa istrinya kerumah sakit.
Sepanjang perjalanan tak henti dia memikirkan apa yang baru saja dia alami, kalau itu hanya mimpi lalu apa maksud dari kematian itu. Sungguh dia merasa bahwa itu semua seperti nyata, menyaksikan bagaimana dinginnya tubuh bayi laki-laki yang sangat mirip dengan Susi tersebut.
Hingga mereka tiba diruma sakit Ari masih harap-harap cemas takut akan ada sesuatu yang terjadi namun dia salah, normal bagi kelahiran pada usia tujuh bulan. Dan rupanya anak mereka sudah tidak sabar bertemu orang tuanya.
"Suami pasien? Ada." Tanya seorang perawat yang membawa pakaian pelindung untuk Ari.
"Saya suster". Ari mendekat menerima baju itu kemudian masuk kedalam ruang persalinan, dia merasa dejavu melihat suasana seperti ini hanya saja wajah-wajah mereka terlihat tak sama. Belum lagi Susi yang ternyata sedang menatap wajahnya penuh kekesalan.
Ari langsung mendekati ranjang istrinya, dokter memberikan intruksi agar Ari duduk diatas ranjang menjadi pegangan bagi Susi. Ari duduk mengangkang membiarkan Susi setengah bersandar padanya, wajah wanita itu penuh dengan peluh.
"Sudah waktunya pak. Ibu, ibu dengar saya kan? Tarik nafasnya pelan-pelan ya bu, lalu keluarkan pelan juga. Nanti ikutin aba-aba saya ya bu, sekarang tarik nafass. . . Hembuskan". Dokter perempuan itu membantu Susi melakukan teknik bernafas agar dia tidak kekurangan tenaga dan oksigen, sambil menekan perut lalu beralih kehadapan mereka.
"Tarik nafas sekali lagi ya bu, sangat mengedan jangan keluarkan suara ya bu, giginya dirapatkan aja".
(Note*ini sesuai yang gue alami sendiri ya, bidan bilang gini soalnya. Jangan bilang gak sesuai ilmu kedokteran, karena emang gue mak-mak rempong bukan dokter).Susi melakukan sesuai yang diperintahkan oleh dokter tersebut, butuh setengah jam untuk dia mengeluarkan kepala bayi itu dari pintu pembuka dunia tersebut.
"Ayo yang, kamu pasti bisa".
"Diem kamu setan, awas ya aku abis lahiran gak ku kasih kamu jatah setahun".
"Hah? Kok gitu yang, aku salah apa?"
"Kamu salaahhh engggghhhhh". Susi merapatkan giginya sambil mendorong bayi itu hingga ia merasakan sesuatu yang berubah dibawah sana, tangisan terdengar kuat diseluruh penjuru ruangan. Dokter itu langsung menarik bayi tersebut, memotong tali pusarnya kemudian membiarkan perawat mengambil alih.
Ari tidak menyangka anaknya sungguh lahir kedunia, seolah masih tidak percaya kalau kejadian menyakitkan yang dia alami hanyalah bunga tidur yang mengerikan.
Lalu fokus pria itu berubah ketika melihat cairan merah dengan derasnya keluar sangat banyak dari selangkang Susi, kepala nya mendadak pusing dan semuanya menjadi gelap gulit.
"Ahhh dasar suami kampret!! Pakek acara pingsan lagi, sialan!" Teriak Susi dengan sekali tarikan nafas, lalu setelahnya ikut tak sadarkan diri juga.
Bukankah mereka memang diciptakan untuk sama-sama merasakan kegilaan hubungan ini bersama, termasuk sama-sama merepotkan dokter yang menatap tak percaya suami-istri itu terkulai lemas karena kelelahan yang entah apa kegiatannya. Pasien gak tahu diri!
KAMU SEDANG MEMBACA
Boss Kampret!
HumorPERINGATAN! Kalo kelen bukan penyuka drama, bucin parah, dan juga menye-menye mending jangan mampir karena disini bakal penuh sama kebodohan karakter utama. ARI-SUSI Kita ini berumah tangga, bukan lagi main ular tangga yang bisa lempar dadu sana si...